Tempat ini terlihat begitu ramai, tidak kusangka dihari biasa tempat ini akan sepadat ini, ataukah karena aku yang sangat jarang keluar rumah ? aku berjalan sendirian disalah satu mall yang terletak tidak terlalu jauh dari kawasan rumahku untuk mencari beberapa perlengkapan acara besok.
Dengan kaos hitam dan celana pendek yang aku beli disalah satu toko dekat tempat kerja lamaku, aku berjalan menyusuri beberapa toko yang berada dalam mall ini. Tidak ada satupun karyawan toko tersebut yang bertanya apa yang kucari ataupun melirik kearahhku, mungkin karena penampilanku yang tidak menyakinkan. Aku membaca setiap papan yang terpajang ditoko – toko yang ada dan tertarik untuk masuk kesalah satu toko kosmetik.
Toko ini tidak begitu besar dan hanya dijaga oleh 2 orang karyawan saja. Aku masuk dan mereka dengan sigap langsung bertanya kebutuhanku. Sebagai salah satu orang yang tidak mengerti akan dunia make up, aku sempat binggung untuk memberitahu apa yang sebenarnya aku butuhkan, selain itu aku juga malu berkata bahwa aku tidak pandai bermake up. Aku hanya berkata bahwa aku akan mencari sendiri kebutuhanku dan yang terjadi adalah aku hanya terdiam agak lama didalam toko sambil melihat sekeliling toko ini. Mereka melihatku dengan heran.
Aku akhirnya menyerah pada keegoisanku dan kembali mendatangi salah satu karyawan toko. Aku bercerita bahwa aku tidak pernah make up sebelumnya dan berniat untuk membeli perlengkapan dandan karena akan menghadiri sebuah pesta dansa. karyawan tersebut awalnya sempat kaget, namun akhirnya dia memberikanku satu set alat make up lengkap dengan bedaknya serta mengajariku secara sederhana manfaat dari masing – masing alat yang ada didalam set tersebut. harganya tergolong mahal, aku sempat kaget awalnya, namun tetap membelinya karena satu set ini bisa kugunakan untuk jangka waktu yang lama. Tidak lupa dia menawarkan aku lipstick untuk mempermanis penampilanku.
“Dressnya warna apa kak ?” Tanya dia secara antusias.
“Hitam mbak.” Aku menjawab dengan ragu.
Dengan cepat dia sudah menyodorkan padaku beberapa jenis lipstick. Dia memintaku membuka mulutku dan menorehkan lipstick kebibirku, didepan sebuah kaca kecil, aku keasyikan mencoba beberapa warna dan akhirnya berhasil membeli satu warna yang cocok dengan penampilanku nanti. Selanjutnya aku hanya membutuhkan sebuah heels sederhana untuk melengkapi penampilanku saja. Aku pamit dari toko tersebut dengan semangat dan mencoba mencari heels ketoko lainnya.
Aku masuk kesebuah toko dengan cepat setelah aku melihat Adel dan Evan dari kejauhan. Mereka tampak asik berdua. Tangan Evan membawa beberapa plastik besar yang bisa kutebak isinya adalah belanjaan Adel. Aku tidak ingin bertemu mereka ditempat ini, apalagi dengan penampilanku saat ini, mereka hanya akan mengejek aku dikeramaian, aku bisa menebak hal terburuk karena aku teringat akan bagaimana Evan memberikan penilaian buruk atas kinerjaku sehingga aku sangat kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari pabrik tersebut. Ada perasaan marah dan ingin aku balaskan, namun tidak berdaya karena keadaan yang jauh berbeda. Jadi, hal yang aku lakukan hanyalah menghindari mereka.
Toko yang kumasuki secara asal ini bernuansa gelap. Aku memang tidak sempat melihat papan yang berada ditoko ini, namun ini adalah toko yang aneh didalam mall yang ramai begini. Tidak ada satupun pengunjung datang kesini, mungkin karena posisinya yang sedikit terpojokan. Aku ingin segera keluar namun Adel masih berada tidak jauh dari toko ini, aku memutuskan untuk masuk kedalam dan melihat sekeliling. Toko ini diberikan beberapa sekat, dengan beberapa aksesoris gantungan tengkorak, mungkin ini toko aksesoris rumah. Pikirku berusaha positif.
Seorang wanita keluar dari dalam toko dan menghampiriku, dia tidak begitu tinggi dan berkulit putih tanpa noda. Rambutnya sedikit berantakan, mungkin itu stylenya. Tatapan matanya tajam melihat kearahku. Sedikit membuatku tidak nyaman.
“Ada yang bisa dibantu ?” suaranya terdengar serak, mungkin juga memang suaranya begitu. Pikirku masih positif.
“Saya lihat – lihat sebentar ya.” Mataku sibuk mencari sesuatu yang bisa aku lihat didalam toko ini,
Aku hanya menemukan aksesoris aneh diatas toko ini, beberapa tulisan aneh disudut toko dan beberapa gambar, tidak kalah seram, aku melihat beberapa pipa dengan tinta berjejer disana. Jarum suntik terpajang dengan bebasnya, naluriku berkata agar aku segera pergi dari toko ini.
“Mau nambah tattoo ?” Tanya wanita itu lagi.
Akhirnya aku sadar bahwa toko ini adalah tempat untuk mengukir tattoo. Tidak bisa mengelak lebih jauh, aku memutuskan untuk jujur pada wanita itu sambil menunjuk kearah Adel dan Evan yang berjalan semakin dekat. Berharap dia membantuku bersembunyi sementara disini. Dia hanya tertawa sambil melihat kearah yang aku tunjuk, dan mengajakku masuk kedalam salah satu sekat ditokonya dan mempersilakan aku duduk disana. Ada kelegaan dihatiku karena ternyata masih ada orang baik didunia ini.
Wanita itu berdiri didepan tokonya dan aku hanya diam saja didalam. Berharap Adel dan Evan lewat dengan cepatnya dan aku bisa segera pergi dari sini.
“Heyy kalian. Sini mampir.” Dia memanggil mereka.
Aku mengintip dari balik sekat. What !! Jantungku berdetak cepat dan badanku terasa panas seketika. Aku selalu begitu setiap kali dilanda kepanikan. Darahku naik karena aku ternyata salah menilainya. Ingin rasanya aku keluar sekarang namun itu hanya akan menambah masalah. Salah satu cara yang baik adalah begitu mereka masuk, aku akan lari keluar dari sini tanpa basa basi.
Suara Adel terdengar jelas dari balik sekat ini, berbincang kecil dengan pemilik toko kurang ajar ini.
Tidak lama mereka berbincang, aku memperhatikan mereka berlalu.
Mereka pergi ! Aku bisa mengintip mereka pergi dari sini. Perasaan lega seketika menyerbuku. Apa jadinya kalau tadi aku mengikuti amarahku dan berjalan keluar. Sudah pasti aku hanya akan membuat diriku sendiri malu.
Tidak lama setelah mereka pergi, wanita itu memanggilku keluar. Aku keluar dengan was – was layaknya seorang buronan. Dia melihatku dengan heran dan akhirnya dia tertawa dengan keras, sungguh berbeda dari penampilan pertamanya yang terkesan misterius dan menyeramkan.
“Pasti kamu mikirnya aku sengaja manggil mereka terus aku menyerahkan kamu kemereka kan ? hayooo..” godanya.
Wajahku merona memerah karena malu, benar apa yang dia katakan, aku tidak menjawab apapun dan hanya memajukan bibirku seolah merajuk atas perbuatannya barusan.
“Kalau toko begini aku tidak manggil mereka, yang ada mereka bakalan masuk buat lihat – lihat lho.” Dia menjelaskan padaku alasannya memanggil mereka.
Wanita itu lalu mengulurkan tangannya dan mengajakku untuk berkenalan.
“Jean.” Katanya singkat.
“Mika..” kujabat tangannya yang terasa hangat dan dia tersenyum manis padaku.
“Maaf sudah berpikiran jelek” kataku pelan.
Sungguh suatu pengakuan yang memalukan namun entah kenapa aku bisa mengatakan maaf dengan mudahnya pada dia, mungkin karena kami tidak saling mengenal satu sama lain, sehingga rasa minderku tidak setinggi rasa minder terhadap teman ataupun Rio.
“Mau langsung balik atau bercerita ?” dia bertanya sambil mendorong sebuah kursi kearahku.
(to be continue…)