Chapter Five : A Dinner

0

Sejak meninggalnya mama, dia menghilang begitu saja, sama seperti Jean.

Spread the love

(tok.. tok..)

“Tuan ..”

Panggilan Toma membuyarkan lamunan panjangku. Kulihat matahari sudah menyembunyikan dirinya, bergantian dengan bintang yang secara terang menunjukan diri mereka diatas langit yang gelap.

“Tuan..” Toma kembali memanggilku.

“Tidak dikunci, masuk saja.”

Aku menyuruh Toma masuk dan pergi ke kamar mandi. Kunyalakan air dan kubilas wajahku dengan cepat. Bayangan Toma terpantul dari kacaku.

“Ada apa, Toma ?” tanyaku tanpa menoleh, hanya melihat dirinya yang tampak rapi dari pantulan cermin.

“Tuan besar pulang.” Katanya sopan.

Aku tertegun sekejab dan mematikan kran airku, mengambil handuk dan mengeringkan wajahku.

“Lalu, apa hubungannya denganku ?”

“Tuan Loren ingin makan malam bersama kita, termaksud Jean.”

“Jean ? dia sudah pergi lagi.” Jawabku dingin.

Kuambil pakaian khas tenunan disalah satu sudut lemari dan membiarkan Toma membantuku mengenakannya.

“Jean saat ini ada bersama tuan Loren.” Jawab Toma sambil mengancing pakaianku.

“Apakah ada masalah ?”

“Tidak tuan, mari kita pergi. Tidak baik jika tuan Loren menunggu kita terlalu lama.” Toma berjalan kedepanku dan membuka pintu kamarku,

Aku melangkah keluar dan berjalan menuju ruang makan yang sudah lama tidak kukunjungi semenjak kepergian mamaku.

Toma mengikuti langkahku dari belakang, aku sengaja berjalan pelan menuju ruang makan karena aku sedang memikirkan apa yang terjadi belakangan ini. Sejak meninggalnya mama, dia menghilang begitu saja, sama seperti Jean. Dan mendadak dia kembali dan mengajak kami makan malam bersama. Pasti sesuatu yang serius sedang terjadi, dan mungkin ini saat yang tepat untuk memberitahu ayah bahwa aku mengalami mimpi buruk sejak kepergian mama, termasuk munculnya tanda aneh pada punggungku.

“Toma, apakah belakangan ini ada masalah serius ?”

“Tidak ada masalah tuan.” Jawab Toma sopan.

Tidak lama kemudian, Toma lalu berjalan lebih cepat dan mendahuluiku, berdiri didepanku dan menatapku.

“Tuan, tidak ada masalah. Saya mengerti tuan pasti cemas karena ajakan makan malam beliau. Tapi percayalah, tidak ada masalah tuan.” Toma berusaha menyakinkanku.

Kutatap matanya dan kuhela nafasku. Tidak memberikan jawaban atas penjelasan Toma barusan. Melihat sikapku, Toma hanya bergeser dan membiarkan aku kembali berjalan kedepannya.

Kupandangi ruang tamu yang kulewati sejenak, sepi dan tidak ada seorangpun yang duduk disana. Sekilas ingatan dimana aku pertama kali bertemu Toma dan Jean yang dibawa oleh ayah kembali melintasi pikiranku, Toma pasti ingat akan kejadian malam itu.

Sayang, baik Toma ataupun Jean tidak pernah bercerita banyak akan masa lalu mereka. Ayahku pasti memiliki semua jawaban yang aku butuhkan. Salah satunya tentang kepergian mama.

“Toma, bagaimana keadaan Mikasa ?”

“Nona kecil dalam keadaan baik tuan. Monte menjaganya dengan handal.” Jawab Toma.

“Aku ingin kamu memperhatikan Mikasa dan Monte. Aku tidak yakin pada Monte. Kamu paham ?” perintahku pada Toma.

“Dengan senang hati tuan.” Jawab Toma.

Sebuah pintu besar berdiri dengan kokohnya didepan aku dan Toma. Pintunya terbuat dari campuran perak sehingga setiap kali akan dibuka, pintu ini akan sedikit berderik dan memberitahu sekeliling bahwa ada yang masuk ataupun keluar ruang makan.

Toma melangkah kedepan dan membuka pintu besar yang berat tersebut. Gesekan antara pintu dan lantai terdengar jelas, lampu penerang diruang makan tersebut seketika menerangi wajah kami seperti lampu sorot ditengah keramaian. Toma mempersilakan aku masuk terlebih dahulu dan dia menyusul tepat dibelakangku. Ruang makan kami terdiri dari satu meja panjang besar yang bisa menampung 20 orang, dengan peralatan makan antic yang selalu tersusun disetiap meja dan kursi kayu yang unik.

Empat pelayan berdiri disamping ayahku dan dua pelayan lainnya berdiri dibelakang Jean. Dengan sigap mereka mempersilakan kami duduk dan menata kain diatas kaki dan leher kami. Kupandangi ayahku dan Jean secara bergantian lalu berahli keseluruh ruangan. Hanya ada kami berempat disini, ditemani oleh 6 pelayan yang mulai sibuk mondar mandir mempersiapkan hidangan.

Kuperhatikan meja dan kursi sekitarku yang tampak kosong dan aku membayangkan mamaku duduk diseberang sana, tersenyum dengan garpu dan pisau ditangannya setiap malam.

“Kamu terlihat kurus Josh.” ayah membuka pembicaraan.

“Tidak juga.” aku menjawabnya dingin.

“Apakah kamu tidak memberinya makan, Toma ?”

“Tuan, saya selalu menjaga makan tuan muda.” Jawab Toma sopan.

“Lalu ?”

“Ayah, tidak ada urusannya dengan Toma !” aku menjawab dengan cepat dan sedikit keras.

Pelayan – pelayan kemudian mulai meletakkan makanan diatas meja kami masing – masing. Dimulai dari menu pembukaan, udang rebus.

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights