Aku tersentak dan segera memegang pipiku. Sakit dan perasaan Toma saat itu sungguh nyata. Kupandangi Luke didepanku, dia benar – benar membawaku kedalam ingatan Toma, bahkan setiap perasaan Toma saat itu begitu jelas kurasakan.
“Apa yang terjadi setelah itu ?”
“Kamu ingin mengetahui sampai bagaimana dia mati ?”
“Aku ingin mengetahui setiap perasaan Toma hingga saat terakhirnya.”
Luke mengerutkan keningnya. Dia jelas tidak memiliki alasan apapun untuk memberitahuku. Suasana hening terasa diantara kami berdua, hingga akhirnya Luke memutuskan untuk membantuku.
“Aku akan menunjukannya padamu, tapi kamu harus membunuh siapapun orang yang telah membunuh Toma. Bagaimana ?”
Permintaan yang jelas sungguh berat bagiku, Tetapi siapapun yang membunuh Toma, pasti akan membunuhku juga. Aku tidak memiliki bayangan akan siapa pembunuh Toma tetapi aku mampu merasakan bahwa orang tersebut bukanlah seseorang yang asing bagiku.
“Baiklah, aku berjanji.”
Luke lalu membacakan sebuah mantra dan tidak lama sebuah tanda kecil muncul ditangan kananku. Luka bakar dipunggungku terasa panas sesaat lalu hilang. Kulihat tanda kecil tersebut, seperti sebuah segel antara aku dan Luke.
“Jika kamu tidak memenuhi janjimu. Maka segel ini akan membunuhmu seiring dengan waktu.” kata Luke sambil tersenyum tipis.
Aku hanya menatap Luke tajam dan kugenggam tangannya dengan erat, aku ingin dia membawaku kembali. Kembali menjadi Toma semasa dia masih hidup dan mencari tahu kebenaran sesungguhnya. Aku tidak peduli kepada apapun selain kenyataan kelam yang selama ini terpendam dihati Toma.
Dia menatap kosong menembus jeruji yang kini berada didepannya. Dinginnya sel itu tidak membuatnya merasakan ketakutan akan hidupnya lagi. Pikirannya dipenuhi oleh penyesalan masa lalu dan juga perkataan tuan mudanya sejak malam itu. Dia kehilangan jati dirinya. Diselamatkan oleh Theo malam itu membuatnya berpikiran pendek dan dendam menjadi alasan utamanya bertahan hidup kala itu.
Dia tidak pernah membayangkan perjumpaannya dengan Josh dan persahabatannya dengan Jean telah mengubahnya. Rasa dendam yang dia miliki perlahan sirna tanpa dia inginkan. Tentunya hal ini membuat Theo marah dan ingin menyingkirkannya. Kini Theo sudah tidak ada, dia merasakan benang kendali terlepas begitu saja dari pundaknya selama ini. Hal yang harus dia lakukan saat ini adalah bagaimana dia bisa kembali kesisi tuan mudanya.
Lamunannya hilang ketika dia merasakan seseorang mengunjunginya. Dia terlalu lelah untuk berbicara saat itu, hanya ingin sendiri. Dia memutuskan untuk berpura – pura tidur. Aroma parfum yang khas tercium olehnya, Ah Jean. Apa tujuannya kesini. Dia tidak berusaha menyapa wanita itu namun wanita itu mengetahui tingkahnya.
“Kamu seharusnya memberitahu tuan muda cerita sesungguhnya.”
Dia tidak merespon wanita itu sama sekali sampai wanita itu berlalu begitu saja. Kembali keheningan mengelilingi dirinya dalam sel tersebut. Kini dia memikirkan makna dari perkataan wanita itu, mungkin benar akan lebih baik baginya jika memberitahu kebenaran yang sesungguhnya kepada tuannya.
Tidak lama setelah wanita itu berlalu, dia mulai merasakan aura lain berada disekitarnya. Semakin lama semakin terasa. Dari kejauhan dia bisa mendengarkan antukan tongkat dilantai. Dia bangkit berdiri dan menunggu dari balik sel. Loren mengunjunginya.
“Toma.. Toma..”
Dia menelan ludahnya, bibirnya tidak dapat mengucapkan sepatah katapun didepan Loren. Dia hanya berdiri kaku dan matanya hidup memandang Loren yang kini berada didepannya. Selnya terbuka, Loren berjalan mendekatinya dan salah satu tangannya memegang bekas luka yang berada dipipinya.
