Tidak ingin menimbulkan pertanyaan ataupun menjadi korban bully mereka ditempat ini, aku berjalan kearah yang berbeda dari tempat mereka. Tempat ini mulai ramai, sulit sekali bagiku untuk bisa menemukan Rio.
Aku merasa sendirian ditengah keramaian tempat ini. tidak jarang ada mata yang memperhatikanku dan membicarakan aku karena penampilanku. Dress yang bagiku adalah dress terbaik yang pernah kugunakan, bagi mereka mungkin hanyalah dress murahan yang dipadukan dengan heels diskonan di mall.
Ada perasaan sedih yang datang seketika dalam diriku. Aku melihat diriku terpantul jelas didepan sebuah kaca yang berdiri gagah dan membawaku pada pemandangan kota yang sungguh indah dimalam hari. Seorang pelayan mendekatiku dan menawarkan miumannya, kutolak dengan cepat dan dia berlalu tanpa banyak bertanya padaku.
indahnya gemerlap cahaya perkotaan membuatku begitu terpana. Aku mulai membayangkan masa depanku, membayangkan apa yang sedang dilakukan mama dirumah malam ini, dan membayangkan perkenalanku kembali dengan Rio, terjadi begitu cepat dan seolah baru kemarin sejak terakhir aku sering melihatnya dicafe kesukaanku. Aku juga teringat akan kak Beka yang setia menemani hariku disana.
Tunggu ! apakah Rio masih suka pergi kecafe tersebut ? terutama sejak aku dan dia semakin dekat. Dia bahkan tidak pernah berbicara denganku sedikitpun saat kami sering bertemu dicafe tersebut. Bisa dikatakan dia hanya sibuk dengan computer yang dibawanya. Ini terasa anah ! apakah dia mata – mata yang mengawasiku selama ini ? kenapa ada orang yang mengetahui setiap kegiatanku dan bagaimana juga dia bisa begitu pas memberikanku kalung yang sepadan dengan warna dressku malam ini. Dan dia bisa memberikanku kesempatan bekerja ditempatnya tepat disaat aku kehilangan pekerjaanku.
Rio adalah orang yang memata – mataiku selama ini !
TIDAK ! TIDAK !! aku berusaha melawan setiap pemikiran buruk tentang Rio yang datang padaku.
Aku akan bertanya padanya langsung. Dimana dia !
Aku panik, keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku akan mencarinya dan bertanya langsung.
Tiba – tiba sebuah tangan dingin menyentuh pundakku ! aku membalikkan badanku dan.
“JEAN !”
Sentakku kuat saat menyadari dia sudah berada dibelakangku. Dia juga tampak begitu terkejut melihat aku yang berteriak melihatnya, beberapa orang yang berada tidak jauh dari sana sempat melihat kearah kami.
“Astaga Jean.” aku mengulang namanya sambil memegang dadaku.
Kupandangi Jean yang berdiri nyata didepanku. Dengan segelas wine ditangannya, dia sangat mempesona malam ini. Jean mengunakan gaun panjang putih keemasan. Dipadukan dengan gaya rambut yang disisir rapi menyamping, dan beberapa gelang sebagai hiasan tangannya, sebuah heels tinggi kuning keemasan juga ikut serta menghiasi kakinya dengan cantik.
Gaunnya memperlihatkan beberapa sudut kulitnya yang putih, dan aku bisa melihat dengan jelas Jean adalah wanita dengan tattoo disekitar bahunya. Penampilan Jean malam ini seperti seorang ratu.
Namun, dia tidak memberitahuku bahwa dia adalah salah satu undangan misterius tersebut. Kenapa dia tidak membahas sedikitpun bahwa dia juga akan menghadiri pesta malam ini saat aku bertanya soal pendapatnya siang tadi.
“Mika. Kok sendirian ?” Jean bertanya tanpa rasa bersalah.
“Iya, aku harus segera menemukan Rio.” Jawabku cepat.
Jean memegangi tanganku dan tidak membiarkanku pergi meninggalkannya. Aku berusaha melepaskan pegangan tangannya namun dia memegangiku dengan kuat.
“Jean. Aku sedang buru – buru.” Aku berusaha melepaskan pegangan Jean.
Jean tidak melepaskanku juga. Aku berusaha sekuat tenaga menghempaskan tangannya dan berjalan pergi segera setelah cengkramannya lepas. Dia memanggilku dan tidak kuhiraukan. Aku terus berjalan ketengah ruangan ini dan berharap bisa menemukan Rio dengan segera.
Aku harus pergi dari sini, ini aneh. Bagaimana bisa semua orang yang aku kenal tiba – tiba berada disini. Ada ketakutan yang menghampiriku seketika. Aku harus segera pergi dengan atau tanpa Rio.
Pelayannya berbisik ditelinganya. Kali ini dia tersenyum dengan lebarnya dan memutar – mutar tongkatnya. Sudah saatnya acara dansa yang dia selengarakan segera dimulai. Dia dapat menemukan sosok Mikasa dengan mudahnya ditengah keramaian acara tersebut bahkan sejak pertama kali kedatangan Mika, tidak sedetikpun dia kehilangan Mikasa.
Ada sedikit amarah didalam dirinya saat melihat Jean mendekati Mika. Untung Mika segera melepaskan diri dari Jean. dia sudah merencakan sesuatu yang gelap dan jahat pada Jean jika sampai wanita itu berani berkata hal – hal aneh pada Mika.
Dari atas dia juga bisa melihat dengan jelas sosok Adel, Evan dan Yulia. Mereka adalah orang yang telah berani melukai hati Mika. Dan Ida yang bersama mereka. Dia melihat dengan jelas keakraban mereka. Manusia seperti mereka memang tidak layak berada disini. Mereka datang kesini hanya karena ada namanya tercantum diundangan tersebut. sudah pasti mereka merasa orang yang beruntung atau akan mendapatkan kejutan jika diundang oleh orang seperti dia. Senyuman tipis terukir dibibirnya. Mereka akan segera menghilang. Dia sudah menyiapkan kejutan pertama bagi mereka.
Dia melihat kembali Mikasa dan sadar bahwa Mika pasti sedang mencari Rio. Ini akan menjadi acara perjumpaan dia dan Mika yang paling menarik, dan juga menjadi acara perpisahan antara Mika dan Rio. Senyum itu terlihat keji. Dia membalikkan badannya dan Rio, tepat berada dibelakangnya. Mulutnya diikat dengan kain agar dia tidak bersuara sedikitpun, kedua tangannya dipegang dengan kuat oleh pelayan yang berada dipintu masuk tadi. Rio berusaha melepaskan dirinya namun tidak berdaya.
Dia berjalan mendekati Rio dan ujung tongkatnya menancap kuat disalah satu kakinya. Jeritan kesakitan tampak jelas diwajah Rio namun tidak ada satupun suara yang keluar dari mulutnya kecuali geraman. Dia memutar tongkat yang menancap dikaki Rio, dan geraman kesakitan itu semakin jelas terdengar. Keringat membasahi sekujur tubuh Rio, dia berusaha melawan rasa sakitnya dan menjaga kesadarannya.
“Kamu tahu apa konsekuensinya, Rio.” Josh mendekati Rio.
Dia lalu mencabut tongkatnya. Darah segar menyembur keluar dari kaki Rio.
Pelayan itu membuka ikatan mulutnya, tidak ada permohonan ampunan yang keluar dari mulut Rio. Tidak ada teriakan permintaan tolong karena Rio sadar itu adalah hal yang sia – sia.
“Kamu tidak akan pernah mendapatkan Mika !” Josh berbicara dengan penuh amarah.
Suara Rio terdengar serak karena rasa sakit yang dia tahan. Senyumnya hilang dan wajahnya berubah menjadi dingin. Dipandangi Rio seperti sosok yang sudah tidak berguna. Pelayan itu menendang dengan kuat kedua kaki Rio dan suara tulang patah terdengar jelas. Rio tersungkur tidak berdaya.
Seorang pelayan lainnya membersihkan darah yang berada ditongkat tuannya. Sudah waktunya dia memulai acara ini. Dia akan memberikan salam pembuka kepada semua tamu undangannya dan memulai permainannya.
“Siapapun, jangan Mika.. kumohon.”
Rio akhirnya memohon padanya. Dia mendekati Rio.
Betapa terkejutnya saat Rio melihat sosok tuannya secara langsung. Wajah itu begitu sama dengan Mikasa. Rasa sakit kaki yang patah kalah seketika oleh rasa takut yang menjalar ditubuhnya.
“Tidak ada yang bisa memisahkan aku dengan adikku lagi. Mikasa adalah milikku.”
Kata – kata itu begitu jelas didengar Rio dan sebelum dia sempat mendengarkan lebih banyak, sebuah pukulan kuat menghantam kepala Rio dan semua menjadi gelap.
(to be continue…)