(tit… tit….)
(tit… tit….)
“Aghhhh !!”
Dengan mata setengah terbuka, tanganku liar meraba – raba tempat tidurku untuk mencari alarm yang berbunyi sedari tadi.
(tit… tit…)
Kuputuskan untuk kembali tidur ketika tidak dapat menemukan alarm itu.
(tit…. tiiitt..)
Aku terus mengabaikan bunyi alarm tersebut sampai pintu kamarku terbuka dengan keras dan membuatku terkejut.
“Tuan muda ! apakah anda tidak mendengarkan alarm tersebut !”
Bisa kudengarkan langkah kaki Toma yang berjalan mendekatiku. Dia lalu mematikan alarm yang tadi kucari dan bisa kurasakan dia kini berada disekitarku.
“Tuan, sudah waktunya untuk bangun.” lanjut Toma.
(srek !)
Suara tirai terbuka. Cahaya pagi mulai masuk memenuhi seisi kamarku.
“Toma !!” geramku.
“Tuan, saya sudah berusaha sopan membangunkan tuan. Ini sudah jam 7 pagi tuan.” Tegas Toma.
Dengan sedikit geraman kekesalan, akhirnya kuputuskan untuk bangkit dari tempat tidurku. Kuperhatikan Toma yang sudah rapi dengan jasnya seperti biasa. Aku masuk kedalam kamar mandi tanpa tenaga dan membiarkan Toma menyiapkan pakaianku tanpa banyak berkomentar. Rasa lelah ini tidak kunjung hilang sedari pertama kali kudengar suara alarm berbunyi. Tidak biasanya aku bisa tidur seenak hari ini, dan tanpa mimpi apapun.
Kunyalakan shower dan kubiarkan dinginnya air pagi membasahi seluruh tubuhku. Aku tidak mengantinya menjadi air panas pagi ini. Kubiarkan setiap tetesan air yang terjatuh menghantam tubuhku dengan kuatnya. Kusebarkan sabun keseluruh badanku dan dapat kurasakan bekas terbakar kulit punggungku. Tidak sakit sama sekali. Setelah membilas semua sabun yang berada ditubuhku, aku mematikan shower dan berjalan mendekati kaca besar yang berada disamping rak handuk. Kutatapi diriku disana, tanpa busana. Setelah mengumpulkan keberanianku dan merasa bahwa tidak ada sesuatu apapun yang salah dengan diriku, perlahan kuputar badanku dan melihat pantulan punggungku.
Kuraba punggungku secara perlahan dan dapat kurasakan debaran jantungku yang bertambah semakin cepat. Semakin tanganku mendekati bekas luka tersebut, semakin terasa debaran ketakutan yang merambat perlahan kedalam diriku. Jari – jemariku mulai bergetar hebat saat kusentuh ujung luka tersebut. terasa kasar dan menonjol.
Aku tidak bisa mengenali bentuknya dengan baik dan aku bahkan tidak ingat bagaimana aku bisa mendapatkan luka bakar ini. Aku terpana didepan kaca, terus memperhatikan bekas luka tersebut dan berusaha keras mengingat kembali hal yang kulupakan.
“Tuan ?”
Suara Toma membuatku terkejut. Segera kuambil handuk terdekat dan menutupi setengah badanku. Kubuka pintu dengan cepat dan mendapati Toma sudah berada didepan pintu kamar mandiku.
“Mari tuan, saya bantu pakai bajunya.” Ucap Toma sopan.
“Aku ingin mengunakannya sendiri.” Jawabku dingin.
Setelah berpandangan beberapa saat, akhirnya Toma memberikan baju yang tadi sudah disiapkannya padaku. Kulepaskan handukku dan kembali kupandangi bekas luka tersebut sesaat sebelum kukenakan kemeja putihku. Mungkin aku harus sedikit lebih lembut pada Toma setelah ini. Celana panjang hitam menjadi teman style pakaianku pagi ini.
