Chapter Seven : It’s Just Weird [02]

0

Aku tersenyum kecil pada mereka dan mulai berjalan ketaman kesayanganku.

Spread the love

(“Seseorang, tolong !”)

Aku terus berlari dan berusaha menemukan asal suara tersebut. Lorong ini terasa begitu panjang. Aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan karena instingku hanya berkata untuk terus berlari, mendekat pada suara yang menjerit meminta pertolongan tersebut.

(“Hentikan, kumohon !”)

Suara itu kembali terdengar olehku dan kini semakin jelas. Aku bisa merasakan suara tersebut bergema begitu hebat memenuhi seluruh lorong ini. Nafasku mulai terasa sesak namun tidak kuhentikan langkahku sama sekali. Aku terus berlari sampai langkahku terhenti ketika aku berhasil melihat sebuah pintu besar yang berada diujung lorong ini. Pintu ini memiliki ukiran kuno disekelilingnya. Tempat ini sungguh tidak asing bagiku. (“Jangan !!”)

Aku tersentak saat suara jeritan wanita itu kembali terdengar olehku. Kali ini lebih jelas dan tepat berada dibalik pintu ini. Aku mulai berkeringat dan dapat kurasakan jantungku kini sedang berpacu dengan kencangnya.

(“Lepaskan !!”)

Suara itu terdengar sungguh familiar. Kubulatkan tekatku dan kuberanikan diriku. Kupegang gagang pintu yang dingin itu, perlahan kuputar dan kugeser pintunya, tidak terkunci. Cahaya ruangan tersebut mulai menerangi wajahku. Kupicingkan mataku untuk melihat kedalam ruangan tersebut. Samar – samar bisa kulihat ada beberapa orang berdiri disana. Wajahnya tidak bisa kuperhatikan dengan jelas karena mereka mengunakan pakaian aneh dan berwarna gelap. Aku membuka pintu itu sedikit lebih lebar agar bisa memperhatikan dengan lebih jelas.

“Kamu akan menyesal !!” teriakkan wanita itu.

Aku mulai bisa melihat seorang wanita diatas kasur. Kedua tangannya diikat mengunakan tali dan dilentangkan pada masing – masing sudut kasur tersebut, begitu juga dengan kakinya. Wanita itu berusaha melepaskan dirinya namun tidak ada satu orangpun yang berdiri disana terlihat akan menolongnya. Mereka hanya memperhatikan wanita tersebut.

Kuperhatikan seorang pria berjalan mendekati wanita tersebut. Ayahku !

“Hentikan !!” jerit wanita itu.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung membuka pintu itu dan membuat seluruh orang yang berada disana melihat kearahku kecuali dengan ayahku, dia tetap tenang ditempatnya. Tongkat tersebut mulai terangkat keatas dan kilau ujung tongkat tersebut dapat kulihat dengan jelas.

“Tidak !!” jeritku sambil berlari mendekat.

Ayah tidak mengubris teriakanku, dan seolah memecah keheningan malam itu. Aku melihat tongkat itu membelah udara, menancap kedalam tubuh wanita itu. Pekatnya darah terciprat kesegala penjuru ruangan, matanya terbelalak dan jeritannya terhenti. Langkahku terasa kaku dan kumpulan orang itu mulai mengeluarkan suara bising yang tidak dapat kumengerti.

“Ibu !!” teriakku.

“Tidak ! Ibu ! Tidak !” jeritku.


“Tidak !!”

Nafasku cepat tidak beraturan. Tubuhku basah dibanjiri oleh keringat. Mimpi itu lagi ! aku begitu mengenal mimpi tersebut, saat aku berusaha mengingat detail mimpi itu kembali, semua terasa hampa, aku tidak bisa mengingat dengan jelas kecuali Monte… Ya, Monte …

Aku segera bangkit dari tempat tidurku dan berlari menuju kamar dimana Mikasa berada. Kubuka pintu tersebut perlahan dan mengintip dibalik gelapnya kamar tersebut. Bisa kulihat wajah polos Mikasa yang masih terlelap, dan disampingnya, Monte juga sedang tidur. Nafasnya pelan dan wajahnya memancarkan kelelahan. Setelah merasa lega melihat mereka berdua yang sedang tertidur pulas, kututup kembali pintu kamar tersebut dengan lembut dan berjalan kembali kekamarku.

Kunyalakan air hangat didalam kamar mandiku dan kuisi bak mandi didalamnya sampai setengah penuh. Kuambil sebotol sabun yang berada tidak jauh dari rak dan kucampurkan sabun tersebut kedalam bak. Membiarkan aroma lavender memenuhi seluruh kamar mandiku.

Kurendamkan diriku didalam bak mandi. Terasa begitu tenang dan damai. Kupejamkan mataku dan pikiranku mulai mengurai kembali mimpi yang kualami. Aku begitu mengenal tempat itu, dan aku juga begitu familiar dengan mimpi tersebut. seperti aku selalu memimpikannya berulang kali.

(tok.. tok..)

“Tuan, apakah anda sedang berada didalam ?”

