Chapter Thirteen : Another Lie

0

Dia mengusap airmatanya ketika sadar bahwa ada seseorang yang mendekat ketempatnya.

Spread the love

Dia membuka matanya, pandangan didepannya terlihat berbayang – bayang. Sekelilingnya gelap dan hanya ada sedikit cahaya remang – remang. Aroma lumut tidak terlepas dari penciuman hidungnya. Dia berada diruangan yang begitu kecil dan didepannya terdapat jeruji – jeruji besi. Dia dipenjarakan ! Dia menghembuskan nafasnya dengan begitu berat.

Disandarkan tubuhnya pada dinding berlumut itu. Dia duduk membisu disana, pikirannya mulai membawanya melayang jauh pada masa kecilnya, saat dimana dia masih bisa bermain dan tertawa dengan begitu bahagianya bersama ayahnya. Lalu hari dimana ayahnya pergi karena keadaan darurat dan pulang dengan muka begitu pucat.

Ya, malam itu adalah malam terakhir dia melihat ayahnya, sebelum Loren Pars datang kerumahnya dan membunuh ayahnya sama seperti yang terjadi pada Theo. Dia tidak pernah melupakan tawa bahagia Loren saat melihat wajah ayahnya yang tidak bernyawa, membakar seisi kediamannya dan menyisakannya untuk tetap hidup dan menderita seperti saat ini.

Tetesan hangat turun membasahi pipi kirinya, dia tidak pernah berpikir bahwa pengabdian keluarganya selama 13th tidak pernah ternilai dimata Pars. Sebagai generasi ke 14th, dia seharusnya dapat mengubah nasib keluarganya, atau setidaknya membalaskan dendam ayahnya, namun kini dia hanyalah manusia yang tidak berdaya, tidak memiliki apapun dan menunggu sisa – sisa terakhir hidupnya didalam sel tahanan. Tempat dimana orang – orang yang sudah dilupakan berada.

Dia lalu memikirkan nasib Josh. Akankah dia mampu menjadi penerus keluarga yang lebih baik, atau akan berakhir lebih buruk daripada Loren Pars. Rasanya sudah bukan urusan yang perlu dia pikirkan lagi. Josh sendiri sudah tidak mempercayainya. Dia bahkan sudah tidak tahu siapa yang benar dan salah.

Bagaimana dia bisa dengan mudahnya memalsukan kematian Fabo dan mengikuti begitu saja perkataan Loren Pars. Bagaimana juga dia bisa mengikuti perintah Theo begitu saja dengan mudahnya. Dia bekerja untuk dua orang yang berbeda dan juga harus melindungi tuan mudanya. Dia bahkan tidak tahu apa yang ada dipikirannya saat itu sehingga dia bisa melakukan itu semua.

Niat awalnya untuk membalas kematian ayahnya perlahan sirna begitu saja. Setiap kali dia melihat tuan mudanya, ada perasaan kasihan terhadap dirinya. Dia begitu ingin memberitahu tuannya tersebut bahwa kematian ibunya berhubungan erat dengan ayahnya sendiri. Tapi dia selalu mengurungkan niatnya agar kelak tuan mudanya tidak membenci nona.

Setiap mimpi buruk yang dialami terus menerus oleh tuan mudanya sempat membuatnya khawatir sesaat, namun Theo seolah bisa membaca situasi dengan baik dan berada dipihak yang baik pula. Air suci yang diberikan pada tuan muda merupakan air yang diberikan Theo. Dia tidak bertanya akan kegunaan air itu. Dia percaya dengan mudahnya pada Theo. Ya, semua dia lakukan asal tuan mudanya tidak terluka dan baik – baik saja.

Dia mulai tersadar bahwa semua orang yang dia percaya masing – masing bersaing untuk merebut kekuasaan dan kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Pars. Hal yang paling membuat dia sedih adalah ketika dia mulai menyadari bahwa orang – orang yang dia pikir peduli padanya ternyata hanya memanfaatkannya semata. Dia mulai kehilangan harapan bahwa tuannya akan kembali mempercayainya setelah kejadian tersebut.

Dia mengusap airmatanya ketika sadar bahwa ada seseorang yang mendekat ketempatnya. Dia tidak ingin menerima kunjungan siapapun saat ini.

“Tom ?”

Jean mengunjunginya !

“Apakah kamu sudah bangun ?”

Dia tidak menjawab. Dia hanya membiarkan wanita itu berdiri disana dan berharap dia segera pergi meninggalkannya.

“Tom, aku tidak bisa berada disini terlalu lama, ayolah. Jangan berpura – pura tidak sadarkan diri.” Bujuk wanita itu.

Dia hanya diam, tidak ada satu orangpun yang layak untuk dia percayai lagi.

“Baiklah Tom, aku tahu kamu marah. Tapi ini belum berakhir. Besok tuan muda akan mengunjungimu, dan kamu harus berbicara kejadian sesungguhnya. Dia pasti akan mengerti.”

“Aku tahu kamu tidak pernah percaya padaku. Tapi sekali ini saja, aku mohon padamu untuk menjadi dirimu sendiri.”

Dia tetap tidak mengubris perkataan wanita itu. Membiarkan wanita itu berjalan pergi meninggalkannya. Dia membuka matanya dan kini dia mulai memikirkan perkataan wanita itu.

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights