Bisa kurasakan mukaku saat ini sudah pasti seperti udang rebus. Kukayuh sepedaku dengan kecepatan penuh agar dia tidak melihat perubahan rona mukaku.
Dipertengahan jalan, kuputuskan untuk singgah membeli beberapa bahan makanan yang bisa kugunakan besok pagi. Kugunakan sisa gaji terakhirku untuk membayar belanjaanku, dan pulang kerumah dengan beberapa tentengan.
Mama sedang berada didepan dan menjahit beberapa pakaian, bisa jadi dia baru mendapatkan orderan baru, kutinggalkan dia tanpa menganggu. Menyusun bahan – bahan yang ada dilemari tua ini merupakan hal yang aku sukai. Aku mulai berpikir untuk membeli sebuah kulkas dirumah ini. Aku bisa menyimpan beberapa minuman dan sayuran tanpa khawatir dia akan rusak. Aku akan pergi melihat kulkas saat tidak sibuk nanti.
Kulewati dapur dan melihat nasi sisa semalam masih ada disana. Mama belum sempat membersihkannya. Aku mengambil sisa nasi tersebut dan memberikannya kepada reno, dan membuat nasi baru. 2 potong ayam kuah kaldu yang kubeli tadi kutuangkan dalam piring diatas meja, diserta sedikit sayuran dan cabe yang kuminta dari rumah makan tadi siap menemani makan malam kami hari ini. Sedikit mewah dari biasanya karena besok aku harus menguras banyak tenaga dalam berbagai sesi interview untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Kupanggil mama dari balik dapur segera setelah nasi matang untuk makan malam bersama, awalnya mama kaget karena aku sangat jarang pergi membeli lauk diluar, namun akhirnya ikut duduk bersamaku dan menikmati makan malam bersama dengan nasi yang masih panas mengempul. Reno juga turut merasakan kebahagiaan kami karena mendapatkan banyak tulang dari sisa makanan.
Kali ini aku memiliki waktu lebih banyak dan bisa tidur lebih malam dari biasanya karena aku tidak perlu bangun pagi. Kubersihkan dapur dan memastikan semua pintu belakang terkunci dengan baik. Mama kembali sibuk melanjutkan jahitannya didepan. Kurapikan kamar tidur dan merebahkan badanku disana. Ada rasa lelah yang tidak bisa kuungkapkan. Kukeluarkan kertas yang diberikan Rio padaku, mempertimbangkan diri untuk bekerja padanya. Jika dia bisa memberikanku gaji yang sesuai, kenapa tidak. Meskipun jaraknya bisa dikatakan jauh, setidaknya aku mendapatkan pekerjaan.
Aku akan menjadikan café happy sebagai pilihan terakhir nanti jika aku belum mendapatkan pekerjaan. Kumasukan nomor Rio dihpku agar aku bisa menghubunginya kapan saja. Terbayang olehku untuk mengirimkan pesan padanya malam ini.
Kukirimkan pesan sederhana kepada Rio yang memberitahu bahwa ini adalah nomorku. Aku tidak ingin bergulat lebih lama dengan rasa tidak menentu seperti ini. Setidaknya ada kelegaan saat aku sudah mengirimkan pesan padanya. Aku tidak terlalu berharap pesan ini akan dibalas olehnya.
Kembali kucek beberapa pesan lainnya. Seketika aku teringat akan undangan yang kubaca pagi tadi. Ada perasaan ingin datang dalam acara tersebut, namun takut jika aku hanya dikerjai oleh orang iseng. Dan akan sangat sayang jika aku sampai melewatkan acara yang ternyata dibuat oleh salah satu teman lamaku. Mungkin aku harus bertanya kepadanya, kubalas pesan tersebut dan bangkit dengan lelahnya untuk melihat sekilas kelemari pakaian tidak jauh dari kasur, berharap aku bisa menemukan gaun lama didalam.
