Part Ten : First Salary (II)

2

Setelah dia mengeluarkan segala isi hatinya, dia pergi dari kantornya.

Spread the love

Dia memulai harinya pagi itu dengan sarapan terlebih dahulu dikantin. Beberapa orang karyawan yang berada disana menatap sinis dirinya, dia tidak memperdulikan hal tersebut. Fokus utamanya saat ini adalah bagaimana dia meminta maaf pada Hanze.

Sejak teguran Hanze, dia hanya mengirim laporan seadanya pada Kenny. Suasana dikantor bersama Hanze juga terasa dingin baginya. Hari ini adalah hari dimana dia akan memperoleh gajinya untuk pertama kali sejak dia bergabung diperusahaan itu. Perasaan cemas dan juga rasa canggung melingkupinya tanpa pengecualian. Dia menghabiskan sarapan paginya dengan cepat dan segera kembali kekantornya untuk bekerja seperti biasa.

Dia melihat beberapa karyawan masuk dan keluar dari kantornya secara teratur. Hanze membagikan slip gaji mereka dengan memanggil satu per satu karyawan yang sudah antri disana sejak pagi. Dia berusaha focus sepanjang hari itu, dia mengetik secara asal dikeyboard komputernya, hatinya tidak tenang dan jantungnya berdebar sangat cepat, menunggu kapan gilirannya akan dipanggil oleh Hanze.

Jarum jam terus berdetak tidak jauh dari tempat duduknya. Penantiannya berakhir ketika Hanze memanggil pelan namanya. Dia memandangi sekelilingnya dan menyadari bahwa sudah tidak ada seorangpun karyawan yang antri disana. Dia mendapatkan giliran terakhir ! perlahan dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan kedepan Hanze. Pria itu mempersilakan dia duduk tanpa melihat wajahnya dan tangannya sibuk mencocokan uang yang ada didepannya dengan kertas yang berada diatas meja kerjanya.

Tapak tangannya basah dan kepalanya berusaha merangkai kata untuk meminta maaf pada Hanze yang berada didepannya itu. Tidak lama Hanze lalu memberikan uang yang sedari tadi dia hitung sambil tersenyum kecil. Dia lalu menyodorkan kertas yang berada dimeja kerjanya kepada Risa.

“Ini gaji kamu. Berhubung kamu baru masuk dipertengahan bulan, jadi ada potongan hari kerja disini, dan disini juga ada…”

Dia memperhatikan Hanze dengan serius. Bagaimana pria itu menjelaskan setiap detail yang ada pada kertas itu tidak lagi dia hiraukan. Pandangannya hanya tertuju pada pria didepannya. Semua penjelasannya terdengar seperti bisikan belaka, seolah dia telah terhipnotis oleh pria itu.

 “Apakah ada yang tidak jelas Risa ?”

Pertanyaan Hanze sontak membuat Risa terkejut dan memandang Hanze. Wajah pria itu kini terlihat kebinggungan. Bibirnya bergetar lalu sebuah kalimat terlontar begitu saja dari mulutnya.

“Saya minta maaf pada bapak soal laporan pada bu Kenny.”

Dia lalu menutup mulutnya ketika ucapan tersebut berhasil dilontarkan. Sesaat pria itu tampak binggung lalu segera sadar arah percakapan Risa dengannya. Dia lalu menyuruh agar Risa menjelaskan segala hal secara mendetail termaksud alasan kenapa dia memberikan laporan kepada Kenny. Awalnya dia sedikit ragu tetapi dia memutuskan untuk berkata terus terang kepada atasannya itu.

Setelah dia mengeluarkan segala isi hatinya, dia pergi dari kantornya. Hanze bahkan tidak merespon apapun yang dia ucapkan. Setidaknya dia telah menjelaskan kenapa dia memberikan laporan pada Kenny serta dia juga telah minta maaf pada Hanze secara langsung. Dia tidak memperdulikan hasilnya. Hatinya terasa sedikit tenang hari itu. Setelah berkeliling lapangan cukup lama, dia kembali kekantornya dan dia tidak mendapati Hanze disana. Dia kembali focus pada pekerjaannya hingga jam pulang kerja.

Dia pulang tepat waktu hari itu. Sebelum dia pulang kerumah, dia singgah disalah satu supermarket tidak jauh dari tempat kerjanya. Dia membeli beberapa pack pampers dan juga susu kotak untuk anaknya dirumah dan menyisihkan ½ gajinya untuk diberikan kepada mamanya.

Hal pertama yang dia lakukan ketika sampai dirumah adalah memeluk Male. Dia lalu memberikan gaji yang sudah disisihkan tersebut kepada mamanya. Awalnya sempat ditolak, namun karena Risa terus menyakinkan mamanya bahwa uang itu berlebih untuk dia, akhirnya uang itu diterima. Mamanya juga bertanya bagaimana situasi kerjanya bersama Hanze sore itu.

“Aku uda minta maaf. Tapi dia tidak respon.”

Mamanya lalu meminta Risa untuk memberikan waktu kepada Hanze. Mereka lalu menghabiskan waktu berdua sore itu dengan pergi berjualan bakwan seperti biasa.

Malam itu setelah pulang jualan, sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal. Yoki meminta untuk dipertemukan dengan anaknya. Dia terlalu lelah untuk membalas pesan tersebut dan memilih untuk langsung memblockir nomor itu. Dia tidak ingin memikirkan apapun malam itu. Dia terlelap dengan cepat.