“Ini pasti menyakitkan bagimu.”
Dia terpaku, melihat tangan Loren yang menekan luka tersebut, membuat darah segar dari pipinya kembali mengalir dengan derasnya. Tidak ada rasa sakit yang dia rasakan. Loren kemudian menarik tangannya dan mengicipi darah Toma dengan lidahnya. Loren lalu tertawa dengan keras. Suaranya memenuhi seluruh ruangan tersebut. Dia mulai bergetar hebat melihat sosok Loren, kembali masa lalu dimana tawa tersebut telah menghancurkan keluarganya terlintas dibenaknya.
“Oh, budak Theo. Sudah sejak awal aku mengetahui bahwa Theo adalah penghianat. Membunuhnya tidak akan membuatku senang. Tetapi permainan ini, aku sungguh menikmatinya.”
Loren lalu menatapnya. Tawanya hilang dan wajahnya berubah seketika dengan cepat. Jantungnya kini semakin berpacu dengan aliran darahnya. Dia tidak ingin mati begitu saja tanpa perlawanan.
“Aku akan memberitahumu sesesuatu, Tom.”
Matanya terbelalak mengetahui bahwa Loren lah orang yang telah membunuh keluarga Luke. Dan kenyataan dimana air suci yang diberikan Theo padanya selama ini bukanlah minuman untuk menenangkan tuan mudanya, melainkan minuman untuk menghilangkan ingatan tuan mudanya secara perlahan. Sedikit demi sedikit jati diri tuan mudanya akan dikikis dan Dagon akan lebih mudah menguasai dirinya. Hilangnya Dagon setiap kali tuan mudanya menelan air tersebut bukan karena dia melemah, melainkan tertidur sesaat.
Loren memanfaatkan setiap orang yang berada disekelilingnya, termaksud anaknya sendiri Josh. Dan Luke adalah saudara Toma. Mereka adalah saudara dari ayah yang berbeda. Dia mulai mengetahui kenyataan kenapa dia tidak pernah berjumpa dengan ibunya.
Tepat setelah kelahiran Toma, ibunya pergi meninggalkan ayahnya dan membangun kehidupan baru bersama ayah Luke. Ya, ibu Toma dan Luke adalah penyihir. Berpindah dan menjalani hidup dengan orang yang berbeda demi menjaga kelangsungan hidupnya, namun akhirnya Loren membunuhnya untuk mendapatkan kekuatannya. Dagon yang bersemayam didalam tubuh ibu mereka.
“Sayangnya Dagon mencintai anak kecil, Dia berpindah pada Josh.”
Dia mengeram kuat. Kemarahan tampak jelas dimatanya. Dia begitu ingin membunuh Loren saat itu juga. Air mata turut jatuh membasahi pipinya. Loren tidak memperdulikan amarahnya dan terus melanjutkan ceritanya.
“Oh dan satu lagi tentang Jean.”
Jean, adalah anak pertama Loren sebelum bersama Keysa. Loren yang tidak ingin memiliki anak pertama seorang perempuan akhirnya memberikan anak tersebut kepada ayah Toma. Jean hidup seorang diri dan ayah Toma adalah orang yang membesarkannya secara diam – diam.
“Josh adalah anak yang kuat. Setiap anakku akan menumbalkan ibunya, tapi berbeda dengan Josh. Keysa mati saat melahirkan Mikasa. Bukan dirinya.”
Geramannya semakin keras, kini luka dipipinya mulai terasa sakit. Kakinya seketika lemas dan dia terjatuh dilantai.
“Ups, sudah habis waktunya. Baiklah Toma. Terimakasih atas kebaikkanmu selama ini. Kamu adalah penjaga rahasia yang baik.”
Dia berusaha meraih kaki Loren dan mengenggamnya sekuat tenaga. Loren kini memandanginya dengan wajah penuh kejijikan. Loren menusuknya dengan tongkat ditangannya. Dia tidak sanggup menahan jeritan yang keluar dari mulutnya. Darah segar ikut mengalir keluar.
Loren mengangkat kembali tongkatnya dan menusuk dadanya kembali, Loren menghentikan kesenangannya saat melihat tubuhnya sudah tidak berdaya lalu meninggalkannya disana. Dengan nafas tersengal – sengal, dia mengerakkan tangannya dengan penuh perjuangan. Mengukir huruf didinding dan sebelum dia sempat menyelesaikannya, dia memejamkan matanya dan semua rasa sakit yang dia rasakan hilang begitu saja.
(to be continue…)