Zaman sekarang, menjadi baik dan ber-empati terhadap seseorang itu rasanya bukan hal yang wajib kita lakukan. Bisa dibilang, lama kelamaan aku krisis kepercayaan, atau bisa dibilang, aku lebih memilih untuk tidak berteman dengan orang yang baru dikenal dan lain sebagainya.
Mungkin aku ada salah, mungkin juga aku yang terlalu gampang tersulut sehingga hal yang aku lakukan adalah sesuatu yang didasari oleh emosi sesaat. Bukannya gimana, kadang merasa lucu juga ketika kita tidak membuat masalah, lalu orang lain mencari masalah dan kita membalasnya. Pada akhirnya, cut-off adalah hal terbaik untuk dilakukan.
Seseorang berkata padaku kemarin,
“Coba pergi ke psikolog. Kesepian sekali hidup kamu, pantas saja tidak memiliki teman, ternyata masalahnya datang dari diri sendiri.”
Well, ketika baca cuitan begitu, rasanya ingin tertawa. Apakah saat ini masih berlaku momment memiliki banyak teman tapi toxic, atau cukup teman beberapa saja namun baik dan selalu ada buat kita ?
Ini adalah sebuah cerita lucu, yang dialami oleh aku, seseorang yang suka dianggap tidak memiliki teman karena bermasalah.
Ketika aku memikirkan kembali sambil menulis kisah ini, rasanya lucu ya. Kalau aku adalah bagian yang bermasalah, mungkin aku tidak akan memiliki banyak cerita untuk dibagikan disini.
Pada dasarnya, kembali lagi kepada pribadi masing – masing dan bagaimana orang menilai hal tersebut.
Makin kesini, makin menjadi pribadi yang,
“Mau berteman ayo, kagak juga tidak masalah.”
Kejadian ini diawali pada suatu pagi, ketika seseorang berinisial U mengirimkan pesan padaku. Pesannya sederhana, “minjam uang.”
Nominalnya tidak banyak, tapi isi chatnya lumayan panjang.
Sebagai orang yang pernah minjam uang dan memiliki masalah ekonomi, dalam pikiranku saat itu, ketika aku bisa bantu, tidak ada salahnya aku mencoba membantu.
Meskipun ketika membantu, aku sempat bertanya, kenapa tidak mengunakan uang A dulu, yang kebetulan adalah adiknya. Maka ceritapun menjadi panjang.
Si U menceritakan permasalahannya dengan A dan juga pacar A, yang kebetulan bernama T.
Dari ceritanya, aku bisa menyimpulkan kalau kondisi mereka tidak baik – baik saja.
Namun, sebagai orang luar yang memang bukan siapa – siapa, aku menjadi pembaca yang baik dan membantu U, tanpa memberitahukan hal tersebut kepada A dan T.
Kebetulan aku dan A serta T berteman sekedar untuk jualan. Menurutku, kondisi ekonomi A ‘terlihat’ cukup baik. Mereka berdua bisa pergi berliburan ke KL, dan lain sebagainya, sementara kalau dibandingkan dengan cerita si U, rasanya kehidupan keluarga mereka cukup berat. Harus membayar uang sekolah, sewa rumah, biaya hidup dan lain sebagainya.
Sebagai orang yang sekali lagi ‘bukan siapa – siapa’, aku hanya berpesan agar U coba menceritakan masalahnya kepada A, yang memang kebetulan adalah sang adik. Usahanya lumayan menghasilkan menurutku, dan sekali lagi, U berkata bahwa sang adik tidak peduli. Mereka sudah cukup sering kelahi karena permasalahan ekonomi dan lain sebagainya.
Its OK.
I dont judge and I just keep it all inside.
But, after 1 or 2 week later.
U kembali mengirimkan pesan padaku, meminjam uang lagi.
Sedikit terkejut, aku memang bilang padanya saat itu untuk membicarakan hal tersebut kepada A.
Bukannya gimana, sebagai orang yang bukan siapa – siapa, mendengar banyak cerita jelek tentang sang adik yang kebetulan A tidaklah sehat bukan.
Pada akhirnya, aku kembali memberikan pinjaman padanya.
Dalam hati sudah bertekat, this is the last time I help.
Dan masih sama, aku tidak memberitahukan hal tersebut pada A, ataupun ayah mereka, yang pada saat itu masih aku kunjungi untuk membeli segelas kopi dimalam hari.
Suatu hari, A mengirimkan pesan padaku.
Dia mengajak aku berjualan disalah satu mal dengan sistem membagi tenant. Karena angka sewa lumayan tinggi, aku menolak hal tersebut namun aku mengajaknya untuk berjualan disalah satu mal lainnya bersama teman lainnya.
Dari awal kesepakatan, biaya sewa mal saja harus aku minta dan chat. Kalau dibandingkan dengan biaya sewa mal pertama yang mereka bayar, rasanya agak lucu. Mereka bisa membayar biaya sewa mal dengan angka diatas 500rb sebagai DP, sementara untuk tempat yang aku tawarkan, mereka membuatku menunggu agak lama, padahal angka sewa saat itu berada dibawah 500rb.
Karena aku tahu kondisi keuangan mereka pada saat itu, its ok to pay it first.
