Chapter Ten : A Room [02]

0

Obor tersebut lalu terarah padaku, memberikan rasa panas didepan wajahku.

Spread the love

Tidak dibutuhkan waktu lama, Toma segera berlalu dari depan pintu. Dengan tenang Theo menutup kembali pintu perpustakaan tersebut. Setelah aku merasakan bahwa Toma sudah keluar dari menara ini, dengan kondisiku yang sudah lebih baik, kupaksakan tubuhku berdiri dari kursi tersebut dan berjalan mendekati Theo.

“Kamu tahu !” kataku.

“Kamu tahu apa yang terjadi selama ini dengan Monte !” kataku lagi, kali ini dengan suara yang lebih keras dari pertama kali. Theo hanya diam.

“Dan kamu masih memberikan Mikasa padanya !” amarahku meledak.

“Tenanglah, tuan.” Jawab Theo sederhana, membuatku semakin murka padanya.

“Bagaimana aku bisa tenang disaat aku tidak mengetahui apapun yang terjadi disekitarku !” tanganku kuat memukul meja yang berada didepannya.

“Kenapa Theo ! apa yang sesungguhnya terjadi ! Dan kamu… ternyata begitu akrab dengan Toma !” suaraku kini tidak sekuat tadi.

Didalam suaraku terkandung getaran kecil yang berusaha kutahan agar tidak keluar. Aku merasa begitu lelah akan keadaan yang ada dan merasa sungguh tidak berdaya.

“Siapa Dagon ?”

Theo hanya diam dan tidak menjelaskan apapun padaku. Dia lalu memberikan aba – aba padaku untuk mengikutinya. Tanpa keraguan apapun dan bertekatkan ingin mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, aku mengikuti Theo.

Meskipun aku adalah pewaris sah keluarga, aku tidak pernah menjelajahi bangunan ini. hanya perpustakaan saja. dan Theo yang sejak dulu begitu dingin padaku, kini seolah berubah menjadi orang yang berbeda dengan yang biasa kukenal. Dia memang pendiam, tapi sungguh ajaib rasanya dia mengajakku mengelilingi bangunan ini. Aku dipenuhi berbagai perasaan, selain semangat yang begitu mengebu dan rasa takut jika ayah mengetahuinya. Ini adalah hal yang jelas akan mencelakai Theo dan diriku.

Bisa dikatakan tenaga Theo sudah tidak sebagus diriku diusianya yang masih sekitaran 40th. Dia berjalan terlalu pelan. Aku berusaha sabar dan terus mengikutinya menjelajahi lorong yang panjang. Kuperhatikan dinding bangunan ini dan jariku akhirnya menyentuhnya. Merasakan lembabnya bebatuan yang menyatu menjadi dinding pertahanan yang kokoh dalam menara ini. Dinding disepanjang terowongan yang kami lalui tidak luput dari pertumbuhan lumut yang sudah menghitam karena usia.

“Kemana kamu akan membawaku, Theo ?”

Suaraku mengema memenuhi seluruh terowongan ini.

“Sebentar lagi tuan.” Jawab Theo tanpa menghentikan langkahnya.

Udara dibangunan ini semakin dalam semakin terasa begitu lembab. Sudah berapa lama tempat ini tidak dijelajahi oleh orang selain Theo. Aku akan bertanya semua yang diketahui Theo, dan sebagai antisipasi dia melapor pada ayahku, mungkin lebih baik aku membunuhnya setelah pertanyaanku semua terjawab. Membunuh Theo. Pikiranku mulai sibuk mencari cara bagaimana melakukannya.

Kami sampai disebuah anak tangga yang begitu gelap. Kuperhatikan Theo mengambil salah satu obor yang berada disana dan berhenti sebentar. Obor tersebut lalu terarah padaku, memberikan rasa panas didepan wajahku. Secara spontan aku mundur kebelakang dan segera memasang kuda – kudaku didepan Theo.

“Apakah tuan takut pada saya ?” tanya Theo tenang.

 Wajahku berkeringat dan jantungku berdebar dengan cepat.

“Tuan tidak perlu cemas. Saya tidak akan membunuh tuan. Dan saya berharap tuan juga tidak memiliki niat buruk dengan membunuh saya.”

Theo benar – benar bisa membaca pikiranku. Siapa dia sebenarnya !

“Aku tidak takut !” kataku tegas.

Kami meneruskan perjalanan kami. Api obor yang berada ditangannya menjadi salah satu penerang yang ada. Hatiku mulai berdebar tidak menentu. Tidak sabar melihat apa yang menungguku dibalik tangga ini.

“Perhatikan langkah anda tuan, sebentar lagi kita akan sampai.”

Aku tidak pernah menjelajahi menara ini sejak kecil sehingga aku tidak tahu apapun tentang tempat ini. Inilah saatnya bagiku untuk mengetahui seluruh detail kawasan keluargaku.

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights