Aku menghempaskan tangan Luke sekuat tenaga. Tanpa banyak berbicara aku bangkit dari tempat dudukku dan meninggalkan Luke dengan penuh amarah. Aku harus mencari Jean dan membawa Mikasa ! Ayahku adalah monster !
Betapa bodohnya aku selama ini, meskipun aku mengetahui bahwa ayahku tidak pernah banyak berbicara denganku, harusnya aku sadar bahwa dia memanfaatkanku.
Dan Dagon, kemana dia ! Kenapa dia tidak berbicara padaku lagi !
“Josh, tunggu !”
Aku menghentikan langkahku ketika Luke memanggilku. Dia berjalan pelan dengan tongkatnya yang lincah menyentuh lantai, memastikan pijakannya aman untuk dia lewati.
“Apakah kamu akan membunuh Loren ?” tanya Luke.
“Bolehkah aku meminjam tongkatmu ?”
“Untuk apa ?”
Tanpa menjelaskan, kurebut tongkat Luke dengan kasar, keseimbangannya goyah dan dia terjatuh kelantai. Aku mengangkat tongkat itu setinggi – tingginya dan menancapkan tongkat tersebut ketubuh Luke.
Dia terdiam, tidak menjerit dan bibirnya tersenyum. Aku mencabut kembali tongkat tersebut dan melihat ujungnya yang dipenuhi oleh darah segar Luke.
“Kamu, adalah monster seperti ayahmu !”
Aku menatapnya lalu menancapkan kembali tongkat tersebut kedada Luke. Berkali – kali hingga dia tidak bergerak lagi dilantai. Dan aku tersenyum, rasa kenikmatan ini, seperti rasa yang aku dapatkan saat aku membunuh Fabo. Ya, aku mencintai rembesan darah yang menyebar luas dan mengalir terserap sekat – sekat kayu. Terlihat begitu indah dimataku.
Aku menyeret tubuh Luke kehalaman belakang sekolah, tidak ada siapapun disana dan kugali lubang sedalam tubuhnya. Aku menguburnya disekolah ini dan sebelum aku meninggalkannya, kuambil tongkatnya dan kutancapkan diatas kuburannya. Terimakasih Luke atas penglihatan yang kamu berikan. Aku akan mengikuti permainan ayahku dan membunuhnya.
Segel perjanjian antara aku dan Luke tidak terlepas meskipun Luke sudah mati. Aku akan membunuh ayahku dengan cepat sebelum segel ini menjalar keseluruh tubuhku !
Aku berjalan pergi meninggalkan sekolah ini, aku pulang kerumahku dan merapikan ruangan kecil didalam menara tempat dimana Theo memberitahu semua rahasia ayahku. Dan aku mulai mencoba satu persatu sisa ramuan yang ada disana. Aku juga tidak segan membunuh para tahanan disana untuk memuaskan hasratku.
Dia memperhatikan Josh pergi dari sekolah tersebut. Setelah memastikan Josh sampai dirumah lewat seorang pelayannya yang berada disana, dia akhirnya masuk kedalam sekolah tersebut. Penjaga disana sudah mengenalnya sejak dulu, Baginya, bertemu dengan Luke adalah hal yang mudah untuk dia lakukan.
Dia begitu terkejut saat melihat bekas darah dilantai kayu itu. Dia tidak menemukan Luke didalam ruangan manapun. Dalam keadaan panik, dia melihat pintu akses belakang terbuka. Dia terpaku pada tongkat Luke yang berdiri tegap diatas gubukan tanah yang tampak masih baru.
Dia tersujud didepan gubukan tanah tersebut dan kedua tangannya menutup matanya, aliran hangat keluar dari sela jarinya. Dia menangis dalam kesunyian. Luke yang menjadi temannya berbagi berbagai cerita kini sudah tiada. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Josh juga akan membunuh Luke.
Setelah beberapa saat berduka untuk Luke, dia mengusap sisa airmatanya dengan cepat. Dia lalu mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol disana dengan tenang. Tidak dibutuhkan waktu lama seseorang menjawab panggilannya.
“Aku ingin kamu menghilangkan jejak mayat dibelakang bangunan tua sekolah sekarang.”
Dia lalu bangkit berdiri dan berjalan pergi meninggalkan bangunan tua tersebut. Kembali kerumah dimana Josh berada dan bertekat untuk membantu Josh membunuh ayahnya, Loren Pars.
(to be continue….)
Thank you ffor any otuer inforemative weeb site. Whede elsae maay I gget thatt ype oof ihfo writften in such a perfect method?
I hve a challlenge that I’m just now working on, and I’ve been att tthe llook out for such
information.