Memang 1 minggu sebelum event aku menagih uang sewa, dengan tujuan semisal mereka batal, aku masih memiliki waktu untuk mencari penganti.
Dan bersyukur, akhirnya mereka melunasi uang sewa.
Singkat cerita, karena ini adalah event yang aku ikutin setiap tahun, Aku memberitahu mereka bahwa mereka cukup membawa barang saja. Sementara baik tempat, meja dan lain sebagainya, bisa mengunakan meja panitia dan meja yang dibawa 2 rekan lainnya.
Dimalam hari loading, kita janjian ketemu dijam 10 malam.
Lucunya, khusus untuk mereka, kita harus menunggu hingga jam 11 malam lebih. Kenapa kita menunggu ?
Agar tidak ada rasa sakit hati dan lain sebagainya perihal pembagian tempat dan lain lain.
Its oke then ketika kita menunggu sampai mid-night dan baru selesai loading, itupun ada beberapa hal yang bikin hati kurang senang. Keesokan harinya, kita berusaha membagi kembali tempat menjadi lebih adil sehingga tidak ada berat hati dan lain sebagainya.
Yang sayangnya, A dan T datang sesuka hati.
Ibarat kata, mal buka jam 10 pagi, mereka bisa datang jam 11an atau jam 12an, dan itupun tanpa memberitahu kita kalau bakalan terlambat.
Sebagai orang yang ceritanya hidup bergantung dengan jualan, dengan kondisi seperti itu, rasanya sungguh tidak menyakinkan kalau mereka memang hidup bergantung dengan jualan.
Dihari kedua jualan, ketika T pergi dan berkata ingin membeli obat (yang ternyata tidak kembali lagi), ada salah satu pelanggan yang merupakan pembeli setia candle dan barang teman lainnya. Disana kita membantu A menjual salah satu gelang yang sayangnya salah harga.
Keesokan harinya, ketika pelanggan itu kembali, si T memberitahu pelanggan itu bahwa ternyata kita salah harga. Sungguh rasanya tidak profesional, ketika hal yang seharusnya diselesaikan antar internal kita, malah diceritakan kepada pelanggan. Disana aku mulai merasa tidak respect lagi baik dengan A dan T.
Selama berjualan 3 hari, tenant yang paling sering hilang dan tidak berkomunikasi adalah A dan T.
Kesabaran hilang, pada hari terakhir aku memutuskan untuk tidak berbicara terlalu banyak dengan mereka. Sampai ketika U memberikan komentar pada status yang aku buat.
Karena rasa percaya antara aku dan U, akhirnya aku memberitahu U apa yang terjadi selama event berlangsung. Yang sekali lagi, U menceritakan kejelekan A dan T padaku, which I just read it tanpa melakukan hal apapun diluar itu. Dan sayangnya…
A dan T membuat sebuah status yang menurutku kurang bercermin.
Mereka berkata,
“Semoga dijauhkan dari tetangga yang bilang gpp pas nitip, tapi ngomongin dibelakang.”
Bukankah itu hal yang sungguh ironis ?
Ketika kita percaya kepada sang kakak, dan hal tersebut dicertakan. Memang sih gak salah, but..
I think that is just fun ketika sang kakak selalu menjelek – kan sang adik, dan didepan sang adik bersikap lain ?
I mean, C’mon !
Jujur aku marah saat itu, aku langsung mengirimkan pesan kepada U.
Dan ironisnya, aku salah melampirkan isi chat temanku dan terkirim padanya, yang sekali lagi ternyata U memberitahukan hal tersebut kepada temanku.
Pada intinya, U sungguh bermuka 2 dengan segala cerita mirisnya dan berbuat lain dihadapan orang lain.
Ketika aku membuat status, ternyata si A marah dan berkata kalau aku berusaha merusak hubungan persaudaraan mereka. Awalnya aku sempat kesal dan mengirimkan isi pesan U kepada A.
Yang pada akhirnya aku hapus, because I think, its not important too.
I dont want to take revenge anymore.
Hal sederhana yang aku lakukan adalah membuang semua barang yang aku beli dari A, T dan U dan memutuskan hubungan dengan mereka.
What are they gonna say about me to other and in the next ?
As a Gemini, I dont really care.
Bersyukur menulis adalah hal yang aku sukai. I can write everything that I feel and forget it after that.
Semoga kedepannya aku tidak dipertemukan dengan orang yang dipenuhi cerita sedih dan lain sebagainya.
Aku memutuskan untuk meminta kembali uangku pada U. Walaupun disertai sedikit drama, pada akhirnya U mengembalikan uangku dan berkata bahwa aku sungguh toxic sekaligus profokator.
Yang menurutku, jika dibandingkan dengan semua pesan yang dia kirimkan saat itu hingga semalam, semua berbanding terbalik.
I dont really care, actually.
Buatku, I dont need people to believe in my story or what else anymore. I just want to focus build myself and be better me each day by day.
In the end, hasil akhir yang akan berbicara.
When we find the right person, we will understand even we dont say anything at all.
Karena manusia pada umumnya hanya akan percaya pada apa yang ingin mereka percaya, dan membenci apa yang mereka tidak sukai.
That is it. Bersyukur masa’nya sudah habis.