Dia mengemasi seluruh barangnya dikantor itu dan mengucapkan salam perpisahan dengan rekan – rekan kerjanya. Untuk terakhir kalinya dia membawa Kenny berkeliling seluruh pabrik untuk serahterima karena hari itu adalah hari terakhir dia bekerja disana.
“Kamu yakin tidak mau mempertimbangkan tawaran yang diberikan ?”
“Tidak bu, sudah cukup pengalaman saya disini.”
Hanze mendapatkan tawaran kenaikan gaji yang begitu besar disana namun dia tidak memikirkannya sama sekali. Terkadang dia selalu menghabiskan waktu sendiri dan pikirannya tidak bisa terfokus pada pekerjaannya. Dia terus memaksakan dirinya untuk membenci Risa tetapi dia juga tidak bisa melupakan wanita itu. Dia begitu kagum pada Risa sehingga sebesar apapun dia berusaha menutupi perasaannya dengan kebencian, pada akhirnya dia tetap luluh dan hatinya tetap memilih Risa. Sudah begitu lama waktu yang dia habiskan untuk membenci Risa, tetapi cintanya tidak pernah hilang.
Setelah mereka menyelesaikan serahterima, Kenny pamit dan Hanze kembali kekantornya dan duduk termenung disana. Dia tidak memiliki tujuan apapun. Hal yang ada dipikirannya hanyalah keluar dari tempat itu dan memulai pencariannya terhadap Risa. Dia juga meminta maaf pada Poni atas sikapnya kala itu. Sebagian teman kerjanya mulai berani memberitahu Hanze bahwa Risa bekerja tidak jauh dari lokasi mereka tetapi dia terlalu malu untuk sengaja lewat dan bertemu Risa disana.
Dia membuka blockiran medsosnya dan memberanikan diri untuk merequest pertemanan kembali dengan Risa. Dia sudah membulatkan keputusannya. Jika Risa tidak bisa dia dapatkan kembali, maka dia akan pergi kekota lain dan memulai kehidupan barunya dari awal. Sungguh tekat yang kuat untuk pria seumuran dirinya.
Sepanjang hari itu dia hanya duduk didalam kantornya dan menikmati beberapa gelas kopi terakhirnya ditempat itu. Beberapa rekan kerja shift sore sempat menghampirinya dan mereka saling mengucapkan kata perpisahan. Hal yang sungguh berada dalam pikiran Hanze hanyalah segera bertemu Risa setelah jam bekerjanya selesai.
Ya, dia akan kekantor baru Risa dan menunggunya didepan sana.
Δ•Δ
Sore itu dia menunggu Risa didepan kantornya. Dia mengetahui jam kerja kantor itu dari salah satu temannya dipabrik. Hari terakhir dia bekerja disana tidak membuat dirinya merasakan kesedihan dikala harus berpisah dengan beberapa teman baiknya disana. Kehilangan Risalah yang membuat hatinya hancur. Keputusannya untuk mendapatkan kembali hati Risa telah membawanya ketempat dimana dia menunggu sekarang.
Sesekali dia memandangi arloji ditangannya. Dia juga terus terfokus pada layar ponselnya, berharap Risa akan merespon disana tetapi tidak ada. Dengan penuh kesabaran Hanze menghabiskan detik demi detik didalam mobilnya hingga salah seorang karyawan mulai keluar dari sana.
Dia mematikan ponselnya dan matanya kini terfokus pada pintu keluar karyawan. Ada yang berjalan sendirian, dan ada juga yang bersama teman – teman lainnya. Ada yang berwajah muram dan ada juga yang tersenyum penuh kebahagiaan. Wajahnya sendiri saat ini dipenuhi oleh kegelisahan.
Menunggu sekian lama didepan kantor Risa tidak juga membuahkan hasil. Dia tidak melihat sosok Risa. Setelah tidak ada lagi seorangpun yang keluar dari pintu depan itu, Hanze memutuskan untuk turun dari mobilnya dan memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu sekurity yang berjaga disana.
“Permisi pak. Apakah Risa sudah pulang ?”
“Kamu siapa ya ?”
“Saya teman lamanya. Mau kasih kejutan buat dia kesini.”
“Oh. Risa sudah tidak bekerja disini. Semalam hari terakhir dia. Pas bangat semalam dia pamit – pamitan disini.”
“Lho, pindah kemana dia pak ?”
“Wah, saya tidak tahu ya. Kamu kan teman lamanya. Tanyakan saja sendiri.”
Jawaban judes sekurity itu membuat Hanze begitu marah. Dia lalu pergi meninggalkan tempat itu dan menyetir dengan kecepatan penuh. Mobilnya terus melaju mendekati rumah Risa dan berhenti disalah satu café tidak jauh dari sana. Dia lalu memesan segelas kopi dan hatinya terasa begitu gelisah. Hatinya ingin segera menelepon Risa.
Dia lalu menekan nomor Risa dan menunggu Risa menjawab teleponnya. Sekali, dua kali..
Pada panggilan ketiga, Risa mengangkat teleponnya.
“Hallo ?”
Bibirnya kaku, seluruh tubuhnya bergetar hebat.
“Hallo, siapa ini ?”
Risa tidak menyimpan nomornya lagi. Risa telah menghapus dirinya. Kenapa dia masih terus berharap pada wanita itu !
“Halloooooo ???”
Dia mematikan telepon itu dan mengenggam erat ponselnya. Perasaannya mulai berubah – ubah. Seketika hatinya berkata untuk melepaskan wanita itu, dan terkadang hatinya menyuruh dia untuk mengejar wanita itu. Dia tidak mengerti akan perasaannya sendiri. Dia mengambil buku diary kesayangannya yang berada didalam mobil dan mulai menulis disana sebelum pergi dari café itu.
[Terlalu egois dan terlalu labil. Aku tidak tahu kenapa aku tidak berani menjawab panggilannya. Aku marah ketika dia tidak menyimpan nomorku, padahal aku adalah satu – satunya orang yang menghapus dia terlebih dahulu. Dan bodohnya lagi, kenapa hatiku terus mencari pembenaran atas segala hal yang terjadi didalam hidupku !]
(to be continue….)