Chapter Seven : The True

0

Aku duduk terdiam dan membuka dompet tersebut, sebuah foto kecil yang sudah kusam.

Spread the love

Aku bisa merasakan dinginnya hembusan angin malam mulai menerpa tubuhku. Keributan mulai terdengar olehku saat pintu keluar semakin terlihat. Tiga orang polisi mendekati kami dan membantu kami keluar dari gedung ini. mereka memberikan kami selimut dan membawa kami kemobil yang sudah menyediakan pertolongan pertama. Jean menatapku dan Rio, dan kami berpisah kemobil yang berbeda. Aku mencium Rio sebelum akhirnya kami berpisah juga. Polisi ini menuntunku kemobil lainnya.

Aku terus mengingat apa yang dikatakan Jean pada kami. Ya, kami menyusun alibi yang sama agar tidak menjadi tersangka. Jean menjelaskan bahwa keterangan membunuh demi melindungi diri tidak akan bisa digunakan. Itu hanya membuat diri berada disalah satu daftar tersangka nantinya.

Polisi itu tampak ramah dan memberikanku segelas air hangat. Dia terus melihatku dan tidak memberikan pertanyaan apapun sampai aku terlihat membaik, apakah ini salah satu trik polisi untuk membuatku mengakui apa yang telah kulakukan ? aku memandanginnya tanpa berkata apapun. berharap ini akan cepat berakhir.

Tidak lama kami saling memandang, akhirnya dia mengeluarkan sebuah buku kecil dan sebuah pena dari dalam sakunya. Dia menatapku dan sadar bahwa aku mulai merasa takut.

“Nama kamu siapa ?” dia memandangi mataku dan aku teringat akan pesan Jean untuk tidak menghindari tatapan matanya. Kupandangi mata polisi tersebut dan mulutku membentuk kalimat.

“Mikasa.. Mikasa Prim.” Jawabku. Aku tidak tahu kenapa aku menyebutkan nama belakangku padanya, namun ada perasaan bangga dan senang akhirnya bisa menyebutkannya dengan leluasa.

Dia menatapku dan menulis apa yang kukatakan. Sesi tanya jawab sederhana aku jawab sesuai dengan yang diajarkan Jean padaku.

“Baiklah, adik Prim. Kami minta maaf karena belum bisa menemukan Josh Prim.” Tutup petugas polisi tersebut.

Betapa kagetnya aku saat mendengarkan perkataan polisi tersebut. tidak mungkin dia tidak ada. Polisi itu sadar akan perubahan rona wajahku, lalu mengajakku untuk melihat mayat yang berhasil mereka temukan dalam bangunan tersebut. dengan sedikit ragu akhirnya aku mengikuti polisi tersebut.

Sepanjang perjalanan, aku melihat polisi lainnya sibuk bolak balik, mereka masih membawa keluar beberapa orang yang terluka, beberapa diantaranya tampak ketakutan dan mengigil, aku melihat kesudut lainnya tempat Rio dibawa, dia duduk dengan segelas air ditangannya dan menjawab pertanyaan polisi itu. pasti semua jawaban kami akan sama jika dicocokkan kembali.

Aku melewati gedung yang sudah dipenuhi oleh garis kuning polisi. Tanda tidak boleh masuk terlihat jelas disana. Aku melewati tempat dimana Rose seharusnya terjatuh. Bercak darahnya masih membekas disini. Mungkin mayatnya sudah dipindahkan oleh polisi. Maafkan aku, Rose. Gumamku sambil melewatinya.

Kami tiba disebuah tenda yang sudah dibangun khusus untuk mayat – mayat korban acara tersebut, begitu sepi. Polisi tersebut mempersilakan aku masuk dan menunggu didepan tenda. Dia memberikanku privasi.

Aku melihat kantong – kantong itu dan berusaha menahan diriku agar tidak muntah. Aku menemukan Adel, begitu pucat dan tidak mempercayai bahwa dia sudah tidak bernyawa. Rasanya baru kemarin dia membentakku. Tangannya terlipat didadanya, semoga kedamaian menyertai dia. Doaku dalam hati.

Tidak jauh dari tempat Adel, aku bisa melihat sosok merah yang kulitnya sudah terkelupas semua. Evan. Aku begitu membencinya, tidak ada rasa sedih lagi saat aku melihatnya tidak bernyawa. Ada perasaan bahagia namun berusaha kutahan agar tidak tertawa disana. Rose juga berada tidak jauh dari sana.

Aku terus membayangkan kata – kata terakhir yang dia berikan padaku. Perpisahan kami tidak begitu baik, dan bagaimana bisa dia berada diacara itu, apakah dia teman Josh ? dan kenapa dia berusaha membunuh Josh. begitu banyak pertanyaan yang tidak terjawab.

Aku melihat mayat lainnya dan tidak kutemukan Josh disana. kemana dia ! aku memutari tempat itu berkali – kali dan tidak ada tanda Josh adalah salah satu korban dari acara tersebut. aku keluar dan pikiranku terasa jauh, berusaha menyusun jawaban apa yang sebenarnya terjadi. polisi yang menungguku akhirnya membawaku kembali ketempat awal. Sebelum berpisah, dia memberikanku dompet milik Josh Pars padaku.

“Ini ditemukan dibalkon lantai 18. Kami akan berusaha semaksimal mungkin menemukan Josh Pars.” Kata petugas tersebut dan berlalu.

Aku duduk terdiam dan membuka dompet tersebut, sebuah foto kecil yang sudah kusam. Aku bisa mengenali foto ini. Foto aku dan Josh. Beberapa lembar surat yang ditulis dengan tinta basah juga kutemukan disana. dan aku mulai membacanya.

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights