Part Twenty : Back to Work

0

Beberapa hari sejak dia mengirimkan surat lamaran, sebuah panggilan masuk dia terima dengan hati berdebar.

Spread the love

Sebulan berlalu dan usaha yang mereka jalankan tidak berkembang dengan baik. Risa juga tetap tidak bisa menghubungi Hanze karena pria itu tidak menyisakan satupun pertemanan dimedia sosial. Ingin rasanya RIsa mengirim pesan permintaan maaf kepada Hanze mengunakan nomor lain, tapi itu pasti akan sangat memalukan dirinya sendiri.

Beberapa hari keluarganya membahas kelanjutan usaha mereka. Karen tetap percaya bahwa usahanya akan berkembang disaat yang tepat. Ibunya berhenti berjualan bakwan dipasar dan ayahnya berhenti dari pekerjaannya sebagai buruh karena faktor usia.

Male dan Mola masih membutuhkan susu bubuk yang harganya bisa dikatakan sangat mahal. Risa memutuskan untuk kembali bekerja, tentunya tidak ditempat Hanze, dia sadar bahwa namanya pasti sudah jelek diperusahaan itu. Dia kembali mencari lowongan pekerjaan didaerah yang sengaja berdekatan dengan pabrik Hanze.

Ketika Risa mengetahui adanya lowongan pekerjaan disalah satu kantor sawit didekat daerah pabrik lamanya, dia segera mengirimkan surat lamaran pekerjaan kesana, berharap dia bisa diterima bekerja disana. Setidaknya dia bisa mengintip Hanze setiap pergi atau pulang kerja. Dia begitu mencemaskan pria tersebut. Dia bahkan bisa melupakan Yoki didalam pikirannya.

Beberapa hari sejak dia mengirimkan surat lamaran, sebuah panggilan masuk dia terima dengan hati berdebar. Perusahaan itu memintanya untuk melakukan interview lanjutan dan dia pergi dengan semangat. Dia melewati pabrik Hanze dengan kecepatan yang sengaja dipelankan, berharap Hanze lewat dan dia bisa melihat pria itu. Namun sia – sia. Hari pertama dia pergi interview, dia tidak bisa melihat sosok pria itu. Berita baiknya adalah dia diterima ditempat kerja baru itu sebagai admin mereka.

Hari berlalu sejak dia memulai pekerjaan barunya. Dia selalu mencuri pandang dan dengan sengaja memelankan motornya setiap kali melewati kawasan pabrik itu. Dia tidak pernah melihat pria itu. Dilanda rasa putus asa untuk mencari tahu keadaan Hanze, dia berusaha keras fokus pada pekerjaannya dan kedua anaknya. Usaha keluarganya secara perlahan juga mulai membaik, membuat Risa memiliki kesibukan yang membantunya cepat moveon.

Malam itu perasaan Risa sungguh tidak enak, hatinya gelisah tidak menentu. Mungkinkah Hanze sudah tidak lagi bekerja disana. Matanya sibuk pada layar ponselnya, ragu untuk bertanya kepada salah satu temannya disana, Poni. Jika Hanze benar sangat membencinya, setidaknya tidak ada salahnya jika dia bertanya pada Poni. Wanita itu tidak mungkin memberitahukan hal tersebut kepada Hanze.

Risa lalu mengirim pesan sederhana kepada Poni, berawal dari bertanya kabar seperti teman yang sudah lama tidak bertemu. Poni membalas chatnya dengan cepat. Mereka bertukar pesan lumayan lama hingga akhirnya Risa memberanikan diri bertanya tentang Hanze.

Ketika pertanyaan itu dikirimkan, Poni tidak membalas pesan tersebut dengan cepat. Wanita itu baru membalas hampir ½ jam kemudian dan memberitahunya bahwa Hanze masih bekerja disana. Poni juga bertanya pada Risa apakah ingin menitipkan salam pada Hanze, dan tanpa keraguan, Risa berkata untuk menyampaikan salamnya pada Hanze, sekaligus permintaan maafnya pada pria itu. Pembicaraan mereka berakhir dan malam itu, Risa bisa tidur dengan perasaan yang sedikit lega. Berharap Hanze akan membuka blockirnya dan kembali berteman dengannya.


Dia berangkat kerja seperti biasa pagi itu. Dia tidak pernah berhenti memelankan kendaraannya setiap kali melewati pabrik itu dan dia tidak sabar menunggu kabar dari Poni hari itu. Dia tidak tenang bekerja dan matanya terus tertuju pada ponselnya, berharap Poni memberinya kabar atau Hanze yang mengirimkan pesan. Sungguh harapan yang besar tetapi dia tidak menyerah akan keyakinannya.

Tidak tahu berapa lama dia menunggu, layar ponselnya menyala. Poni mengirimkan pesan ! Dengan jantung yang berdebar tidak menentu, dia dengan cepat membaca isi pesan tersebut. Betapa terkejutnya dia membaca pesan itu. Wajahnya memucat dan giginya berderak seperti kedinginan. Tangannya terasa kaku dan dia tidak mampu berkata apapun setelah membaca pesan itu. Pesan yang berisikan seluruh amarah Hanze dan beberapa makian terlontar disana. Dia segera menghapus pesan itu dan berusaha menahan tangisnya.

Sebuah pesan lainnya masuk tidak lama kemudian. Dia memberanikan diri membukanya. Bahasanya lembut, itu adalah Poni. Dia mengiriman ucapan maaf pada Risa dan menerangkan bahwa Hanze yang mengunakan ponselnya. Pria itu juga memaki Poni karena berhubungan dengan Risa dan membicarakan dirinya. Dengan hati yang terluka, Risa membalas pesan Poni dan berkata bahwa tidak ada masalah dengan pesan tadi. Dia berbohong ! Sebenarnya hatinya terasa begitu sakit.

Dia mematikan ponselnya dan hari itu dia pamit pulang lebih cepat. Jika memang Hanze sudah begitu membencinya karena dia meninggalkan pekerjaannya demi bisa mendukung keluarganya, maka perasaannya benar. Pria itu tidak benar – benar mencintainya. Mungkin hanya perasaannya saja bahwa Hanze dan dirinya sama – sama memiliki ikatan. Sudah waktunya untuk benar – benar melupakan Hanze dan fokus pada kehidupannya !


There is no fairytale,
This is a reality,

The reality tell me that I am better to be alone,
He is not right for me.

(Risa)


(to be continue…)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights