Chapter Four : Dream [Part 05]

0

Mimpi itu masih melekat dalam dipikiranku, Aku berusaha mengingat – ingat mimpi tersebut. Udara yang dingin, pepohonan yang banyak dan cahaya jalanan yang hampir tidak ada.

Spread the love

“TIDAK..!” aku terbangun diatas tempat tidur dan badanku basah oleh keringat.

Kulihat mama yang masih tidur disampingku. Mimpi buruk ! mimpi yang sangat aneh. Kepalaku terasa sakit. Mimpi ini terasa seperti masa yang pernah kulalui dulu namun aku tidak bisa mengingatnya sama sekali. Kulihat jam yang masih sekitar jam 4 pagi, pasti aku tidur cepat tadi malam. Aku beranjak dari tempat tidurku dan berjalan kekamar mandi untuk memenuhi air dalam bak.

Aku memutuskan untuk memanaskan air terlebih dahulu yang akan kucampurkan kedalam bak sehingga aku bisa berendam air panas pagi ini. Mimpi itu masih melekat dalam dipikiranku, Aku berusaha mengingat – ingat mimpi tersebut. Udara yang dingin, pepohonan yang banyak dan cahaya jalanan yang hampir tidak ada. Aku tidak berada disini, aku pasti berada disuatu pedalaman dalam mimpi tersebut.

TIITTTTT…….TITT….

Suara air mendidih membuatku kaget, kutuangkan setengah air panas kedalam bak dan berendam didalamnya untuk waktu yang lama. Menenggelamkan diri dalam pikiranku sebelum memulai hari – hariku seperti biasa.

Mandi hangat dipagi hari memang selalu memberikan sensasi berbeda. Kupandangi diriku didepan kaca dan kalender kecil disudut kaca. Besok adalah hari pesta tersebut diadakan. Kembali kupandangi wajahku dikaca dan aku menyadari bahwa aku harus membeli sedikit alat makeup untuk mendukung wajahku yang terlihat pucat ini. Aku membuat sarapan sederhana dengan roti yang kubeli kemarin, pagi ini aku akan membuat sandwich tanpa sayur didalamnya.

Aku mulai terbiasa membuat makanan jenis begini sejak aku bekerja dicafe happy. Tidak hanya belajar bahan dan cara melayani tamu saja, aku juga belajar memasak diam – diam, mungkin suatu hari nanti aku bisa membuka café kepunyaanku sendiri. Pikirku konyol.

Kuletakan sarapan dan segelas tea seperti biasa dimeja makan sebelum aku pergi bekerja. Aku akan masuk lebih cepat hari ini dan melihat pekerjaan mereka dicafe. Biasanya aku selalu pulang agak malam karena cemas shift malam tidak bekerja dengan baik. Kunyalakan hpku dan secara beruntut pesan dari Rio masuk. Aku mengabaikannya karena aku lebih tertarik pada balasan pesan J.P.

“Waiting for you..” gumamku sambil tersenyum. Sungguh orang yang aneh. Namun dia berhasil membuatku penasaran akan siapa dirinya.

Kuraih ranselku dan bersiap memulai hariku seperti biasanya.

Café ini terlihat menyeramkan saat masih subuh. Tidak ada sedikitpun cahaya dari balik kaca café ini. Ada perasaan ragu untuk masuk kedalam café ini sendirian sesubuh ini, meskipun aku diberikan kunci akses kedalam café ini, bisa dipastikan aku tidak pernah mengunakannya.

Café ini  memiliki 3 pemegang kunci, satu dengan Rio, pemilik café, satu dengan Alvin, chef kepercayaan Rio sekaligus yang bertugas belanja setiap pagi dan satu lagi diberikan padaku secara kebetulan yang aku sendiri tidak tahu kenapa. Kurasa karena aku selalu pulang terakhir.

Aku tidak pernah datang sepagi ini. Biasanya Alvin sudah ada disini saat aku tiba, dia selalu datang paling pagi karena harus mempersiapkan berbagai bahan dan menu, sehingga karyawan lainnya tinggal memanaskan dan memasak sedikit.

Aku berjalan pelan kedalam café dan berusaha menyesuaikan penglihatanku didalam kegelapan sambil mencari pusat penerangan dicafe ini. Lampu menyala dan tidak dibutuhkan waktu lama aku sudah bisa melihat dengan baik. Bangku disini tidak pernah dinaikkan keatas meja setelah jam operasional, dapur juga terlihat bersih dipagi hari. Hanya ada beberapa ikatan sampah semalam yang tidak dibuang, mungkin Alvin adalah orang yang membuangnya setiap pagi karena setiap kali aku datang, aku tidak pernah melihat ikatan sampah ini. Hari ini aku bahkan masuk lebih pagi daripada Alvin.

Aku melepaskan jaketku dan meletakkan ranselku tidak jauh dari salah satu kursi yang berada didekatku. Aku akan membantu Alvin membuang sampah ini. Kapan lagi aku memiliki kesempatan untuk membantunya, meskipun hanya hal sederhana, aku berharap dia tidak keberatan. 2 plastik sampah yang kuprediksikan ringan, ternyata begitu berat. Apa sih isinya !

Sampah ini diikat begitu kuat sehingga untuk membukanya saja sulit. Jika ini adalah sampah sisa shift malam, tidak mungkin akan terasa berat begini. Aku akan membukanya dan melihat sendiri, jangan – jangan sisa makanan atau bahan yang masih bagus dibuang begitu saja oleh anak – anak shift malam. Membuang akan lebih praktis daripada membersihkan.

Aku mencari pisau didalam dapur dan aku bahkan tidak bisa menemukannya dimanapun karena aku jarang masuk kearea ini. Aku melihat sekelilingku dan sebuah kotak hitam kecil tampak mencolok disalah satu pojokan dapur ini, pasti semua pisau disimpan disana. Aku berjalan mendekati kotak tersebut dan bersiap membukanya sebelum suara Alvin membuatku kaget.

“Mika !” teriaknya dari balik pembatas antara café dan dapur.

Café ini sengaja memberikan batasan berupa kaca disetiap bagiannya, sehingga konsumen dapat melihat langsung proses pembuatan pesanan mereka.

Alvin, dengan rambut hitamnya yang pendek dan sedikit keriting, tinggi badannya sekitar 170cm dan dia kelihatan sangat putih. Berjalan masuk kedapur tanpa melepaskan pandangannya dariku. Aku bisa melihat dia membawa belanjaannya pagi ini, ada lumayan banyak sayuran yang menjulur keluar dari plastik bawaannya. Dia meletakkan sayuran tersebut tidak jauh dari tempat aku berdiri, dan aku secara otomatis langsung memutar kearah luar dapur.

“Sedang apa kamu pagi begini kesini ?” katanya dingin sambil melihat sekeliling dapur dan memastikan tidak ada peralatannya yang hilang.

“Tidak ada yang kuambil koq. Aku hanya mencari pisau karena penasaran sama isi plastik hitam disana.” Aku menjelaskan sambil menunjuk kearah dua plastik besar yang berada tidak jauh dari tempat kami. Mata Alvin mengikuti telunjukku dan kembali memandangiku.

“Buat apa kamu kesini sepagi ini ?” dia bertanya lagi padaku sambil berjalan melewatiku dan mengambil dua kantong itu dengan mudahnya.

Aku kaget karena dia membawanya pergi tanpa ada rasa berat sedikitpun. Aku mengikuti dia keluar dan melihat dia membuang sampah tersebut kedalam bak tidak jauh dari café lalu segera kembali kedalam café.

Tidak menunggu jawabku, dia mengenakan celemeknya dan langsung beraktifitas. Aku mengintip kedalam bak tersebut karena masih penasaran, aku akan mencek sampah tersebut nanti karena tidak ingin membuat Alvin tersinggung.

(to be continue…)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights