Chapter Seven : The True [Part 02]

0

Kulipat dengan baik setiap lembar kertas itu dan kususun kembali dalam dompet itu.

Spread the love

Mobil itu melaju dengan kecepatan penuh, pergi sejauh mungkin dari gedung tersebut sebelum polisi mulai curiga padanya dan melakukan pencarian atas hilangnya Josh Pars. Nafasnya tidak beraturan karena rasa lelah yang luar biasa setelah dia membantu Josh turun dari lantai 18 hingga ketempat dimana mobil mereka berada serta mencari tas kecil Mikasa ditengah kericuhan bukanlah hal yang mudah baginya.

Rencana Josh kali ini tidak berjalan dengan baik karena Rose menusuknya dengan serius. Wanita itu seharusnya aku bunuh sore itu. Tidak pernah disangkanya bahwa wanita itu justru akan menjadi masalah besar bagi mereka. Rose melukai Josh cukup parah. Dilihatnya kaca spion yang mengarah kebangku belakang tempat dimana Josh duduk tidak berdaya sambil memegangi lukanya. Dia mengenal Josh lebih daripada siapapun, meskipun awalnya dia sangat marah atas kalung warisan yang diberikan Josh pada Mika melalui Rio. Akhirnya dia sadar bahwa Rio hanyalah boneka Josh untuk mempermainkan hati Mika. Semuanya adalah permainan yang dimulai oleh teman semasa kecilnya tersebut.

Siapa yang bisa menebak bahwa niatnya bermain malah berujung pada kisah cinta serius antara Mikasa dan Rio ? Membunuh Rio jelaslah bukan pilihan yang bijak bagi seorang Josh. dan juga langkah salah baginya karena memberitahu Josh akan hal itu. seharusnya dia tidak memberitahu apa yang dia lihat kepada Josh karena sahabatnya itu pasti akan merubah plannya secara gegabah, terutama jika sudah bersangkutan dengan Mikasa.

Seulas senyuman diberikan Josh kepadanya. Senyum itu memberikan arti yang besar baginya. Tidak ada tanda penyesalan apapun dari tatapan lemah Josh dimatanya. Dan dari senyuman sederhana Josh, dia sudah bisa menangkap bahwa Josh sangat bahagia meskipun rencananya gagal. Mikasa masih sayang padanya.

Tidak ada kebencian apapun dalam diri MIkasa pada Josh, sehingga dia bisa langsung menikam Rose tanpa keraguan apapun, termaksud konsekuensinya, semuanya diabaikan oleh Mikasa ketika melihat Josh dalam bahaya. Dan begitu Josh pulih, bisa dipastikan Josh akan berusaha sekuat tenaga membantu Mikasa keluar dari semua tuntutan pembunuhan dan mengajak Mikasa untuk hidup bersamanya. Semua tertulis jelas dikertas kecil yang diberikan Josh padanya. Dia sudah mengetahui semua rencana Josh. termaksud apa isi kertas yang diberikan, dan kenapa Josh sengaja mengunakan dompet itu untuk memberikan kertas kucel itu padanya. Dia tersenyum sendiri membayangkan semua usaha sahabat kecilnya itu.

Mobil itu melaju dengan kecepatan penuh menuju kediaman Josh. mereka tidak akan kerumah sakit karena akan memberikan kecurigaan yang besar bahwa Josh adalah dalang dari semua acara tersebut, dan dia akan menjadi tersangka yang diduga membantu Josh Pars kabur. Menghabiskan sisa hidupnya dalam penjara tentunya tidak ada dalam kamus penyelamatan yang dia lakukan kali ini.

Mereka tiba dirumah Josh, pelayan dan dokter pribadi Josh segera membantu Josh dan memberikan pertolongan pertama padanya. Setelah dia melihat Josh turun, dia akan kembali ketempat itu dan menyelesaikan beberapa bagian agar pesta itu terarah menjadi undangan Rose. Dia tidak akan keberatan, apalagi dia sudah mati. Bagi dia, bukanlah hal sulit untuk memanipulasi kondisi yang ada.

Sebelum akhirnya dia pergi, dengan sisa tenaga dan kesadaran yang ada. Josh memberikan ucapan yang sangat jarang dia dengarkan.

“Terimakasih, Jean.” ucap Josh dan dia berlalu kedalam rumahnya.

Bagi Jean, ucapan terimakasih dari Josh lebih berarti dari apapun yang dia miliki.

Bagi Jean, Josh bukanlah hanya sekedar teman masa kecilnya. Josh baginya adalah seseorang yang sangat dia cintai dan tidak akan pernah bisa dia dapatkan isi hatinya, karena hanya tertuju pada Mikasa. Dan dia menerima kenyataan tersebut, terutama saat sekarang dia sudah menemukan Mikasa. Semua perhatian Josh pasti hanya akan tertuju padanya. Dan kehilangan Mikasa bagi Josh akan terasa seperti kehilangan dirinya. Jean akan berusaha semampunya memastikan keselamatan Mikasa.

Dia meraih ponselnya dan menelepon. Dia menunggu beberapa saat sebelum telepon itu diangkat.

“Alvin, kita harus bertemu sekarang. Ada yang harus kamu kerjakan.” Ucapan itu menjadi pembuka dan penutup telepon antara Jean dan Alvin.


Kututup lembar terakhir surat ini, pipiku basah karena tidak sanggup menahan segala bentuk perasaan dalam hatiku. Aku harus menemui Rio. Kulipat dengan baik setiap lembar kertas itu dan kususun kembali dalam dompet itu. aku berjalan ketempat Rio berada, dia duduk sendirian disana. Polisi sudah selesai memberikan pertanyaan padanya. Dia melambaikan tangannya dan memberikan isyarat padaku untuk duduk disampingnya. Aku duduk disampingnya dan dia mendekapku dengan tangannya. Kusandarkan kepalaku dalam dadanya dan dia mencium lembut keningku.

“Aku ingin pulang.” Kataku pelan.

“Tapi pertama kita harus kerumah sakit dulu ya, aku khawatir sama kakimu.” Lanjutku cepat, Rio menatapku sebentar lalu mengeluarkan ponsel, menelepon seseorang untuk menjemput kami disini. Polisi sudah memperbolehkan semua orang pulang dan akan memberikan update terbaru jika ditemukan sesuatu yang berkaitan dengan para tamu.

Kulepaskan dekapan Rio dan berjalan kesebuah tenda kuning tidak jauh dari tempat Rio untuk melaporkan kehilangan barang kepada polisi. Awalnya aku tidak sadar bahwa tas kecilku sudah tertinggal didalam sampai aku melihat Rio mengeluarkan ponselnya. Kami tidak diperbolehkan untuk kembali masuk kedalam karena akan merusak TKP, sehingga tenda kuning ini dibuat khusus bagi tamu yang merasa kehilangan barang mereka karena lari dengan paniknya.

Aku mengisi form dan memberikan diskripsi tas kecil yang kupunya. Setelah melewati sedikit interview, aku diperbolehkan pergi oleh polisi dan akan diberikan informasi segera setelah tas itu ditemukan. Sementara aku mengunakan nomor Rio sebagai media komunikasi nantinya. Aku kembali ketempat Rio dan sebuah mobil hitam sudah menunggu kami tidak jauh dari tempat Rio duduk.

“Ada apa, Mika ?” tanya Rio sambil berusaha berdiri dibantu oleh suster kepolisian untuk masuk kedalam mobil itu. aku berjalan mengiringinya.

“Tas kecilku hilang.” Aku duduk disamping Rio saat dia sudah berada didalam mobil. Suster itu meninggalkan kami.

“Itu..” mata Rio tertuju pada dompet Josh yang kupegang.

Aku ingin jujur padanya, namun tidak berani karena aku masih belum mengetahui dengan jelas siapa Rio sebenarnya dan apa hubungannya dengan Josh.

“Oh ini, dompet didalam tas juga koq, tadi aku keluarkan sebentar karena kupikir makanan distand acara itu harus dibayar. aku lupa letak dimana tasku terakhir.” Aku mengengam erat dompet itu agar dia tidak merebutnya dari aku.

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights