Keakrabanku dengan Anna tidak serta menta membuatku berhenti berbohong. Beberapa kali Anna ingin kerumahku namun aku selalu memberikannya berbagai alasan sehingga dia tidak bisa datang. Bukan aku tidak ingin dia kerumah, namun karena aku malu memperlihatkan kehidupanku yang sesungguhnya pada Anna.
Aku tinggal disebuah rumah kecil yang tidak jauh dari sekolah. Rumahku hanya memiliki 2 kamar didalam. 1 kamar kami gunakan sebagai tempat menyimpan baju dan 1 kamar lagi sebagai tempat tidur.
Ya, kami berempat tidur didalam 1 kamar. Itu adalah alasan terkuat kenapa aku malu jika ada teman yang ingin kerumahku. Untuk anak seusiaku, rata – rata temanku sudah memiliki kamar mereka sendiri.
Kamar dirumahku juga tidaklah mewah, didalamnya hanya memiliki 1 kasur sebagai tempat tidur Willy dan papa. Sementara aku dan mama tidur dilantai beralaskan matras yang sedikit tebal ditemani kipas angin. Aku tidak pernah mengeluh akan keadaan tempat tidurku tersebut, namun aku merasa sangat malu setiap kali ada teman yang ingin datang kerumahku. Aku tidak pernah membawa seorang temanpun kerumah. Aku bahkan tidak pernah menunjukan pada mereka dimana rumahku sesungguhnya.
Aku mulai suka pergi kerumah Anna setiap hari karena letaknya yang unik. Aku akan menyeberangi sungai untuk bisa mencapai rumahnya tersebut. Kehidupan Anna sungguh berbeda dari kehidupanku. Anna merupakan anak bungsu dengan seorang abang sama sepertiku. Aku mulai membandingkan hidupku dengan Anna. Setiap hari Anna datang dan pulang dari sekolah bersama abangnya dengan motor, sementara aku diantar oleh papa sekaligus membawa kerupuk dan Willy diantar terpisah. Kami akan pulang bertiga diatas satu motor. Sungguh malu rasanya jika dilihat oleh teman lainnya, apalagi saat aku sudah semakin besar.
Rumah Anna lumayan besar meskipun sebagian bangunannya masih terbuat dari kayu. Dia juga memelihara ikan lele didalam rumahnya karena lokasi rumahnya yang berada diatas sungai. Anna juga sudah memiliki kamar sendiri dan dia juga sudah memiliki ponsel sendiri. Terkadang aku meminjam ponselnya untuk mengirimkan pesan kepada papa agar menjemputku saat Willy sudah pulang duluan. Aku sengaja mengikuti berbagai kegiatan agar tidak perlu pulang bertiga bersama Willy.
Sejak mengenal Anna, aku juga mulai suka berjalan ke mall meskipun kadang aku tidak pernah berbelanja disana dan menahan lapar saat diajak makan, setidaknya aku mulai mengenal kata jalan – jalan. Jika sebelumnya aku hanya tahu bagaimana mengantarkan kerupuk ataupun kepasar dengan berjalan kaki. Kini aku mulai tahu dengan detail jurusan angkutan umum dan betapa asiknya jika aku bisa membawa motor sendiri. Dirumahku hanya ada sebuah motor papa, aku tidak pernah diberikan kesempatan untuk mempelajarinya. Melihat anak – anak yang sudah bisa membawa kendaraan sendiri mulai membuatku merasa iri pada mereka.
Dasar pertemananku dengan Anna sebenarnya tidak ada. Aku sendiri tahu bahwa persahabatan kami akan runtuh dengan mudahnya jika saatnya sudah tiba. Aku hanya berteman seadanya, memberikan waktuku semaksimalnya dan tentunya memanfaatkannya. Aku tidak terlalu merasa kesepian lagi disekolah sejak berteman dengannya. Aku juga tidak pernah mengambil makanan sisa dikantin lagi karena Anna selalu membagi makanannya padaku setiap kali dia melihat aku tidak berbelanja. Dia juga meminjamkan ponselnya padaku untuk menelepon papa guna menjemputku dan hal terpenting adalah aku mulai memanfaatkannya untuk belajar mengunakan sepeda motor.
Keterbiasaan diriku sejak kecil membuatku tidak percaya akan adanya teman sejati.
Namun, ibarat menelan ludah sendiri. Aku yang awalnya hanya ingin memanfaatkan Anna agar aku tidak kesepian, lama kelamaan berubah menjadi ketergantungan. Aku bisa marah ketika melihat dia bersama teman lainnya, dan aku juga mulai bisa merasa cemburu jika dia akrab dan pergi bersama teman lain. Bagiku saat itu, Anna adalah satu – satunya teman yang kupunya. Tujuan awal aku berteman dengan Anna mulai berubah seiring dengan berjalannya waktu. Tidak bisa kulawan, ketulusan dan kepolosan hati Anna membuatku mulai mengubah pandanganku akan pertemanan. Jelas dia adalah sahabatku.
Aku tidak pernah menceritakan apapun tentang kehidupan pribadiku pada Anna. Yang Anna tahu adalah bahwa aku memiliki seorang abang seperti dirinya, dan mamaku berjualan kerupuk. Dia tidak mengetahui rumahku dan hal lainnya tentang diriku. Dan setiap kali aku melihat orangtuaku berkelahi, aku selalu lari kerumahnya.
Sampai hari dimana aku pulang lebih cepat dari rumah Anna. Aku sampai kerumah dan begitu terkejutnya aku saat kulihat lampu rumah tidak menyala satupun. Tidak biasanya mama tidak menyalakan lampu, pikirku dalam hati. Aku memanggil dari pintu depan namun tidak ada jawaban. Aku berusaha menerawang kedalam rumah dan tidak bisa kulihat seorangpun.
Jika mama keluar, dia pasti akan menyalakan lampu depan. Perasaanku mulai terasa tidak enak. Aku berlari kebelakang rumah dan memanjati pagar sekuat tenaga agar bisa masuk kedalam rumah. Biasanya pintu belakang tidak pernah dikunci jika ada orang didalam rumah. Tidak ada motor papa dibelakang. Sesuatu terjadi didalam rumahku !
(to be continue..)