Dia bangun pagi seperti biasa. Sebaskom air hangat segera disiapkan dengan cepat untuk memandikan Male. Dia mengintip anaknya yang masih terlelap, dua anak kecil yang belum mengetahui apapun tetapi sudah kehilangan masa depan mereka karena tidak memiliki sosok seorang ayah.
Terkadang dia merasa jahat ketika harus menjauhkan mereka dari ayah mereka, tetapi entah kenapa dia juga merasa bahwa hal itu adalah tindakan yang tepat. Semakin jarang bertemu dengan ayah mereka, semakin jarang pula kenangan akan ayah mereka ada didalam pikiran mereka. Dia akan membesarkan mereka seorang diri. Tidak masalah jika dia tidak menikah lagi, apapun yang akan terjadi didalam hidupnya, dia akan membesarkan anak – anaknya sekuat tenaga.
“Pagi sekali kamu bangun Risa ?”
Mamanya kini berdiri dibelakangnya dengan mata setengah mengantuk sambal mengintip apa yang sedang dia lakukan didepan kompor.
“Oh, lagi siapin air panas buat mandiin Male.”
“Sepagi ini ?”
Mamanya berjalan mendekatinya dan memegang keningnya, dia lalu tersenyum pada Risa dan menyuruh Risa untuk mandi terlebih dahulu mengunakan air yang sudah disiapkan.
“Male tidak akan mandi sepagi ini. Gunakan air itu buat mandi agar kamu lebih segar dan pikiranmu lebih jernih untuk berangkat kerja nanti.”
Risa ingin melawan perintah mamanya, namun diurungkan karena apa yang dikatakan mamanya adalah benar. Dia bahkan tidak memiliki alasan kenapa dia begitu cepat memanaskan air pagi itu selain untuk memandikan Male.
Akhirnya dia kembali kekamarnya dan mengambil handuk lalu mandi dengan air hangat yang dia siapkan itu. Dia sibuk memikirkan bagaimana dia bisa menjalankan hari – harinya dengan baik, sibuk memikirkan masa depan anak – anaknya didalam kamar mandi tersebut. Dia bukanlah anak dari keluarga kaya, dan bekerja dengan gaji standart sungguh merupakan sebuah tonjokan besar didadanya. Wajar perusahaan hanya memberikannya gaji begitu, dia tidak memiliki pengalaman kerja sama sekali.
Dia lalu memakai kaos hitam berkerah dipadukan dengan jeans santai. Penampilannya seperti anak muda hari ini, namun siapa sangka dia sudah berstatus janda. Dia keluar dari kamarnya dan duduk bersama mamanya didapur. Disana sudah tersedia 2 gelas tea hangat dan bakwan.
“Apa yang kamu pikirkan ?”
“Tidak ada Ma.”
“Kalau ada masalah, ceritakan sama mama. Jangan dipendam sendiri.”
“Tidak ada kok ma. Hanya masalah mantan.”
Mendengar kata mantan membuat mamanya sedikit bergidik terkejut.
“Kamu masih memikirkannya ?”
Risa kini binggung antara berterus terang atau berbohong.
“Risa, mama sudah bilang ya mama tidak suka sama dia !”
Tuduhan tersebut membuat Risa spontan menjawab langsung dengan amarah.
“Dia ingin bertemu anak – anak dan mengancam akan merebut hak asuh anak ! Jangan negative langsung dhe Ma !”
Risa langsung pergi dari sana. Mamanya hanya terdiam didapur dan melihat Risa berlalu kekamar anak – anaknya. Risa juga tidak menyentuh tea ataupun bakwannya sama sekali pagi itu. Dia masuk kekamarnya lalu mencium kening kedua anaknya yang masih tidur lalu bersiap untuk segera pergi berangkat kerja.
Ketika dia melihat mamanya masih terdiam didapur, dia tidak sampai hati meninggalkan mamanya dalam keadaan marah. Selain itu, dia juga membutuhkan bantuan mamanya untuk menjaga kedua anaknya ketika dia tidak berada dirumah. Dia menurunkan ego-nya lalu pergi kedapur untuk memperbaiki suasana diantara mereka berdua.
“Tolong jaga anak – anak ya Ma, aku akan berangkat sekarang karena tempat kerjaku jauh.”
“Hati – hati ya, singgahlah untuk sarapan. Dan kita akan membahas masalah mantanmu nanti setelah kamu pulang.”
Dia lalu menyalakan motornya dan segera berangkat. Jalanan sedikit sepi pagi itu. Jarak tempuh rumahnya hingga ke pabrik itu sekitar 45 menit lamanya. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan anak – anaknya sebelum mereka melihat wajahnya, tetapi dunianya kini telah berubah, dia bukanlah ibu rumah tangga lagi, melainkan single mother yang harus bekerja untuk menghidupi keluarga kecilnya.
