Perjalanan ke acara tersebut bisa dikatakan lumayan jauh. Sepanjang perjalanan aku bisa merasakan Rio mencuri pandang kearahku, dia memilih begitu ketimpang berbicara denganku. Aku ingin bertanya padanya siapa orang yang mengundang kami, namun terlalu ragu dan takut bahwa aku hanya akan merusak suasana hatinya, dan akan menjadi hal lucu jika Rio tahu bahwa aku bahkan tidak mengenal tuan rumah acara malam ini. bukan hanya lucu, jika Rio berpikir ini akan bahaya bagiku, pasti dia akan melarangku pergi.
Dan kenyataan bahwa Rio mengajakku adalah pertanda bahwa siapun orang yang mengundang kami, bukanlah orang jahat. Aku memilih untuk tidak bertanya apa – apa padanya, aku pasti akan tahu sendiri siapa tuan rumah acara ini, dan semua rasa penasaranku akan terjawab malam ini.
Sudah cukup lama dia berdiri didepan cermin itu, terus memperhatikan penampilannya dan takut jika ada kekurangan didalam setiap penampilannya. Meskipun biasanya dia adalah sosok yang acuh soal penampilan dan terkesan suka mengenakan pakaian yang sama lebih dari dua kali seminggu, dia selalu cemas akan penampilannya saat harus menghadiri acara penting bagi dirinya. Tanpa dia sadari, perilakunya persis seperti yang Mika lakukan.
Sebuah ketokan membuat dia mengalihkan pandangannya dari cermin itu. dia melirik sekilas jam tangannya dan sadar bahwa sebentar lagi para tamu akan mulai datang keacara pestanya.
“Masuk !”
Seorang pria besar memasuki ruangan tuannya dan menundukkan kepalanya.
“Tuan Pars, sudah waktunya pergi.”
Pelayan itu memberikan tongkat singa tersebut pada tuannya. Jas hitam yang dipadukan lapisan merah darah menjadi pakaian Prim dalam acara malam ini. dia melihat kembali penampilannya kembali dikaca dan memperhatikan tongkatnya, sedikit perubahan pada tongkat kesayangannya, disana terdapat satu tombol tambahan yang sudah dia persiapkan untuk Mikasa. Senyum tipis terukir dibibirnya. Malam ini akan menjadi malam terbaik dalam hidupnya.
Josh Pars akan segera berjumpa dengan adiknya, Mikasa.
Sebuah gedung megah berdiri didepanku saat ini. pertama kali selama hampir 20th kehidupanku, aku berada ditempat semegah ini. dari bawah ini aku bisa melihat pantulan cahaya bangunan lainnya karena gedung ini terbuat dari kaca dibagian luarnya. Aku bahkan tidak bisa menghitung jumlah lantai gedung ini dari luar. Tuan rumah acara ini pastinya adalah orang terpandang dan kaya.
Beberapa petugas dengan jas hitam berpadukan kemeja putih lengkap dengan sarung tangan berdiri dipintu masuk tempat ini, ada sejenis alat dipertengahan pintu masuk. Dan sebuah petunjuk yang menginformasikan bahwa setiap tamu harus masuk melewati alat tersebut jelas tertulis disana.
Rio menurunkanku terlebih dahulu didekat pintu masuk dan pergi mencari tempat parkir. Kupandangi sekelilingku dan hembusan angin malam menusuk tubuhku yang hanya tertutupi dress. Ada beberapa mobil mewah terparkir tidak jauh dari pintu masuk. Dan salah satunya adalah mobil yang sering kulihat.
Ada perasaan aneh setiap kali aku melihat mobil itu, seolah aku mengenali pemiliknya, dan wangi parfum itu, rasanya sangat tidak asing bagiku. Pikiranku kacau, ada rasa pusing yang datang menghinggapiku mendadak.
Sebuah sorotan lampu dikejauhan membuatku menutupi mataku agar tidak silau. Sebuah mobil mewah lainnya berhenti dipintu masuk gedung tersebut, seorang laki – laki keluar dan membukakan pintu belakang mobil tersebut. seorang wanita keluar dari dalam, dengan gaun panjang hijaunya, dia tampak begitu menawan. Pandangannya tertuju padaku yang berdiri tidak jauh dari tempat mobilnya berhenti sesaat setelah dia keluar dari mobilnya.
Dia tersenyum dan lalu berbalik masuk kedalam gedung tersebut. laki – laki itu kembali kedalam mobil dan melaju pergi dari sana. aku pernah berada disini. Aku tidak ingat kapan pastinya, tapi aku pernah berada disini. Kupegangi kepalaku yang terasa sangat sakit, dan pemandangan sekitarku perlahan tampak pudar.
“Mika .. Mika..” Suara Rio terdengar disebelahku, tangannya kuat memegangiku.
“Kamu baik – baik saja ?” Rio bertanya dengan cemas.
Aku mengedipkan mataku berkali – kali dan berusaha keras agar penglihatanku kembali normal. Perlahan aku bisa melihat wajah Rio disampingku, tampak cemas. Aku melepaskan pegangannya.
“Aku baik – baik saja.” Kataku cepat.
Dia memandangiku, tidak percaya akan jawabanku dengan realita yang baru saja dia lihat.
“Benar Rio, aku hanya sedikit dejavu tadi. Yuk kita masuk.” Aku berjalan mendahului Rio.
(to be continue…)