Part Six : Hanz Diary

0

erjalan keruangan koleksi tidak jauh dari kantornya.

Spread the love

Mobil itu terparkir dengan rapi dihalaman rumahnya sejak seminggu lalu. Mobil putih sedan kesayangan Hanze. Tidak ada yang berani mengunakannya selain dirinya sendiri dan Risa. Terkadang Risa selalu memanaskan mobil itu setiap pagi jika dia pulang dari rumah sakit.

Dia memasukkan mobilnya kedalam bagasi. Rumah mereka tidak terlalu besar, hanya 2 lantai dengan 4 kamar didalamnya. Mereka memiliki kamar yang paling besar dengan wc didalamnya, disusul oleh Male lalu Mola. 1 kamar lainnya mereka rubah menjadi kamar tamu. Jika ada saudara jauh yang datang, maka mereka akan memberikan kamar tersebut sebagai tempat menginap. Mereka juga memiliki halaman depan yang cukup luas dan kolam renang dibagian belakang rumah mereka. Terkadang Hanze suka berenang setiap sore ketika dia selesai dari pekerjaannya. Begitu juga Male ketika dia masih tinggal bersama mereka

Ruang tamu menjadi penyambut ketika pintu depan terbuka. Dia meletakkan kunci mobilnya dan langsung merebahkan tubuhnya keatas sofa yang berada diruangan tersebut. Tangannya mencari remote ac dan segera menyalakannya dengan suhu maximal. Ruang tamu mereka merupakan ruang tamu yang sempurna. Selain memiliki AC, disana juga ada sebuah tv sebesar 34inci. Ditata dengan sofa – sofa besar dan empuk disekelilingnya. Dia dan Hanze suka menghabiskan waktu berduaan didepan tv sambil menonton berbagai acara. Mulai dari TV, series ataupun drama korea. Meskipun mereka tidak banyak bercerita, setidaknya mereka menghabiskan hari mereka bersama diruang tamu itu.

Ruang itu kini terasa sepi. Dia tidak menyalakan TV dan matanya terpejam ketika tubuhnya menyentuh lembutnya sofa yang berada disana. Dia memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi kepada Hanze dan bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya tanpa Hanze. Dia terbiasa membuat Hanze melakukan banyak hal buat dirinya, dan yang bisa dia lakukan selama ini adalah membuat Hanze terus merasakan sakit hati. Dia ingin Hanze meninggalkannya agar keluarganya bisa menerimanya kembali, tetapi jauh dilubuk hatinya, dia begitu mencintai pria itu.

Hanze adalah mantan bossnya dulu dan jelas dia tidak ingin status tersebut berubah menjadi mantan suami. Setelah cukup lama dia merebahkan badannya disofa itu, dia bangkit berdiri dan masuk kekamar mereka. Dia membuka gorden yang menutup kamar mereka dan membiarkan cahaya matahari masuk kedalam. Kamar itu terasa asing baginya kini. Tidak ada selimut yang berantakan dan bantal yang berjatuhan diatas lantai. Tidak ada shower yang menyala dan juga tidak ada aroma kopi pagi seperti ketika Hanze masih sehat. Dia selalu membuat kopi hitam setiap pagi dan tentunya tea hangat buat dirinya, sungguh pria yang manis.

Dia lalu berjalan kekamar Male, pintunya tidak terkunci. Dia pasti belum pulang sama sekali kerumah itu meskipun tidak ada orang didalamnya. Dia masuk kedalam dan melihat isi kamar anaknya itu. Tempat tidur berwarna hijau tua dan juga meja belajar terletak dengan rapi. Buku – bukunya tersusun dengan baik disana. Tidak ada tanda – tanda AC pernah dinyalakan sejak hari dimana Male pergi meninggalkan rumah. Kamar itu tetap bersih karena Mola rajin membersihkan kamar abangnya itu tanpa disuruh.

Dia berjalan mendekati meja belajar tidak jauh dari samping kasur hijau tua itu. Foto ketika Male masih kecil bersama dirinya masih terpajang indah dipojokan meja itu. Matanya berkaca terkenang masa itu, ketika dia berusaha keras membesarkan anaknya dan Hanze datang dengan segala pertolongannya. Hanze tidak pernah menolongnya secara materi, tetapi dia selalu ada setiap saat Risa membutuhkan bantuannya tanpa peduli apapun kesibukannya.

Hanze berasal dari keluarga kaya, dia adalah anak tunggal. Keputusannya untuk menikahi Risa, seorang janda dengan 2 anak adalah keputusan paling besar didalam hidupnya. Keluarganya tidak merestui hubungan mereka. Hanze memutuskan untuk tetap menikahi Risa dan kini mereka hidup bersama. Mama Risa sendiri mendukung hubungannya kali ini. Tidak ada satupun yang kurang dari diri Hanze kecuali moodnya yang suka berubah. Apapun kondisinya, Hanze adalah pria yang baik, yang mau menerima segala masa lalunya dan juga sayang kepada kedua anaknya itu.

Dia lalu berjalan melewati dapur. Mola pasti membersihkan rumah setiap hari. Semua meja bersih dan piring – piring tersusun dengan baik dirak. Lantai rumah juga dibersihkan dengan baik karena dia tidak menemukan sedikitpun debu. Dia melanjutkan perjalanannya kelantai atas untuk memeriksa apakah rumahnya aman. Lantai 2 dirumah itu adalah tempat kesukaan Hanze. Sebagian isi lantai itu adalah perpustakaan mini dengan berbagai buku. Ditambah hobby Hanze yang suka sekali mengoleksi berbagai jenis action figure. Hanze menjadikan lantai 2 itu sebagai tempat koleksi pribadinya sekaligus ruangan bekerjanya. Lantai 2 rumah itu dibangun hanya ½ dari besar lantai pertama, Hanze bisa berada disana seharian, tenggelam dalam hobby dan pekerjaan.

Dia membuka kantor Hanze dan duduk dikursi favorite Hanze, mencoba membayangkan Hanze yang sedang sibuk bekerja didepan komputernya sambil menikmati kopi setiap sore. Sebuah gelas kaca terletak tidak jauh dari mouse diatas meja itu, masih ada kopi didalamnya. Itu adalah gelas pemberian Risa ketika mereka merayakan anniversary pernikahan mereka. Dia selalu mengunakannya untuk membuat kopi sejak hari itu.

Anak – anaknya juga tidak pernah naik keatas lantai itu karena tidak ingin menganggu Hanze yang sedang sibuk bekerja. Sejak dia berhenti dari pekerjaannya demi Risa, dia telah menjadi seorang editor, mereka tidak ingin menganggu konsentrasi Hanze ketika sedang membaca ataupun sekedar mengedit naskah. Terkadang jika ada teman mereka yang datang dan suka dengan action figure, mereka akan meminta izin kepada Hanze terlebih dahulu baru membawa mereka keatas untuk sekedar melihat koleksi – koleksi ayahnya.

Teringat action figure membuat Risa penasaran akan rakitan terakhr robot pemberiannya pada Hanze. Biasanya dibutuhkan waktu 2 minggu sampai Hanze menyelesaikan perakitannya, tetapi kado terakhirnya belum pernah ditunjukkan Hanze, sudah hampir sebulan. Hanze memiliki kebiasaan untuk mempamerkan hasil rakitannya setiap kali dia menyelesaikan sebuah action figure kepada Risa.

Dia beranjak dari kantor suaminya dan berjalan keruangan koleksi tidak jauh dari kantornya. Suhu ruangan itu terjaga dengan baik sehingga tidak merusak struktur pajangan didalamnya. Dia mengitari beberapa rak kaca dan tersenyum kagum akan koleksi suaminya itu. Dibalik rak kaca terdapat lemari – lemari kayu tempat dimana berbagai buku disimpan. Dan dipojok lemari itu, ada sebuah meja kecil ditemani sebuah kursi kecil dan laptop. Sebuah lampu meja ikut menghiasi meja yang sedikit berantakan itu. Disana ada robot terakhir pemberian Risa yang sedang dikerjakan suaminya.

Dia menarik kursi kecil itu dan duduk disana. Didepannya kini ada setumpuk bagian robot yang harus diselesaikan. Dia berniat menyelesaikannya meskipun tidak berpengalaman. Dia akan membawa robot itu untuk ikut serta menemani Hanze dirumah sakit. Dia menyalakan lampu kecil yang berada didepannya dan mulai mencari buku petunjuk perakitan. Dia tidak menemukan buku petunjuk disekitar meja. Kotak robot itu berada tidak jauh dari tempat duduknya, dia meraihnya tanpa beranjak dari kursinya. Sedikit berat, mungkin masih banyak bagian robot yang belum selesai, pikirnya.

Dia lalu membuka kotak tersebut dan mengambil buku petunjuk yang tepat berada dibagian atas kotak itu. Matanya terpana pada sebuah buku tebal sedikit kebiruan dibawah kotak robot itu, tidak mungkin merupakan bagian dari buku merakit robot. Dia meletakkan buku petunjuk itu dan mengambil buku biru itu. Sampulnya rapi. Dia membuka halaman pertama buku itu dan sedikit terkejut, tidak pernah dia mengetahui bahwa Hanze akan membuat buku diary. Suasana sekitarnya terasa dingin seketika, dia tidak ingin membongkar privasi suaminya tetapi hati kecilnya berkata bahwa dia harus membaca buku itu. Setelah berpikir cukup lama, dia mematikan lampu kecil itu dan membawa buku diary suaminya pergi dari sana.

Dia segera mengambil ponselnya dan menelepon Marlin yang sedang menjaga Hanze disana. Dia bertanya pada Marlin apakah ingin dibawakan sesuatu karena dia akan kembali kerumah sakit. Dia memasukkan buku diary itu kedalam tasnya dan mengambil kunci sedan milik Hanze lalu kembali kerumah sakit dengan perasaan yang mulai tidak menentu.


I know for sure that I can get a better woman than her,
What I didn’t know is wherever I go,

I keep back to her,
She always in my mind,
And no matter how confuse I am,
I feel happy.

(January 14, 1988)


(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights