Udara pagi berhembus pelan menerpa pipiku. Aku tertidur dikursi goyangku. Kepalaku terasa begitu berat, aku masih tidak bisa menerima kenyataan penghianatan Toma. Setelah berpikir semalaman, aku memutuskan untuk bertemu dengan Toma hari ini.
Meja belajarku kosong tidak berisi, biasanya selalu ada tea hangat disana. Aku masuk kedalam kamar mandi dan membiarkan dinginnya air pagi mulai membasahi tubuhku. Pikiranku hanya dipenuhi kenyataan dimana Toma telah menghianatiku.
Setiap kali aku membayangkan penghianatan Toma, setiap saat itu juga kebaikan Toma padaku terlintas. Dia yang menjadi salah satu temanku sejak malam pertama kami bertemu, dia yang mengajariku banyak hal, dia jugalah yang telah membantuku lolos dari jeratan hokum pembunuhan Fabo. Sungguh aku begitu menikmatinya, membunuh Fabo membuatku begitu bahagia, dan pada saat bersamaan, aku merasa seperti bukan diriku.
Rumah ini terasa begitu sepi sejak Toma berada ditahanan. Kulewati ruang tamu dan melihat Jean sedang duduk seorang diri disana. Dia sedang melukis sesuatu. Aku tidak memanggilnya dan aku teringat akan perkataan Jean untuk mengunjungi Toma didalam tahanan. Jean tahu tentang menara itu, bahkan dia tahu Toma dikurung disana. Aku juga mulai mempertanyakan bagaimana Monte dan Mikasa bisa berada disana, apakah Monte membawanya kesana, ataukah Toma menculik mereka kesana.
Aku lalu berdeham sedikit dan duduk disalah satu kursi yang berada tidak jauh dari tempat Jean melukis. Dia tidak melihatku, dia begitu fokus pada gambar yang sedang dia buat. Dia pasti masih marah denganku.
“Jean, sedang gambar apa hari ini ?” tanyaku pelan.
“Hm…?”
Jean terlihat tidak ingin diganggu, aku mencondongkan tubuhku untuk mengintip kearah lukisannya. Kuperhatikan gambarnya baik – baik, sekilas tampak seperti wajah seseorang namun dominan gambarnya dihiasi pepohonan. Seseorang didalam hutan. Aku berusaha menebak gambar yang dia buat. Jean tampak risih dan meletakkan kuasnya lalu menoleh kearahku dengan wajah kesalnya.
“Jika kamu tidak sibuk, kenapa tidak mengunjungi Toma ?”
Wajah dan bahasa judesnya membuat hatiku kesal, tetapi aku tidak bisa marah padanya. Aku segera meninggalkannya sebelum dia marah besar padaku. Aku menyusuri taman dan melihat para pelayan yang sedang membersihkannya, kupandangi wajah mereka dan menyadari bahwa hidup mereka sebenarnya begitu menyedihkan.
Mereka merasa begitu beruntung bisa berada disini, dan disisi lain, mereka akan ditumbalkan kapan saja ketika diperlukan. Theo sudah tidak ada, Toma berada didalam kurungan. Dan ayahku, aku bahkan tidak tahu bagaimana menemukannya meskipun aku begitu ingin berbicara langsung padanya.
Rasa rinduku pada Toma tidak dapat kutahankan, setidaknya aku akan mendengarkan perkataannya untuk terakhir kalinya. Kuberanikan diriku untuk membuka pintu akses masuk menara tersebut, tidak terkunci sama sekali. Aku masuk kedalam dan berjalan menuju perpustakaan, tidak ada satu orangpun disana. kuperhatikan perpustakaan tersebut dengan cermat dan kusadari ruangan ini dipenuhi oleh beberapa rak yang berisikan buku bersampul kulit.
Aku berjalan mendekati salah satu rak dengan buku bersampul merah tua dan mengambilnya. Debu tebal menjadi penghias buku tersebut. Buku ini bertuliskan huruf yang tidak kumegerti sama sekali, setelah membalikkan beberapa halaman secara acak, aku meletakkan kembali buku tersebut dan memutuskan untuk menjelajahi menara ini. Kali ini aku tidak merasakan ketakutan apapun, aku akan mencari tahu rahasia keluargaku dan kebenarannya sendiri.
(to be continue….)