[Ch. 08] A Future PART III

Aku memiliki kakak yang seharusnya menjadi pelindungku, namun tidak pernah ada bagiku. Aku bahkan tidak tahu apakah aku bisa menjadi sukses dan apakah aku akan memiliki masa depan seperti anak lainnya.

Masa SMA bagiku adalah masa penuh pergumulan. Aku mulai mencari jati diriku, mencari apa sebenarnya hal yang aku inginkan dan mau kemanakah aku setelah aku menyelesaikan masa SMAku. Apakah akan ada perusahaan yang akan menerimaku bekerja dan mungkinkah aku medapatkan kesempatan berkuliah seperti Willy.

Sejak kecil aku sudah sadar bahwa akan selalu ada batasan antara aku dan Willy. Aku tidak pernah mengharapkan lebih. Aku memang tidak pernah sepintar Willy namun menjalani 12^th masa sekolahku dalam kesendirian mengajarkanku untuk bagaimana menjadi kuat dan tidak bergantung pada orang lain. Aku menyelesaikan masa SMAku dengan nilai baik. Dan.. aku tidak segera berkuliah seperti Willy.

Hari kelulusan SMAku adalah hari dimana aku menerima kenyataan bahwa aku tidak akan berkuliah. Kecewa dan marah, semuanya terkumpul didalam diriku namun aku tidak tahu bagaimana mengutarakannya. Aku tidak pernah protes dan aku bahkan tidak pernah bertanya kenapa kepada orangtuaku.

Ketika temanku sibuk bertanya kuliah dimana dan jurusan apa, hal yang aku lakukan saat itu hanyalah tersenyum dan menjawab bahwa itu adalah rahasia. Kenyataannya adalah aku tidak mendaftar kekampus manapun. Dan ketika mendengar bahwa ada temanku yang akan keluar kota, keluar negeri, terpendam keinginanku yang begitu besar untuk bisa merasakan sekali saja memiliki kehidupan seperti itu.

Kelulusan SMAku tidak dapat kunikmati. Bahkan aku sudah mulai bekerja full time ketika ijazahku bahkan belum keluar. Aku bekerja disebuah toko peralatan listrik kenalan papaku. Aku bekerja tanpa hari libur dan gaji yang tergolong berada dibawah upah minimal kota. Yang ada dipikiranku saat itu adalah bagaimana menjalani pekerjaanku dengan baik dan berusaha untuk tetap bersyukur.

Diusiaku yang belum resmi menginjakan 20^th, papaku sempat menyuruhku berutang pada bossku untuk mengambil motor. Meminta dibelikan kendaraan lalu aku akan terperangkap bekerja dengannya dalam jangka waktu yang lama. Seharusnya itu kewajibannya sebagai seorang papa ! Betapa teganya dia berkata begitu tanpa ada sedikitpun rasa bersalah padaku !

Saat itu aku bahkan tidak bisa mengambarkan betapa besarnya rasa kekecewaanku pada dia ! Aku menghabiskan 2 bulan bekerja disana hingga hari dimana aku bertemu kembali dengan Vino !

Aku tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Vino ! Pertemuan kami melewati media social dan yah, dia menawarkanku untuk bergabung bekerja ditempat dia berada. Sebuah pabrik yang baru buka dan membutuhkan banyak karyawan disana. Meskipun letaknya lumayan jauh, entah kenapa hati kecilku berkata bahwa aku harus mencobanya. Aku akan mencobanya, bahkan jika aku harus tinggal disekitar sana, Aku akan melakukannya dengan senang hati.

Untuk pertama kalinya aku kembali bertemu Vino dan menitipkan lamaran kerjaku padanya. Aku tidak berharap banyak akan diterima disana karena aku sadar bahwa semakin besar harapanku, maka akan semakin besar juga rasa kecewa yang akan aku rasakan. Aku tidak banyak berbicara dengan Vino, hanya sekedar memberikan surat lamaran dan saling bertanya keadaan lalu berpisah. Aku menghabiskan hari – hariku untuk bekerja sampai malam ditoko tersebut sampai hari dimana aku menerima telepon interview.

Aku tidak percaya akan panggilan tersebut dan memastikannya kembali dengan Vino. Aku dipanggil untuk interview !

(to be continue…)