Mataku terpejam sembari menikmati hembusan angin yang bertiup perlahan menerpa wajahku. Kursi kayuku bergoyang secara perlahan dan pikiranku jauh melayang pada penyesalan masalalu. Kejadian malam itu terus berulang disetiap mimpiku. Kebakaran itu, wajah itu, dan tangisan adikku, Mikasa.
Sejak malam itu, aku bertekat untuk membalas dia yang telah memisahkan aku dengan adikku tercinta. Aku akan membalasnya berpuluh kali lipat dan mengambil Mikasa kembali bersamaku.
Kubuka mataku dan melihat kembali undangan yang siap untuk dikirimkan kepadanya. Sudah 30 menit berlalu sejak aku mendapatkan nomor tersebut. Kerinduan yang sudah tidak terpendam ini menguatkan tekatku untuk segera berjumpa.
Kuputuskan untuk mengirimkan pesan tersebut padanya. Ini akan menjadi acara terbaik yang pernah dia dapatkan. Sebuah pesta dansa kesukaannya saat kecil. Kuraih tongkat dan mantel yang berada tidak jauh dari kursi dan segera beranjak. Ada beberapa hal yang harus kupersiapkan sebelum menyambut kedatangan Mikasa kembali kerumah ini.
Semua pelayan yang berada dirumah ini menundukkan kepala mereka begitu melihatku. Senyum kecil terukir dibibirku yang dingin. Aku berjalan menuju mobil hitam yang sudah menungguku didepan rumah sejak tadi. Pintu terbuka dan seorang wanita sudah berada didalamnya.
“Kamu yakin ?”
“Ya.” Jawabku singkat.
“Rasa rindu yang terbesar adalah ketika kamu terus memikirkannya dan kamu tidak tahu dimana keberadaannya.”
(to be continue…)