[Ch. 08] A Future PART VI

0

Meski harus membiayai semua biaya kehidupanku sendiri, aku yakin bahwa aku pasti bisa membangun masa depanku sendiri.

Spread the love

Aku menghampiri salah seorang karyawan yang duduk disana. Dari bajunya aku bisa menebak bahwa dia pastilah supir mobil tersebut.

“Bang, lagi ngapain disini ?” tanyaku tanpa ragu.

“Mau muat, entah kemana Leda. Kamu bisa bantu muat ?” tanyanya.

Tidak tahu apa yang ada dipikiranku saat itu, aku mengambil kertas yang berada disampingnya dan membacanya sekilas.

“Bisa bang ! yuk muat !” jawabku penuh semangat.

Supir tersebut bangkit berdiri dan memanggil rekan porternya. Mereka naik keatas mobil dan sebuah kendaraan beroda dua dengan besi panjang menghampiriku.

“Apa yang mau dimuat kak ?” tanyanya ramah.

Aku membaca bon tersebut dan melihat kearea penyimpanan barang. Jujur pada saat itu aku tidak mengerti sama sekali. Hal yang aku lakukan adalah mencocokan tulisan dibon tersebut dengan tulisan yang tertempel dipallet saja. Dengan kepercayaan diri penuh, aku menyuruh mereka memuatnya.

Muatan penuh dan Leda tampak terkejut melihatku disana.

“Karen ! ngapain kamu !” teriaknya histeris.

Bisa kukatakan hampir seisi lapangan tersebut melihat kearahku. Muka Leda merah pertanda marah. Aku menjawab bahwa aku memuat barang yang ada sesuai bon.

Leda tidak mau mendengarkan alasan apapun dan memarahi supir yang berada diatas sana.

“Aku tidak tanggung jawab soal isi mobil ini !” teriaknya padaku sambil melemparkan bon tersebut kewajahku.

“Kamu mau tanggung jawab kalau salah, ha !!” suara Leda semakin kencang memarahiku.

“Saya yang bertanggung jawab.” Suara seorang lelaki memecahkan keributan yang ada dan karyawan lainnya cepat – cepat bubar barisan saat lelaki tersebut mendekat.

Leda, dengan wajah kesalnya mengambil kembali bon tersebut dari lantai dan memberikannya baik – baik padaku dan segera pergi. Dengan takut aku melihat kearah lelaki yang bisa dikatakan tinggi dan besar.

“Kamu anak baru ?” tanyanya langsung.

“Iya Pak.” Jawabku.

“Irwan.” Dia menyodorkan tangannya dan kusalami segera.

“Karen pak.” Jawabku.

Irwan akhirnya memberikan keputusan kepada Leda bahwa pengiriman sepenuhnya akan berada dibawah tanggungjawabku. Dan dari Irwanlah aku mulai semakin melebarkan sayapku untuk belajar sebaik mungkin. Aku selalu pulang lebih lama dari anak lainnya, bukan karena aku ingin mencari perhatian. Namun karena pabrik ini berjalan 24 jam sehingga akan selalu ada orang didalamnya. Aku bisa berkenalan dengan banyak hal baru setiap harinya dan menambah wawasanku.

Pekerjaanku tidak hanya memberikanku ilmu dan uang. Aku akhirnya bisa mendaftar kesalah satu kampus yang tidak jauh dari rumahku. Meskipun aku harus menghabiskan semua waktuku diluar rumah, aku tidak pernah keberatan. Aku juga mulai memberikan uang kepada mamaku meskipun tidak pernah banyak dan meskipun terkadang tidak pernah kuberikan.

Mama mulai mengurangi utangnya perlahan dan papa juga sudah hampir tidak pernah memukul mama lagi. Alasannya sederhana saja, mereka sudah semakin tua untuk hal begitu. Kehidupan yang kujalani mulai terasa damai. Meskipun hubunganku dengan Willy tidak bisa diperbaiki karena dunianya hanyalah dunia maya. Dia berkuliah secara asal – asalan dan tidak bekerja sama sekali. Tidak ada satu orangpun yang bisa mengomentari hidupnya. Cuek adalah pilihanku pada saat itu.

Aku menjalani pekerjaanku dari pagi hingga malam jika tidak ada jadwal kuliah. Dan saat aku harus hadir diperkuliahan, aku selalu pulang sore dan langsung kekampusku. Keputusanku untuk mengambil jurusan manajemen adalah karena kecintaanku terhadap ilmu sosial. Meski harus membiayai semua biaya kehidupanku sendiri, aku yakin bahwa aku pasti bisa membangun masa depanku sendiri.

(to be continue…)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights