Perjalanan kami kembali ke happy sedikit hening. Jean tidak membahas soal mimpi burukku ataupun maksud dari rasa kagetnya saat dia melihat kotak kecil pemberian Rio. Aku memutuskan untuk tidak bercerita apapun lagi saat aku tiba dicafe nantinya.
“Mika.” Panggilan Jean akhirnya menghilangkan hayalanku dan memecahkan keheningan didalam mobilnya.
Kali ini Jean menyetir agak pelan. Dan hal pertama yang dia tanyakan adalah darimana aku mendapatkan kotak tersebut.
“Ini maksudnya ?” aku mengeluarkan kotak kecil yang diberikan Rio,
Aku sendiri tidak tahu apa isinya. Aku memberitahu Jean bahwa ini adalah pemberian Rio dan dia memintaku mengenakannya untuk acara nanti malam. Aku bahkan tidak membukanya. Jean hanya melihat jalan dan sesekali mencuri pandang kearah kotak tersebut.
“Kenapa tidak buka dan lihat sendiri ? itu pasti kalung.” Jean menghentikan mobilnya tepat dilampu merah dan menatapku serius. Aku sedikit kaget dengan perubahan rona wajah Jean, dan dia bisa menebak ini kalung ? ada rasa penasaran didalam diriku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk membuka kotak tersebut, setidaknya aku bisa sekalian bertanya soal pakaianku nanti malam, apakah akan cocok jika dipadukan dengan pemberian Rio ini.
Kotak kecil ini ternyata unik, kupandangi sekeliling kotak ini dengan lebih seksama, terdapat ukiran – ukiran kecil disisinya dan seperti huruf kuno. Aku membuka kotak ini dan sebuah alas merah menjadi penyangga sebuah kalung hitam dengan permata ditengahnya.
Kupegangi tali kalung ini dan terasa begitu lembut, ini pasti terbuat dari kulit. Dan sebuah permata ditengahnya, apakah ini sebuah berlian atau permata ? aku bahkan tidak bisa membedakannya. Kilaunya terpancar dan Jean melirik kearah kalung ini dan memicingkan matanya karena silau. Aku segera menutupnya agar pemandangan Jean tidak tergangu. Ini pasti barang mahal. Kenapa Rio memberikannya padaku !
“Kamu kelihatan cocok koq pakai kalung itu dengan dress kamu nanti malam.” Jean langsung berkomentar sebelum aku bertanya padanya.
Kupandangi Jean, dan kulihat kembali kotak kecil itu. Bagaimana Rio bisa memberikanku aksesoris yang benar – benar sesuai dengan tema dressku nanti malam. Lagipula mengenakan kalung mahal malam ini harusnya tidak masalah karena Rio akan menjemputku, dan aku juga tidak pernah mengunakan barang mahal. Aku menyimpan kembali kotak pemberian Rio dan kembali memperhatikan jalan. Laju mobil Jean tidak sekencang pergi, dia memikirkan sesuatu saat ini.
“Jean, sedang mikirin apa “ aku bertanya padanya.
Jean menoleh kearahku, sedikit kaget karena aku mulai bisa menebak apa yang ada dipikirannya. Dan kembali memperhatikan jalan. Suasana hening dan aneh diantara kami. Kuperhatikan jalan dan belokan terakhir akan mengantarkanku kembali ke tempat kerja, sebaiknya aku tidak pergi bersama dia lagi. Perubahan sikapnya yang mendadak membuatku merasa sedikit takut.
“Jean !” Aku terkejut dan mencengkram lengan Jean secara spontan.
Sebuah mobil besar tiba – tiba berhenti mendadak dijalan dan membuat Jean memutarkan arah mobilnya kearah yang berlawanan dengan tempat kerjaku secara spontan. Ingin rasanya aku memaki pengemudi mobil tersebut tapi kuurungkan karena melihat wajah panic Jean saat menghindari mobil tersebut.
“Jean, kamu tidak apa – apa ?” aku berusaha menenangkannya.
Jean terlihat sedikit pucat dan hanya memberikan isyarat bahwa dia baik – baik saja. Aku menghela nafas dan kembali fokus memperhatikan jalan, putaran jalan ini tidak akan memakan waktu yang lama, pikirku.
Mobil kami berjalan mengikuti jalan yang sedikit berliku dan Jean sama sekali tidak berbalik kearah jalan menuju tempat kerjaku. Kecemasanku mulai bertambah saat dia memasuki jalanan yang agak sepi.
“Ini kita mau kemana Jean ?” aku sedikit panic.
Dia sungguh aneh ! ada perasaan takut didalam suaraku.
“Kita ketempat kawanku Mika, jangan takut.’ Mata Jean memperhatikan jalan, kami memasuki jalanan yang sempit dan jelek.
“Siapa ! aku masih jam kerja.” Suara tinggiku mulai keluar.
Jean meraih hpnya yang tidak jauh dari tempat duduknya dan menekan beberapa angka dan menelepon dengan versi speaker.
“Hallo.” Suara Rio terdengar dari balik telepon.
Dia memiliki nomor hp Rio ?! aku kaget dengan yang barusan kudengar.
“Rio, maaf ya, aku sama Mika agak lama balik café. Ada yang mau dikerjain dikit.. hmmm. Persiapan acara malam nanti koq.” Jean menjawab dengan santainya.
Bohong ! batinku. Kenapa ?!
“Hallo, Mika, kamu disana. Tidak apa – apa kalau tidak balik café lagi ya. Asalkan nanti malam kita tetap pergi.” Kata Rio.
“Iya..” adalah jawaban yang bisa kuberikan karena tidak tahu harus menjawab apa lagi.
Kulihat Jean dan kusadari ada ulasan senyum tipis dibibirnya.
“Baiklah, hati – hati ya kalian. Nanti langsung pulang aja Mika, motornya nginap disini aja gpp.” Kata Ro dan menutup teleponnya.
Jean memandangiku dan tersenyum. Kali ini dengan suasana yang ceria dan aku bisa merasakan ketakutan dalam diriku perlahan mulai mencair. Kami kembali bercakap seperti pertama kali berjumpa, aku tidak bertanya kenapa dia bisa berubah mendadak seperti tadi karena tidak ingin ada suasana aneh lagi, dan dia berkata bahwa dia sedang berpikir akan mimpi anehku. Tempat yang akan kami datangi ini adalah salah satu pelamar mimpi terbaik yang pernah dia kenal. Mungkin peramal ini bisa membantuku.
Aku sedikit kaget mengetahui kenyataan bahwa dia ternyata memikirkanku, dan peramal ? aku sama sekali tidak mempercayai lelucon seperti itu, ingin menolak tapi ada rasa tidak ingin mengecewakan Jean, akhirnya aku mengiyakan saja tujuannya.
(to be continue…)