Lokasi pabriknya sungguh jauh dan aku bahkan tidak tahu bagaimana kesana. Aku mulai sering berkomunikasi dengan Vino dan saat mengetahui bahwa ada antar jemput kesana, aku begitu bahagia. Aku pulang dan bertanya pada mama bagaimana jika aku bekerja dipabrik. Mama tidak memberikan responnya dan tidak juga bertanya dimana lokasinya.
Pada akhirnya aku hanya berkata pada papaku bahwa aku akan berhenti bekerja ditoko tersebut dan mengejar masa depanku sendiri. Dan aku akan membuktikan bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa bantuan ataupun dukungan mereka ! Aku bekerja sementara Willy tidak perlu melakukannya. Dia hanya berkuliah. Hal yang seharusnya didapatkan oleh anak perempuan. Dan semuanya hanya kebalikan dikehidupanku. Aku memang sedih dengan kenyataan tersebut, mengeluh tidak akan mengubah keadaan yang ada, sehingga aku memutuskan untuk berusaha sendiri dengan kehidupanku saat itu.
Hari pertama interview membuatku harus berbohong pada mama dan papaku, karena bukannya mendukungku jika mereka tahu, yang ada mereka bahkan memarahiku tanpa alasan yang jelas. Aku akan menentukan sendiri jalan hidupku dan masa depanku. Aku tidak mau terus berada dirutinitas dan masa depan yang tidak jelas seperti saat ini. Aku memutuskan untuk mengambil semua kesempatan yang ada didepan mataku.
Kami berjumpa disebuah office yang berada tidak jauh dari rumahku. Dari sana kami naik kedalam sebuah mobil yang akan mengantarkan kami kepabrik tersebut. Aku memperhatikan detail perjalananku dari kantor tersebut kepabrik, dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai lokasi tersebut. Kami sampai dan Vino meninggalkanku disebuah ruang tunggu interview. Vino bekerja sebagai hrd dipabrik tersebut dan kebetulan yang akan menginterviewku adalah atasan dia. Aku menunggu agak lama sampai seseorang cewek datang dan memberikanku soal ujian yang harus aku selesaikan.
Saat itu yang ada dipikiranku adalah berdoa agar aku bisa menjawab setiap jawaban yang ada disana dengan baik. Kuisi namaku disana dan mulai kubaca soal yang ada. Tidak ada satupun pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran sekolahku saat itu. Aku menjawab pertanyaan yang ada dengan mengandalkan logikaku dan imajinasiku. Aku tidak akan gagal !
Kertas tersebut diambil tidak lama kemudian dan aku kembali harus menunggu boss Vino datang. Aku menganggap bahwa ini adalah ujian kesabaran yang harus aku lalui. Aku menyibukkan diriku dengan berbagai pikiran dan merangkai masa depanku dengan imajinasi. Dan seorang lelaki kini berada didepan pintu.
Dehaman kecilnya membuat lamunanku buyar seketika. Aku merapikan posisi dudukku dengan kaku. Dia masuk kedalam dan duduk tepat didepanku. Perasaan gugup dan takut hadir seketika, dan hal yang aku lakukan adalah berusaha terlihat tenang dan terus menyakinkan diriku bahwa aku pasti akan diterima disini. pasti !
“Siapa nama kamu ?” pertanyaan pertama terlontar.
“Karen pak !” suaraku keras tanpa kusadari. Celaka ! aku mulai panik.
Dia melirikku tanpa terlihat kaget dengan suaraku. Aku mulai panik, apakah aku sudah memberikan kesan pertama yang buruk padanya. Detak jantungku terasa begitu kencang. Aku mengepalkan tanganku dan berusaha sekuat tenaga agar tidak gugup.
“Badannya kecil tapi suaranya keras.” Canda dia sambil tertawa.
Wajahku kaku membentuk senyuman akan candaannya yang sama sekali tidak lucu. Ini pasti ujian. Dia pasti sedang mengujiku untuk melihat tingkat keseriusanku. Aku tidak akan goyah hanya dengan candaan begitu.
“Karen, jangan tegang sekali.” Lanjutnya.
Kutatap matanya dan kulepaskan genggaman tanganku. Dia tidak sedang emngujiku. Aku merasa sedikit rileks hanya dengan sedikit perkataannya. Dan kami melanjutkan sesi interview. Dia bertanya dimana tempat kerjaku sebelumnya dan bagaimana aku bisa melamar dipabrik tersebut. Aku sedikit ragu awalnya namun kuputuskan untuk menyebutkan nama Vino didepannya. Hal ini lebih baik daripada nanti dia mengetahui sendiri bahwa Vinolah yang membawakan lamaranku. Aku tidak akan berbohong padanya.
“Kamu berapa bersaudara ?” pertanyaannya mulai menjurus kepada hal pribadi.
Aku menjawab dengan jujur setiap pertanyaannya. Mulai dari Willy yang berkuliah dan belum bekerja. Papa yang sudah pensiun sampai mama yang berjualan kerupuk. Aku tidak menutupi diriku sama sekali disesi interview. Dan dia mendengarkannya tanpa banyak berkomentar.
“Baiklah Karen. Terimakasih banyak waktunya. Nanti kamu akan ditelepon kalau memang sesuai dengan kriteria kami ya.” Tutup bapak tersebut seraya bangkit berdiri dan menyalami diriku.
“Terimakasih pak.” Aku menundukkan badanku secara otomatis dan tersenyum.
Dia berlalu dari sana dan tidak lama seorang supir menghampiriku dan mengantarkanku pulang. Semoga aku diterima.
Dua hari berlalu sejak interview tersebut dan saat aku mulai kehilangan harapan akan diterima bekerja, Vino tiba – tiba meneleponku. Dia mengatakan bahwa aku bisa mulai bekerja besok. Perasaanku begitu bahagia saat itu. Aku tidak bisa tidur semalaman menunggu besok yang terasa panjang. My real life will begin. Meskipun aku harus menempuh waktu yang lama untuk sampai kesana, aku tidak pernah mempermasalahkannya, yang ada dipikiranku saat itu malah aku ingin mencari kos didekat sana sehingga aku tidak perlu pulang kerumah lagi.
(to be continue…)