Chapter Four : Dream [Part 12]

0

Setelah dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi malam itu, dia tidak akan memberikan keringanan apapun lagi

Spread the love

Dia duduk ditemani segelas tea hangat didepannya. Namun hari ini dia tidak sendirian, ada 2 gelas tea diatas meja itu. Dia duduk menunggu kedatangan Rio. Setelah dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi malam itu, dia tidak akan memberikan keringanan apapun lagi pada Rio. Dia sudah tidak sanggup melihat lebih lama lagi permainan ini terus berjalan. Dia mulai tidak suka, dan malam ini dia akan menyelesaikan semua permainan yang terjadi. Tidak peduli apakah perasaan antara mereka benaran ataupun tidak.

Seorang pria dengan kacamata khasnya masuk kerumah itu. Rio, sampai tidak lebih dari 10 menit sejak dia menerima telepon. Dia tidak bergerak sedikitpun dari kursinya. Rio bisa merasakan adanya kemarahan dihati dia saat ini dan tidak berani bertanya apapun perihal panggilan mendadak pagi ini.

Satu hal yang Rio lakukan hanyalah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk segala kemungkinan karena dia sadar kejadian semalam adalah kesalahan besar, dan pasti dia akan marah soal tersebut. Dan sejujurnya Rio tidak merencakan hal tersebut, itu terjadi secara alami, dan tidak ada satupun penyesalan dihati Rio.

“Duduk !” perintah tuannya 

Dengan keraguan Rio menuruti perintah dia dan duduk didepan dia. Rio tidak pernah melihat wajahnya secara langung, karena merupakan hal yang tidak sopan jika seorang bawahan melihat wajah majikannya. Rio biasanya hanya melihat sekilas wajah dia, dan sangat sulit jika harus mencoba mendiskripsikan wajah dia secara detail.

“Ini tea yang ditambah racikan rahasia keluarga.” Dia menyuruh Rio untuk mencicipi tea yang sudah dihidangkan diatas meja itu. Mereke begitu menikmati tea tersebut dan tidak bersuara sama sekali.

Seorang pelayan datang dan membisikan sesuatu ditelinga dia. Dia letakan cangkir tea yang sudah hampir habis itu dan berdiri. Rio mengetahui dia akan segera pergi namun tidak berani memandangi wajahnya. Dan tidak ada sedikitpun kemarahan yang dia lontarkan ataupun perintah baru pada Rio pagi ini.

Dia hanya mengeluarkan sebuah kotak kecil dan dia berikan kepada Rio sebelum berlalu.

“Pastikan Mika mengunakan ini dipesta nanti malam.” Dia meletakan kotak tersebut dimeja dan pergi.

Dia masuk kemobilnya dan urat ditangannya dapat terlihat dengan jelas. Dia berusaha menahan kemarahannya pada Rio karena peran Rio masih penting untuk menjalankan semua rencananya. Mobil itu melaju dengan cepat. Membawa dia ketempat yang tidak seorangpun tahu.


Pagi ini café begitu ramai, tidak seperti biasanya. Padahal kami juga tidak sedang melakukan promosi apapun. aku yang melihat karyawan kewalahan ikut melayani tamu yang ada, dan tidak jarang menjadi penjaga kasir disaat antrian sudah mulai ramai.  Bukannya aku tidak suka jika café ini ramai, tapi jika kondisinya begini terus, aku tidak akan bisa pergi makan siang bersama Jean dan pulang lebih awal.

Jean menerima ajakan makan siangku dengan senang hati, dan dia bersedia menjemputku dicafe happy hari ini, dan aku juga sudah membatalkan makan siang bersama Rio hari ini dan menjelaskan bahwa aku akan pulang lebih cepat. Rio tidak keberatan karena dia mengetahui rutinitasku hari ini.

Harapanku agar café sepi sepertinya dikabulkan, kulihat jam sudah berada diangka 11 dan tidak ada tanda – tanda karyawan kantor akan stay untuk makan siang disini hari ini. Kulepaskan celemek yang sedari tadi kugunakan dan masuk kekantor untuk merapikan penampilanku.