Pagi itu dia masuk kantor dengan perasaan mengantung. Ketika dia membuka pintu kantornya, Hanze langsung menyapanya, membuat dirinya sedikit terkejut melihat perubahan sifat Hanze. Hanze lalu menghampirinya dan menyuruhnya untuk berada dilapangan seharian ini. Dia tidak banyak bertanya dan setelah beberapa pekerjaan administrasinya selesai, dia berjalan mengelilingi lapangan. Mungkin Hanze sudah bosan melihat dirinya terus. Dia tidak ingin berpikiran buruk, dia berjalan seorang diri dilapangan sana sambil sesekali melihat kondisi didalam kantor dari kejauhan.

Tidak lama dia berada diluar kantornya hari itu. Dari kejauhan dia melihat Kenny berjalan memasuki area pabrik. Kenny langsung masuk kedalam kantor dan disana mereka berdua duduk saling berhadapan. Dia memutuskan untuk mendekati kantornya, dia ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan disana.

Dia berjalan semakin dekat untuk bisa sekedar menguping. Dia lalu mengambil laporan disalah satu mesin tidak jauh darinya dan berjalan masuk kantor dengan wajah polos. Saat dia masuk kedalam, mereka menghentikan pembicaraan mereka seketika. Dari wajah mereka bisa dirasakannya bahwa mereka sedang dalam pembahasan serius. Dia lalu duduk dimejanya sambil berpura – pura mengerjakan laporan yang dibawa dari luar. Mereka tetap diam tanpa kata.

“Baiklah Kenny, saya rasa sudah jelas pembahasan kita. Kalau kamu tidak keberatan, silakan kembali ke kantor pusat. Banyak pekerjaanku yang tertunda karena kedatanganmu.”

Hanze bangkit dari tempatnya dan meninggalkan Kenny berdua dengan Risa. Setelah Hanze berlalu, Kenny berdeham kecil dan kini matanya sinis terarah pada Risa.

“Selamat ya, kamu sudah jadi anak buah Hanze. Tidak perlu melaporkan apapun lagi padaku. Aku tidak butuh admin yang kerjanya tidak bagus. Semoga betah bersama Hanze !”

Dia langsung berlalu setelah menghujatkan perkataan tersebut kepada Risa. Jantungnya kini terasa panas membakar, dia tidak melakukan apapun dan Kenny yang begitu ramah awalnya bisa memakinya dengan begitu kasar. Dia pergi ke wc dan disana dia mulai menangis. Setelah perasaannya mulai kembali tenang, dia membasuh wajahnya agar bekas airmatanya menghilang. Hanze sudah berada didalam kantor dan segera menghampirinya begitu Risa duduk ditempatnya.

“Kamu kenapa ?”

Dia tidak menjawab pertanyaan tersebut.

“Apakah Kenny berkata sesuatu padamu ??”

Dia tetap tidak menjawab Hanze. Dia berusaha keras menahan airmatanya didepan Hanze. Pria itu tampaknya sadar bahwa Risa tidak ingin berbicara dengannya hari itu. Dia kembali ketempatnya dan berbicara sendiri didepan laptopnya.

“Sudah aku bilang sama Kenny agar tidak menganggu pekerjaanmu lagi. Dia keberatan. Kami berkelahi tapi sekarang sudah aman kok. Mulai hari ini dan seterusnya kamu adalah tanggungjawabku.”

Dia hanya mendengarkan kata Hanze dan memendam segala emosinya. Hanze lalu pergi dari kantor itu meninggalkannya sendiri.

Ketika jam pulang tiba, dia segera pergi tanpa menunggu Hanze sama sekali. Dia juga tidak membantu ibunya jualan bakwan sore itu. Setelah berbaring beberapa menit, dia membawa kedua anaknya untuk makan malam bersama diluar.

Dipandanginya wajah kedua anaknya yang masih kecil dan begitu lugu. Ada rasa sesak tersendiri didalam dadanya. Bagaimana mereka bisa terus bertumbuh jika dia tidak bekerja. Bagaimana masa depan mereka jika dia mudah menyerah. Dia akan bertahan karena sadar bahwa mencari pekerjaan tidaklah semudah mencari pasangan. Demi masa depan kedua anaknya, dia akan berjuang habis – habisan.


Aku selalu bertanda tanya dalam hati,
Bagaimana bisa aku yang memiliki penghasilan berkali lipat bisa kekurangan,
Sementara dia yang berpenghasilan sedikit bisa bertahan bersama kedua anaknya.

(December 02, 1987)


(to be continue…)

Spread the love

2 thoughts on “Part Ten : First Salary (II)

  1. Heey There. I fopund yopur blog usjng msn. This is an extremely well written article.
    I’ll make sure tto bookmark iit annd come back tto reead moore off youhr usefl info.

    Thabks for the post. I’ll defcinitely return.

  2. I loved aas mch ass you’llreceive carried ouut right here.
    The skech is attractive, ypur authokred subject matter stylish.
    nonetheless, you ommand get got ann edginess over that yoou wish be delivering the following.
    uwell unquestionably come more formely again since exactlly the same nearrly very oftn insikde ccase youu shielld thgis increase.

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights