Dia memperhatikan terus hingga tuannya benar – benar berlalu dari sana. Tangannya terkepal begitu kuat, dia telah dibohongi. Pikirannya kini sibuk memikirkan berbagai hal yang kemungkinan telah terjadi antara tuannya dan orang itu, kemungkinan akan apa yang disampaikan pada tuannya serta kemungkinan rencana yang dia jalankan selama ini akan gagal begitu saja.
Dia kemudian melihat kembali menara hitam itu. Lampu dipintu depan masih menyala, dia melihat orang tersebut masih berada didepannya, sedang memperhatikan tuannya yang berjalan semakin mendekati bangunan dimana dia berada. Sosok itu kemudian melambai kearahnya, dia terkejut, dan sosok itu kemudian menghilang kedalam bangunan. Jantungnya berdebar semakin tidak beraturan, dia akan menyelesaikan urusannya segera setelah bertemu tuannya.
Pintu belakang terbuka, tuannya masuk dan langsung berjalan menuju kamar nona Mikasa, dia yang sejak tadi berada dibalkon lantai dua segera turun dan mendekati tuannya, dia terlalu mahir untuk menyembunyikan kemarahannya, Wajahnya kini tenang dan menyambut tuan mudanya seperti biasa.
“Selamat malam tuan, makan malam sudah siap di dapur.”
“Apakah Mikasa dan Monte sudah makan ?”
“Mereka sudah makan sejak tadi tuan, dan sekarang sedang beristirahat.”
Dia melihat tuannya membuka pelan pintu kamar nona kecilnya dan berjalan masuk kedalam. Dia menunggu diluar dan berusaha tetap tenang. Dia tidak boleh gegabah, satu kesalahan kecil akan mengakhiri semua rencananya. Tidak dibutuhkan waktu lama kini tuannya sudah berjalan keluar dari kamar nona kecil, melihatnya sekilas lalu berjalan keruang makan, dia mengikuti tuannya seperti biasa.
“Aku ingin sendiri malam ini.”
Dia segera menghentikan langkahnya setelah mendengarkan ucapan tersebut dari tuannya. Tangannya bergetar hebat dan gerahamnya terdengar berderak. Tuannya terus melanjutkan langkahnya dan tidak berpaling sedikitpun kearahnya. Masuk keruang makan dan meninggalkannya sendirian dikoridor rumah. Tidak ada satupun pelayan disana yang berani melihatnya, mereka bekerja seolah tidak mendengarkan apapun.
Pikirannya kini dipenuhi oleh berbagai dugaan, perasaan takut dan cemas kini juga menghinggapi dirinya. Untuk pertama kalinya dia tidak makan malam bersama tuannya. Dia memutuskan untuk kembali kekamarnya lebih awal dari biasanya. Kamar pribadinya terletak dekat dengan ruang belajar tempat dimana Fabo kehilangan nyawanya.
Cepat – cepat dia buang pikiran tersebut dan tangannya meraih kunci kamar yang terletak disaku jasnya. Dia memasukan kunci tersebut dan menyadari bahwa tangannya bergetar dengan hebatnya.
(trek)
Pintu kamarnya terbuka dan dia segera masuk kedalam. Menutupnya dan menyalakan lampu yang berada dipojok atas samping pintunya. Ditatapnya kamar tersebut dan matanya berkaca seketika. Sudah sejak kecil dia bersama dengan tuan mudanya, dan kini dia merasakan kesepian yang begitu luar biasa menghantamnya.
Dia berjalan kesalah satu meja kayu kesukaannya, meja ini sudah tidak sekokoh saat pertama kali dia mendapatkannya. Meja ini tidak pernah dia ganti karena telah menemaninya belajar dan melihatnya bertumbuh hingga saat ini.
Sebuah foto pudar terpajang diatasnya, dibingkai dengan begitu indah. Dia mengambilnya dan menatap tajam kedalam foto tersebut. setetes air matanya terjatuh diatas foto tersebut. Diciumnya pelan foto tersebut lalu diletakannya kembali keatas meja. Dia kemudian mematikan lampu kamarnya dan menguncinya kembali. Dia memutuskan untuk meninggalkan bangunan utama tersebut dan menyelesaikan apa yang sejak dulu seharusnya sudah dia selesaikan !
“Disaat hati tak lagi percaya akan apapun dan luka mulai terasa begitu menyakitkan, disaat itulah aku mulai berubah. Menjadi orang lain terasa begitu menyenangkan bagiku.”
(to be continue……)