“Apa jadwal hari ini ?”
“Tuan, kita akan sarapan pagi bersama tuan Loren hari ini.” jawab Toma.
“Oh.”
“Setelah itu ?” lanjutku akhirnya.
“Kita akan bermain bersama nona Mika sepanjang hari. Tidak ada les dari Fabo karena beliau sedang sibuk.”
“Apakah mama baik – baik saja ?”
Toma terdiam sebentar dan lalu menganggukan kepalanya. Aku selalu merasa begitu lega jika mengetahui kondisi mama baik – baik saja. Aku juga tidak sabar untuk segera bertemu adik kecilku, Mikasa. Kami berjalan bersama melewati beberapa ruangan sampai aku akhirnya tiba didepan sebuah pintu besar. Pintu itu terbuka dan disana sudah ada ayahku, Jean, dan Theo. Aku berjalan masuk bersama Toma, tanpa banyak bertanya aku segera duduk dikursi yang biasa aku duduki, Toma duduk diseberangku, berdampingan dengan Jean.
“Bagaimana tidurmu Josh ?” ayah membuka pembicaraan.
Pandanganku terus tertuju pada Theo. Aku sangat jarang melihatnya, apalagi sampai bisa duduk satu meja untuk makan bersama. Theo yang sadar sedang kuperhatikan menatapku kembali dan bibirnya tersenyum kecil.
“Bagus, sampai Toma memaksaku untuk bangun.” Jawabku dingin.
Ayah menatap Toma sebentar lalu kembali kepadaku.
“Apakah kamu bermimpi ?”
“Tidak sama sekali ! Kapan makanan akan dihidangkan ??”
Ayah berhenti bertanya lalu membunyikan jarinya. Pelayan yang berada disana segera bergerak dan tidak dibutuhkan waktu lama berbagai jenis makanan mulai dihidangkan diatas meja. Kuambil beberapa roti kering dan makan dengan lahapnya.
Kuselesaikan makanku dengan cepat dan sebelum hidangan penutup disajikan, aku membersihkan mulutku dan berdiri dari tempatku, spontan membuat sekelilingku terkejut. Aku mengeser kursi yang ada dan bersiap berjalan pergi dan hentakan keras dimeja membuatku terdiam.
(Prak !!)
Bisa kulihat tubuh Jean tersentak karena terkejut akan suara keras disampingnya. Sementara Toma, menghentikan usaha memotong kuenya yang sudah beberapa menit dia lakukan. Theo diam menatapku, pandanganku tertuju pada ayahku didepan.
“Tidak ada yang pergi sebelum semua selesai !” perintah ayah.
“Aku sudah kenyang dan ingin bermain bersama Mikasa.” Jawabku dingin dan mulai melangkahkan kakiku tanpa rasa takut.
“Tuan muda ..” suara Toma terdengar dibelakangku.
Aku tidak menghiraukannya dan terus berjalan keluar dari ruangan makan itu dan langkah terakhirku terhenti ketika seluruh badanku terasa kaku dan berat seketika. Rasa mual seketika memenuhi seluruh kepalaku dan aku kehilangan keseimbanganku. Aku terjatuh begitu kuat dan mengeliat diatas dinginnya lantai ruangan makan.
Penglihatanku mulai buram namun dapat kulihat ayahku yang hanya duduk dikursinya, dia kembali menikmati sarapannya yang tertunda tanpa memperdulikanku. Sebuah perasaan aneh mulai menyerangku, aku seolah pernah berada pada situasi ini namun aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Aku berusaha mengumpulkan tenagaku untuk bangkit dan sebuah hantaman kuat menghantam dadaku dari dalam tubuhku.
“Dia hanya mampu terdiam menyaksikan setiap hal yang terjadi pada tuannya. Bimbang diantara dua pilihan yang begitu dia benci. Apakah menolong tuan mudanya, atau menjalankan perintah tuan besarnya.”
(to be continue….)