Aku membantunya bangun, kakinya cedera parah, dia hanya terduduk dan tidak banyak bergerak. Aku tidak mungkin bisa memapahnya dengan kondisi begini, ditambah lagi semua orang diluar sana sangat gila dan saling membunuh satu sama lain. Sungguh hal yang mustahil bagi kami untuk bisa pulang dengan selamat. Aku membuka heelsku dan duduk disampingnya. Kugengam tangannya tanpa banyak berbicara.
“Rio.. apapun yang terjadi dan apapun yang kamu lakukan. Aku hanya berharap kita bisa keluar dari sini bersama, atau kita akan mengakhiri hidup kita berdua bersama disini.” Bisikku pelan.
Pasrah dan sudah tidak sanggup melakukan perlawanan apapun, kusandarkan kepalaku dibahu Rio. Bisa kurasakan nafasnya yang sedikit tapi mulai teratur. Aku masih tidak mempercayai semua ini. tidak ada satupun alasan yang jelas bagiku. aku berharap ini semua hanyalah mimpi buruk dan saat aku terbangun besok, ini tidak pernah terjadi.
“Mika..”
Aku tidak menghentikan dia yang berusaha untuk berkata kali ini. aku hanya menyandarkan kepalaku didadanya dan sabar menunggu setiap kata yang berusaha dia ucapkan padaku.
“JP.. selamatkan.. dia..” kata Rio susah payah.
Aku kaget mendengarkan perkataan Rio, aku bangkit dan kupandangi Rio.
Rio terus mengulangi perkataannya sekuat tenaga, perlahan dia mengangkat tangannya dan terarah dipintu belakang rahasia disamping sebuah lemari. Aku tidak menyadari itu adalah pintu karena didesain seperti lemari disampingnya. Mungkin ini adalah pintu rahasia yang dimaksud Josh dalam permainannya, dan jika benar, pasti mereka akan segera menemukan kami.
Berat bagiku meninggalkan Rio sendirian disini, namun aku harus mencari jawaban atas semua kejadian ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada Josh. dia berubah menjadi psychopath. Lebih baik bagiku jika harus kehilangan dia selamanya daripada melihat dia berubah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin.
Pintu belakang itu dengan mudah kutemukan, kudorong pintu itu dan udara dingin seketika menerpa tubuhku. Pintu ini langsung mengarah ke balkon lainnya dilantai 18 ini. kulihat sekelilingku dan Josh berdiri disana, pandangannya tertuju pada gemerlapnya cahaya perkotaan. Tongkatnya menjadi penahan tubuhnya. Ada yang salah dengan penampilannya.
“Josh..” suaraku pelan memanggilnya dan aku berjalan perlahan mendekatinya.
Dia tidak menghiraukanku.
“Josh…” aku memanggilnya lagi dan semakin dekat dengannya.
Kuperhatikan Josh yang berdiri bertumpu diatas tongkatnya, dia tidak bersenjata sama sekali. Dia juga tidak mungkin membunuhku disini. Aku memberanikan diriku berdiri disampingnya.
Tangan kanannya memegang dadanya, wajahnya seputih kertas. Darahnya menetes terus. Aku tidak tahu kenapa aku tidak berani menyentuhnya, semua yang kulakukan hanyalah melihatnya dan menunggu dia memberikan penjelasan bagiku.
“Mika, adikku..” suaranya bergetar. Sebuah senyum tipis terukir dengan kakunya dibibir.
Aku memandangi dia. Tidak menyentuh dia dan pisau ini tetap tergenggam erat ditanganku karena aku tidak percaya padanya. Dia bisa kapan saja membunuhku disini.
“Mikasa…” dia hanya mengulang namaku berkali – kali.
Aku terloncat kaget begitu melihat tangan kanannya bergerak – gerak berusaha meraih sesuatu didalam bajunya. Tidak begitu lama dia mengeluarkan sebuah dompet yang ditemanin noda darah dan dia berikan padaku.
“Kalau kamu ingin jawaban, semua ada disini, Mikasa..” dia memberikan sesuatu padaku.
Aku mengulurkan tanganku untuk mengambil dompet tersebut, dompet itu terlihat tebal karena ada lipatan kertas didalamnya. Josh memandangku kali ini. kulihat wajahnya, dan seketika perasaan sedih mendatangiku. Kenapa bisa semua jadi begini. Siapa yang melukainya.
“Mika… bolehkah memelukku untuk terakhir kalinya ?” Josh berkata pelan dan membuka tangannya agar aku merekup dalam dekapan dadanya.
Perlahan aku mendekatkan diri padanya dan dekapan hangat aku terima darinya, dekapan ini terasa begitu nyata bagiku, dekapan yang selalu aku dapatkan ketika masih kecil. Dadanya berdetak dengan cepat, darah hangatnya mengalir dengan kencang. siapa yang tega melakukan ini padanya. Aku berpikir bahwa dalam permainannya sendiri, seharusnya dia merupakan musuh utama. Dan jika bukan dia, lalu siapa.
“Mika, kamu.. harus pergi bersama Rio dari sini. Semua yang dia buat.. jangan membencinya.” Josh mencium keningku dan melepaskan pelukannya.
Airmataku mengalir kali ini, tidak sanggup berpisah lagi dengannya. Entah kenapa aku seketika mengerti kenapa dia membunuh Adel dan Evan, semua karena rasa sayangnya yang besar padaku. Dan dia tidak tahu bagaimana mengexpresikannya, sehinngga menyingkirkan orang – orang yang telah menyakitiku adalah caranya memberitahu bahwa dia sesungguhnya sayang padaku.
“Pergi..” dia berusaha sekuat tenaga memberitahuku untuk meninggallkannya.
“Tidak, Josh…” aku melawan, tapi tatapan matanya begitu jelas bagiku bahwa dia tidak ingin hal buruk terjadi padaku.
“PERGI !!” bentak dia.
Dalam tangis aku berlari menjauh darinya.
Aku akan membawa Rio keluar dari sini, dan semua jawabannya ada didalam sini. Kugenggam dompet ini dengan erat, dan saat aku tiba dipintu akses menuju ruangan dimana Rio berada, sekilas aku membalikkan badanku. Josh tidak sendirian, ada seorang wanita disana. aku berusaha melihat siapa wanita tersebut namun aku sulit mengenalinya. Satu hal yang aku lihat dengan pasti, sebuah tusukan dalam ditancapkan ketubuh Josh, dan dia melawan.
Untuk kali ini saja Mika, lakukan sesuatu untuk menolongnya.
Kuletakkan dompet itu, kuperkuat pegangan pisau ditanganku dan aku berlari..
Aku berlari begitu kencangnya dan menerkam wanita itu seketika.
“AGHHHhhhh..” jerit wanita itu.
Aku bisa merasakan darahnya keluar dan membasahi wajahku. Aku mendorongnya sampai keujung dan menghempaskannya keujung bagunan ini, kulihat wajahnya yang tidak asing bagiku. Rose. Matanya mebelalak melihatku, bibirnya mengeluarkan darah dan tangannya menyentuh pisau yang kutancapkan ketubuhnya. Kulihat kedua tanganku yang kini penuh dengan darah, aku bergetar hebat.
Apa yang sudah kulakukan. Apa yang sudah kuperbuat !
“Mi….kaaa….” geram Rose dan berjalan mendekatiku.
Dicabutnya pisau yang menancap pada tubuhnya dan seketika darah segar keluar begitu saja, dia terus berjalan mendekatiku dan pisau itu siap menikamku. Josh, dengan sisa tenaganya menusuk Rose dengan tongkatnya, mendorongnya hingga ujung bagunan dan melemparnya kebawah. Aku melihat Rose terjatuh dari lantai ini. mati ! dia pasti akan mati !
(to be continue…)