Dia sampai ke pabrik dan mencari posisi terbaik untuk meletakkan motornya. Dia menghampiri pos security untuk melakukan pemeriksaan. Seorang pria paruh baya bangkit berdiri dan tersenyum padanya sembari memeriksa isi tasnya.
“Hari pertama kerja selalu semangat ya.”
Dia hanya tersenyum, matanya lalu tertuju pada beberapa karyawan yang sedang duduk beristirahat tidak jauh dari kantornya.
“Pak, itu sedang beristirahat ya ?”
Tanya Risa sambil menunjuk arah kantor, pria itu menoleh sekilas lalu tersenyum kembali kepada Risa.
“Mereka bekerja shift malam. Sebentar lagi mereka akan pulang, jadi biasanya mereka duduk disana sambal menunggu jam pulang.”
“Ouh..”
“Baiklah, silakan masuk. Pak Hanze pasti senang melihat adminnya datang sepagi ini.”
“Lho, sudah disini ?”
“Pak Hanze selalu datang lebih pagi dan pulang lebih lama.”
Dia tidak bertanya lebih lanjut dan segera mengambil tasnya lalu masuk kedalam. Beberapa karyawan yang duduk disana menatapnya dan sebagian menyapanya dengan ucapan selamat pagi. Dia bisa melihat Hanze yang sedang sibuk didepan laptopnya pagi itu. Dia menghela nafasnya lalu memberanikan dirinya untuk masuk kedalam.
“Selamat pagi, Pak.”
Ucapannya tidak disahut oleh Hanze, mata pria itu sibuk tertuju pada laptopnya. Setelah berdiri agak lama dan tidak ada respon, Risa memutuskan untuk berjalan sendiri ke meja yang sudah diberikan Hanze padanya semalam dan mulai menyalakan komputernya.
“Ah sial !”
Risa terkejut mendengar Hanze mengumpat. Pria itu lalu sadar bahwa Risa sudah berada dikantor beberapa saat kemudian setelah gumpatannya berlalu.
“Ah maaf, gamenya asik bangat. Cepat kali datangnya ? sempat sarapan ?”
Risa hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya, pertanda dia tidak sempat sarapan.
Wajah pria itu terlihat tidak setuju dengan jawaban Risa. Dia lalu mengambil ponselnya dan menelepon seseorang, memesan 2 kotak sarapan.
“Saya tidak mau admin saya bekerja dengan kondisi kelaparan ya. Pekerjaan disini akan berat soalnya.”
Risa diam dan tidak menjawab paksaan Hanze. Bosnya galak tetapi baik hati. Risa tersenyum sendiri karena rasanya sudah lama sekali tidak ada orang yang benar – benar memperhatikannya. Hanze mencuri pandang kearahnya sesekali dan segera membuang tatapannya begitu Risa menoleh. Tidak lama sarapan mereka sampai dan mereka berjalan bersama kekantin pagi itu. Ada yang melihat sinis pada Risa, dan ada juga yang bersiul pelan ketika melewati mereka.
Sarapan mereka berakhir tanpa banyak bicara dan mereka kembali kekantor bersama – sama. Mesin produksi mulai dinyalakan, membuat kantor Risa terasa sedikit bergetar. Hanze menutup laptopnya dan mendekati Risa, dia memberikan file yang sangat tebal dan mulai menjelaskan pekerjaannya.
“Sudah paham ?”
“Iya Pak. Saya akan mulai dari jam masuk karyawan dulu.”
“Tidak masalah, yang penting saya mau setiap sore ada laporan diatas meja saya. Apa saja kegiatan kamu dikantor selama sebulan pertama. Mengerti ?”
“Mengerti pak.”
Hanze lalu pergi keluar dari kantor dan meninggalkan Risa seorang diri disana. Hal pertama yang dia lakukan adalah mencari remote AC dan menurunkan suhu ruangan. Sungguh dingin berada seorang diri disana dengan suhu dibawah 20 derajat. Hanze tidak akan marah, pikirnya dalam hati.
Dia lalu mengeluarkan gelas yang sudah disiapkan dari rumah dan mengisinya dengan segelas air hangat lalu duduk kembali didepan mejanya. Dia memulai pekerjaannya dengan mengikuti buku petunjuk yang diberikan Hanze. Seluruh daftar pekerjaannya serta bagaimana cara dia mengerjakannya terurai dengan jelas didalam sana. Pasti ini adalah file yang diberikan secara turun temurun kepada setiap admin disana. Setiap tulisan didalamnya dapat dipahami dengan baik. Berbekal file itu, Risa melewatkan pekerjaannya sore itu dengan baik. Dia tidak bertemu Hanze dijam makan siang hingga sesaat setelah dia mematikan komputernya. Hanze menampakkan dirinya.
“Bagaimana ? Paham kan ?”
“Paham sekali pak, setiap petunjuk dan tugas saya sangat jelas difile ini.”
Hanze tersenyum bangga mendengar jawabannya. Risa lalu memberikan list pekerjaan yang dia kerjakan sedari tadi pada Hanze lalu pamit pulang. Perjalanan pulangnya terasa begitu menyenangkan karena pekerjaan dia tidaklah serumit yang dia bayangkan. Dia tidak pergi menjelajahi pabrik itu sama sekali dan benar – benar waktunya hanya habis didalam kantor. Ada begitu banyak hal yang masih ingin dia pelajari. Dan didalam komputer itu dia juga menemukan beberapa foto konyol Hanze. Dia tidak memberitahu pria itu bahwa dia adalah model foto bagi admin – admin sebelum dirinya. Tanpa disadari, mengingat Hanze mampu membuatnya tersenyum sendiri sepanjang perjalanan pulangnya.
Ketika sampai dirumah, kedua anaknya sedang asik dengan tontonan kartun mereka. Dia lalu membersihkan dirinya dan bersiap membantu mamanya untuk berjualan bakwan sore itu.
“Bagaimana pekerjaan hari ini Risa ? kalau capek kamu istirahat saja.”
“Aku baik – baik saja Ma. Pekerjaanku menyenangkan dan tidak seberat yang kubayangkan. Bos juga juga perhatian.”
“Oh ya, apakah sudah berkeluarga ?”
“Tidak Ma, dia lebih muda dari aku.”
Percakapan mereka terhenti sampai disana. Mamanya mengangkat bumbu bakwan yang siap digoreng dan Risa membungkus perlengkapan yang akan mereka bawa ke pasar. Mereka banyak bertukar cerita sepanjang perjalanan kepasar sore itu. termaksud membicarakan Kenny yang meminta laporan tentang Hanze. Mamanya menyuruh Risa untuk tidak melaporkan apapun karena mungkin Kenny memiliki maksud buruk pada Hanze. Selama pekerjaan mereka berjalan dengan baik, maka sebaiknya Risa menghindari sesuatu yang akan menimbulkan fitnah ataupun membuat Hanze marah.
Jualan mereka tidak begitu laku malam itu. mereka membeli sebungkus nasi dengan nasi didouble lalu memakannya berdua. Ayahnya sudah 3 hari tidak pulang karena ikut buruh lainnya ke proyek didalam hutan. Mamanya sudah memiliki beban tersendiri, sungguh durhaka jika dia harus membebani mamanya dengan kedua anaknya.
“Ma, maafin aku ya dulu tidak pernah mendengarkan kata – kata mama.”
Mamanya terkejut lalu merangkul Risa. Dia hanya pasrah dan bersandar pada mamanya.
“Apapun yang telah kamu lakukan, itu tidak masalah karena kamu adalah anak kesayangan mama. Dan apapun yang dilakukan mantanmu, kita akan perjuangkan jika harus berurusan dengan pengadilan. Tidak perlu takut padanya dan tidak perlu mempertemukannya dengan anak. Dia bahkan tidak memberikan uang padamu, apa haknya untuk meminta anak.”
Perkataan mamanya itu membuat hatinya terasa tenang. Dia tidak akan mengulangi kembali kesalahan masa lalunya. Ini adalah hari yang baru baginya, awal yang baru dan kehidupan yang baru. Dia akan mengunakan kesempatan itu untuk membuat hidupnya lebih baik lagi.
“Makasih Ma.”
Dan mereka larut kedalam keterharuan. Tidak lama kemudian mereka memutuskan untuk menutup kedai mereka lebih cepat. Mereka pulang dan berkumpul dengan adik mereka beserta Male dan Mola. Menonton didepan sebuah TV kecil dengan bakwan sebagai cemilannya.
Dia memang kehilangan masa mudanya, tetapi dia tidak kehilangan masa depannya.
Kesalahannya dimasa lalu adalah awal dari kehidupan barunya saat ini. Perjuangannya baru akan dimulai kali ini. Dia tidak akan membiarkan dirinya kembali terseret kedalam masa lalu itu. ini adalah awal perjuangan hidupnya. Asalkan dia memiliki keluarga, dia tidak akan goyah dan menyerah melawan kerasnya kehidupan yang menunggu didepan matanya kini.
I know that I shouldn’t make that file.
But, I don’t know why I am doing that and make it,
I made that file and finish it really late that night,
But all is worth,
She understand quickly and happy,
So me too.
(November 18, 1987)
(to be continue…)