Kutemukan sebuah gaun hitam panjang didalam lemari, merasa tidak pernah memiliki gaun begini, akhirnya kukeluarkan gaun tersebut. Gaun ini kelihatan sedikit lebih panjang dari ukuran badanku, dengan corak tidak terlalu mencolok dan perhiasan seadanya yang sedikit berkilau tertempel dilembutnya kain gaun ini, aku mencocokkan gaun tersebut kebadanku dan berdiri terpana didepan kaca karena begitu terpesona akan keindahan gaun ini. Kubayangkan gaun ini lebih pendek dari ukurannya, dengan mengenakan sepatu heels dan berpoleskan lipstick merah tua, rambut yang diikat tinggi, aku bisa membayangkan diriku sedang berada diundangan tersebut.
“Ehem !” suara dehaman mama membuyarkan imajinasiku.
Dia memandangiku yang sedang terpesona didepan kaca dengan gaun tersebut. Cepat – cepat aku lipat gaun itu dan memasukannya kembali kedalam lemari. Mungkin kepunyaan salah satu pelanggan mama. Mama masuk kekamar dan mengambil gaun itu, dipandanginya gaun itu dan lalu melihat kearahku.
“Kamu suka Mika ?” tanya mama.
“Iya, soalnya aku ga pernah punya gaun sama sekali. Kebetulan tadi nampak itu.” jawabku.
“Ini kepunyaan salah satu pelanggan mama, kurasa umurnya sekitaran kamu juga tapi anaknya agak tinggi. Mau mama pendekin biar kamu bisa pakai ?” Tanya mama.
“Lho dia tidak mau Ma ? kalau dia kasih buat kita, Mika mau bangat. Kebetulan juga ada undangan acara pesta gitu, dan aku tidak ada gaun sama sekali.” Aku menjawab pertanyaan mama dengan penuh semangat.
Mama yang menyadari keinginan besarku untuk memiliki gaun itu hanya tersenyum saja.
“Iya, kemarin dia minta dibuatkan dua, dan ternyata orang yang mau dia berikan gaun ini sudah beli duluan. Dan kebetulan mama bilang anak mama ada yang seumuran dia, dan dia kasih. Kelihatan seperti anak orang kaya, jadi mama tidak menolak. Ini yakin yam au dibuat pendek ?” Tanya mama padaku setelah menjelaskan asal gaun tersebut.
“Iya ma, buat pendek aja jadi dress gitu.” Jelasku.
Mama menyuruhku mengenakan gaun tersebut kebadan agar dia bisa menimbang bagian mana yang harus dia perbaiki dan apakah aku lebih cocok bergaun panjang atau pendek. Awalnya aku merasa ragu untuk mencobanya, namun aku akhirnya mengenakan gaun itu kebadanku sesuai permintaan mama karena mukanya yang mulai cemberut. Tidak dibutuhkan waktu lama untuk mengunakan gaun tersebut dengan sempurna, mama membantuku mengikatkan beberapa tali dibelakang gaun tersebut.
Aku begitu terkesima dengan penampilanku didepan kaca sementara mama sibuk merapikan beberapa bagian gaun ini dan dia berpikir bahwa gaun ini akan lebih indah dibadanku jika dia memotongnya kembali dan menjadikannya lebih pendek seperti dress. Kulepaskan gaun itu dan kupercayakan kepada mama untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Kusebut tanggal acara tersebut, sekilas dia terlihat berpikir lalu menyakinkan aku bahwa dress ini akan siap pada waktunya, mama kembali bekerja kedepan seperti biasa dan aku merembahkan badanku untuk tidur.
Kucek hpku dan tidak ada balasan apapun baik dari pengirim undangan ataupun dari Rio. Aku akan menunggu sebentar lagi, waktu menunggu balasan pesan kugunakan untuk menghapus beberapa nomor telepon teman pabrikku. Nomor Evan dan Adel menjadi nomor pertama yang aku hilangkan. Kuletakkan hpku tidak jauh dari bantalku, memandangi langit – langit kamarku dan Taylor Swift selalu setia menemaniku setiap malam, mataku terasa begitu lelah dan tidak dibutuhkan waktu lama aku sudah tertidur.
(to be continue….)