Keheningan terjadi sesaat setelah Theo menyelesaikan ceritanya. Aku tidak mempercayai apapun yang baru saja aku dengar dari Theo. Ini tidak mungkin suatu kenyataan.
Aku tidak tahu harus berkata apa setelah mendengar apa yang barusan dia ceritakan, ditambah aku melihat sendiri para tahanan itu.
Jean, bagaimana dengan Jean !
“Apakah Jean tahu ?”
“Hmm ?”
Theo hanya bersenadu tanpa menjawab pertanyaanku. Dia kini sibuk didapur kecilnya. Aku tidak ingin menganggunya dan memilih untuk berjalan melihat isi – isi rak yang sejak pertama kali menjadi perhatian utamaku.
“Apa isi masing – masing botol ini ?”
“Disana ada tulisannya tuan.”
“Bukan, maksudku apa kegunaannya ?”
“Itu adalah ingatan seseorang yang dikeluarkan dan siap dipindahkan kepada orang lain. Bertukar peran.”
“Hanya itu saja ?”
“Tidak tuan, beberapa ramuan lainnya dipercaya oleh tuan Loren dapat membantunya mendapatkan keabadian saat digunakan secara berkala.”
Kuambil salah satu botol yang menarik perhatianku dan sedikit mengoyangkannya, cairan dibotol ini sangat kental dan berwarna merah pekat. Kuperhatikan kembali botol ini dan kubandingkan dengan botol lainnya, tidak memiliki label apapun.
“Bagaimana dengan yang ini, Theo ?”
Theo memutar badannya dan melihat botol yang kuancungkan tinggi, dia menghentikan pergerakan tangannya dan diam sebentar lalu kemudian mencuci tangannya. Dia lalu mengangkat keranjang kecil disampingnya dan berjalan kearahku.
“Tuan, sudah waktunya memberikan mereka makanan.”
“Kamu tidak menjawab pertanyaanku Theo !”
“Itu hanyalah darah salah satu pelayan dikurungan tersebut tuan.”
“Kenapa tidak ada labelnya ?”
“Itu baru didapatkan tuan, belum sempat untuk saya kerjakan. Apakah tuan ingin ikut memberikan makan ?”
Kuperhatikan keranjang ditangan Theo dan memperhatikan botol ini sekali lagi. Kuletakan botol tersebut dengan hati – hati dan ikut bersama Theo memberikan mereka makanan.
Theo berhenti dipintu pertama sel dari ruangan kami, berjongkok dipintunya dan menunggu. Aku tidak ikut berjongkok dan hanya memperhatikan. Kuperhatikan isi keranjang yang terdiri dari beberapa potong roti yang sudah kering. Theo mungkin memasukan selai kedalamnya tadi.
Tidak dibutuhkan waktu lama, aku mendengar suara seretan dilantai seperti sebelumnya. Kali ini terdengar lebih tenang daripada tadi, dan sebuah tangan yang kurus terjulur keluar, meminta makanan. Theo mengambil satu potong roti yang ada dikeranjang dan memberikan kepadanya. Dan tangan itu segera kembali kedalam. Aku tidak bisa melihat sosoknya karena disini terlalu gelap.
Theo bangkit berdiri dan berjalan kesel berikutnya dan melakukan hal sama. Aku tidak bertanya apapun padanya dan hanya mengikutinya sampai seluruh sel ini selesai diberikan makan dan kami kembali keruangan tadi.
“Apakah mereka akan kenyang dengan sepotong roti ?”
“Tentu saja tuan. Mereka tidak membutuhkan lebih banyak makanan karena mereka sudah tidak dibutuhkan. Sebentar lagi sel – sel disini akan diisi oleh penghuni baru dan tuan bisa mendengarkan jeritan mereka setiap malam.”
“Penghuni baru ?”
“Setiap pelayan yang pergi dari kediaman Pars, bukanlah pergi karena keinginan mereka, melainkan karena mereka akan ditumbalkan untuk kepentingan keluarga Pars.”
Aku terkejut tidak percaya akan perkataan Theo barusan.
“Ibu tuan tidak pernah mengajak tuan kesini dan menceritakannya bukan ? beliau adalah orang baik yang tidak ingin anaknya mengetahui kepahitan dibalik kesuksesan keluarga Pars tuan.”
“Ibu tidak mungkin membohongiku selama ini !”
“Tenanglah tuan, beliau hanya berusaha melindungi tuan. Hal tersebut telah membuatnya kehilangan nyawanya sendiri.”
“Ceritakan padaku saat ini juga, Theo !”
“Tuan, ketika saatnya tiba, tuan akan mengetahui semuanya. Mari kita kembali kerumah utama.”
“Kamu berjanji akan menceritakannya ?”
Theo menganggukkan kepalanya dan lalu mematikan penerangan yang ada diruangan tersebut, membuat seluruh ruangan ini kembali gelap. Aku mulai kehilangan penglihatanku, namun tidak seperti sebelumnya, tangan Theo kali ini memegangku dan menuntunku berjalan.
Tidak lama pintu terbuka dan cahaya redup ruang tahanan menjadi satu – satunya penerangan kami. Kami berjalan dalam keheningan dan entah kenapa saat itu genggaman tangan Theo membuatku merasa begitu tenang. Dia tidak melepaskan genggamannya meskipun mataku sudah bisa melihat sendiri, dan aku tidak keberatan karenanya. Begitu sampai kedasar menara, Theo melepaskan genggamannya dan mempersilakanku untuk kembali kerumah utama, sementara dia tetap berada didalam menara seperti biasa.
Kulambaikan tanganku dan dia memberikan senyumnya untuk pertama kali. dan kami kembali ketempat kami masing – masing seolah tidak ada sesuatupun yang terjadi.
(to be continue…..)