Usahaku untuk mengingat detail mimpiku menghilang saat kudengar suara lembut Toma yang memanggilku dari balik pintu.

“Ya, ada apa ?” jawabku.

“Tidak ada apa – apa tuan, saya hanya kaget melihat tuan sudah bangun sendiri sepagi ini, apakah tuan baik – baik saja ?”

Aku bahkan tidak ingat jika aku suka bangun terlambat. Apakah aku sulit dibangunkan ? kenapa aku tidak bisa mengingat apapun. Kupandangi pintu tersebut dan ingin rasanya bertanya pada Toma apa yang terjadi padaku.

“Aku baik – baik saja.”

“Baiklah, jika tuan membutuhkan sesuatu, mohon panggil saya. Obat tuan saya letakkan dimeja belajar tuan. Mohon diminum sebelum jam sarapan nantinya.” Jelas Toma dari balik pintu.

Toma lalu berlalu dari sana. Hal yang kutahu adalah aku harus minum obat setiap pagi, dan aku tidak pernah diberitahu kenapa aku harus melakukannya. Dengar berat akhirnya aku bangkit dari bak dan membilas bersih sisa sabun yang menempel ditubuhku.

Kuperhatikan pantulan diriku didepan cermin, sebagian wajahku mulai ditumbuhi bulu kecil yang sengaja kubiarkan sebagai pertanda bahwa aku sudah mulai beranjak dewasa. Kuperhatikan dadaku yang juga sudah mulai berbulu, mungkin aku harus berolahraga agar dia lebih berisi, tekatku. Dan luka ini. kuputar badanku sedikit untuk melihat sebuah bekas luka bakar yang berada dipunggungku. Aku tidak pernah mengingat datang darimana luka ini.

<Aku bisa memulihkan diri>

“Siapa !” aku tersentak dari pantulan diriku didepan kaca.

Tidak ada orang lain disini.

“Toma ?” panggilku kemudian.

Hening dan tidak ada jawaban apapun.

Kuraih handuk yang tersusun rapi dirak dan cepat – cepat keluar dari kamar mandi. Pakaianku sudah tergantung rapi tidak jauh dari lemari. Kuraih dan kupakai dengan cepat. Kupandangi beberapa butir obat yang berada dimeja belajarku, lengkap dengan air hangat disampingnya. Dengan helaan nafas, kuambil obat tersebut dan bersiap menelannya.

<Jangan diminum !>

Tanganku terhenti saat suara itu kembali datang. Kugengam obat itu dengan erat dan kupandangi sekelilingku. Tidak ada siapapun ! Setelah berdiri mematung beberapa menit, kuputuskan untuk membuang obat tersebut. aku masuk kembali kekamar mandi dan membuang obat tersebut kedalam koslet. Kutekan airnya dan membiarkan obat tersebut menghilang dari padanganku. Instingku berkata bahwa suara tersebut adalah kata hatiku.

“Selamat pagi tuan.”

“Pagi tuan muda..”

Aku tersenyum kecil pada mereka dan mulai berjalan ketaman kesayanganku. Saat melewati ruang tamu, aku melihat Monte sedang bermain bersama Mikasa disana. Kuputuskan untuk menghampiri mereka terlebih dahulu.

“Mika.. “ panggilku pelan.

Gadis itu tidak menjawabku. Dia hanya tersenyum sambil memainkan tangan mungilnya. Monte melihat kedatanganku dan memberikan jarak untukku agar dapat duduk disamping Mikasa.

“Dia semalam sempat rewel, akhirnya baru bisa tidur lelap saat sudah subuh.” Kata wanita itu.

“Oh ya ??” aku menghentikan kalimatku karena seketika terpikir siapa wanita itu. yang aku tahu dia bernama Monte. Siapa dia didalam hidupku.

“Kamu baik – baik saja, Josh ?” tanyanya lembut.

Kupandangi dia dan terus berpikir siapa dia, kenapa Mikasa bersamanya, apa yang telah terjadi sesungguhnya.

(huaa….)

Suara tangis Mikasa membuat kami terkejut.

“Tsuu… Tsuu..” Monte segera mengangkat Mikasa dan mendekapnya dengan lembut didadanya.

<Dia ibumu>

Suara itu kembali hadir. aku berusaha mengabaikannya.

<Setidaknya panggil saja dia ibu dan jalankan peranmu dengan baik>

Kalimat tersebut seolah menyentakku dan membuatku tersadar bahwa ada hal aneh yang memang sedang terjadi pada diriku. Aku bangkit berdiri dari sana, melihat Mikasa didalam dekapan Monte dan dengan tersenyum hangat aku pamit dengannya.

“Aku ketaman dulu ya, mama.” kataku lalu berjalan pergi meninggalkannya yang terdiam mematung melihatku.

Ada sebuah kepuasan yang kurasakan begitu kalimat tersebut berhasil terucap didepannya. Sebuah pikiran yang muncul begitu saja dalam kepalaku. Ya, Aku akan menghancurkan permainan ini.


“Meski harus kehilangan sebagian ingatanku, aku tidak akan kehilangan diriku !”

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights