Cuaca pagi itu begitu mendukung mereka. Kursi dan meja dikeluarkan dengan semangat oleh mama dan Karen. Didapur, Risa sedang mengaduk bahan minuman sambil melamun, memikirkan Hanze. Dia terkejut mengetahui bahwa Hanze telah memblockir semua pertemanan mereka dimedia sosial. Karen juga ikut menjadi sasaran kemarahan Hanze.
Beberapa pesan dari ibu Kenny dia abaikan. Semua yang ada dipikirannya saat ini hanyalah Hanze. Dia tidak mampu membayangkan perasaan pria itu. Dia sadar bahwa dia bersalah akan perbuatannya, tetapi tekatnya yang keras tidak dapat diganggu oleh siapapun. Dia berusaha keras fokus pada usaha keluarga yang akan mereka mulai dan berusaha keras membuang jauh – jauh perasaannya. Dia tidak ingin pengorbanan perasaannya berakhir sia – sia.
Pagi itu mereka memulai usaha mereka. Tidak berjalan terlalu baik karena tidak ada yang mampir. Risa mulai mengirim pesan kepada teman – teman yang dikenalnya, berharap mereka akan mampir untuk berbelanja. Berjualan didepan rumah sendiri tanpa kenalan ataupun promosi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan tetapi mereka tetap berusaha mencari pelanggan dengan berteriak kecil dan membuat spanduk yang digantung tidak jauh dari rumah mereka.
Usaha Risa mengajak teman – temannya untuk mencoba produk mereka tidak sia – sia. Mereka singgah kesana ketika jam pulang kerja dan membeli beberapa jenis minuman yang ditawarkan Risa, tetapi dia tidak menemukan wajah Hanze diantara pembeli itu. Hatinya berdesir, ingin bertemu Hanze. Dia lalu memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu temannya.
“Jadi gimana pekerjaan hari ini ? Aku tidak melihat Hanze, apakah dia tidak datang ?”
“Pekerjaan lancar seperti biasa, bedanya sekarang ga ada Risa yang cerewet lagi.”
“Bagaimana dengan Hanze disana ?”
Temannya mengalihkan perhatiannya dan tidak menjawab pertanyaannya. Risa semakin binggung dan entah kenapa terus berusaha untuk mengetahui keadaan Hanze.
“Kok ga mau dijawab, aku cemas sama Hanze.”
Beberapa orang yang duduk disana saling pandang, setelah beberapa saat, salah satu dari mereka mulai membuka suara.
“Dia kacau. Moodnya berantakan dan jika kami menyebutkan namamu, dia akan sangat marah. Namamu menjadi terlarang dilingkungan kerja kami dalam sehari ini. Kenapa kamu tidak tanya sendiri padanya ?”
Hati Risa semakin berdesir, tidak ingin membuat teman – temannya tahu bahwa Hanze sebenarnya telah memblockir dirinya dari semua pertemanan.
“Oh gitu, nanti dhe aku coba chat dia.”
Jawab Risa penuh kebohongan. Bisa dirasakan lirikan mata Karen yang menatap sinis kearahnya. Setelah puas bercanda tawa, teman – temannya pulang dan suasana rumah mereka kembali sepi. Risa mengambil ponselnya dan diam terpaku melihat layar itu.
“Kenapa kamu melakukan itu, Risa ?”
“Melakukan apa ?”
“Berbohong pada teman kantormu.”
Risa tidak menjawab pertanyaan dingin Karen. Dia tidak ingin adiknya tahu bahwa dia dan Hanze memulai sesuatu yang berbau romantis karena itu telah berakhir sejak keputusannya untuk resign dari sana. Dia tidak ingin keluarganya mencemaskan dirinya. Mereka tidak lebih dari TTM yang berakhir dengan begitu mudahnya.
What I do wrong ?
Why he really hate me after all ?
He must supported me,
Not leave me and kick me out like I never exist in hes life.
(Risa)
(to be continue….)