Pintu kantor tiba – tiba terbuka dan kulihat sosok Rio masuk kedalam kantor. Seharusnya dia tidak datang karena aku sudah memberitahu dia bahwa aku sudah ada janji makan siang hari ini. kulihat dia dengan keheranan dan dia meletakkan jarinya dibibirnya, menyuruhku untuk tidak bersuara agar karyawan lainnya tidak tahu bahwa dia berada dikantorku, hanya kami berdua.

“Mika, aku mau kasih ini, kamu pakai nanti malam ya keacara dansa.” dia berbisik didekat telingaku sambil memberikan sebuah kotak kecil yang terbuat dari kayu.

Aku ragu dan kupaksa menerima tanpa banyak bertanya karena aku juga takut kami terlihat oleh karyawan lainnya. Dia segera berjalan keluar begitu aku menerima kotak tersebut. kupandangi kotak kecil tersebut, ukiran kayunya terlihat kuno dan terasa begitu berat. Aku penasaran akan apa yang dia berikan, dan apakah akan cocok dengan dressku malam ini. perlahan mulai kubuka kotak itu sampai sebuah panggilan masuk membuatku kaget.

Kuletakkan kembali kotak tersebut dan mengangkat telepon Jean. Dia sudah berada diluar café menunggu diriku keluar. Lebih cepat 30 menit dari waktu janjian. Astaga ! kurapikan dengan cepat rambutku dan pakaianku, dan pamit dengan Rio yang berada tidak jauh dari sana, seolah kami tidak pernah membahas apapun. tidak lupa kumasukan kotak pemberian Rio kedalam tasku agar bisa kucek nantinya dan sekaligus menanyakan pendapat Jean jika itu memang harus dipadukan dengan dressku malam ini.

Jean menjemputku dengan sebuah mobil putih, didalam balutan kemeja putih yang kancingnya sengaja dibuka satu dari atas. Jean tampak sangat menawan hari ini meskipun gaya rambutnya tetao saja berantakan. Aku mulai sadar itu adalah pemanis alami dan ciri khas Jean. Aku masuk kedalam mobilnya dan kami pergi makan siang bersama.

Kami tiba disebuah café yang sedikit jauh dari tempat kerjaku. Café ini menyajikan berbagai macam jenis chiness food dan didesign dengan décor perkampungan. Seluruh lantainya terbuat dari kayu ditemani dengan beberapa tanaman asli didalam bangunan. Menjadikan café ini terasa sejuk tanpa pendingin sama sekali.

Jean memesan beberapa makanan dengan cepat tanpa melihat buku menu lagi karena hampir setiap hari dia makan disini. Sementara aku hanya memesan nasi khas mereka, yang disebut dengan nasi lemak. Didalamnya sudah ada campuran ayam, sayuran dan lalapan. Nasinya juga dimasak dengan unik, yaitu mengunakan santan. Dan segelas kopi hitam ditemani air hangat. Pelayan itu pergi dengan cepat setelah kami selesai mengorder.

Jean berada didepanku, diterangi cahaya matahari yang masuk dari luar café, aku bisa melihat Jean lebih baik daripada semalam. Wajahnya putih tanpa noda. Dia tidak mengunakan makeup apapun seperti wanita lain seumurannya, melainkan hanya sedikit lipstick tipis dibibirnya agar terlihat berkilat, dan dia juga wangi. Aku menyukai aroma parfumnya.

Pelayan café itu kembali dengan membawakan pesanan kami. Jean mengambil minumannya dan dengan cepat sudah mulai minum. Tidak peduli apapun yang sedang dilakukan Jean, dia tampak elegan. Pastinya banyak lelaki yang menyukai dia. Aku mulai memasukan gula kedalam kopi pesananku, mengaduknya secara perlahan dan mulai merasakan aroma kopi yang mulai tercium lebih jelas setelah beberapa kali adukan. Aku mencicipi kopi berkali – kali sambil menambahkan gula agar takarannya pas. Jean memperhatikanku sambil tersenyum, membuatku malu sendiri.

“Jadi, tadi ada rencana mau cerita apa ?” tannya Jean.

Dia akhirnya memulai percakapan saat menu makanan mulai dihidangkan. Aku melihat pelayan café ini dengan lincah menyajikan makanan dan hampir rata – rata pesanan Jean adalah sayuran. Nasi lemakku sampai dan dengan harga yang masih sesuai budget, dia memiliki porsi yang bisa dikatakan banyak. Cukup buat aku dan mama, pikirku.

(to be continue..)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights