Rumah sakit itu terletak agak jauh dari jalan utama perdesaan. Dikawasan itu juga hanya ada sebuah rumah mewah yang sudah tidak berpenghuni milik keluarga Brown. Lantai rumah sakit itu terbuat dari kayu oak dan dindingnya dibuat dari batu bata yang dilapisi semen.
Rumah sakit itu lebih mirip klinik jika berada diperkotaan. Beberapa kamar pasien dibatasi dengan tirai bamboo dan penerangan disana juga sangat minim. Jika malam seperti ini, sepanjang lorong rumah sakit itu terlihat berwarna remang – remang.
Beberapa suster disana tampak mondar mandir sambil membawa kotak obat dan checklist pasien. Peralatan disana juga bisa dikatakan sederhana. Seorang dokter yang sudah terlihat cukup berumur memakai maskernya dan masuk kedalam ruangan bedah, tempat dimana Weisu berbaring.
Mereka berusaha mengintip kedalam ruangan tersebut, samar – samar mereka mampu melihat suster didalam sana berusaha keras menghentikan pendarahan Weisu.
Suasana malam itu terasa begitu mencengkram bagi mereka. Mereka kini duduk berbaris dikursi besi tepat didepan ruangan bedah pasien. Mora mengurus administrasi pasien dan juga kembali kepenginapan untuk mengambil seluruh barang mereka dipenginapan. Mereka akan bermalam dirumah sakit dan menjaga Weisu bersama – sama.
Dikejauhan, 3 orang polisi sedang berjalan mendekati mereka. Neo terlihat panik, dia tidak tahu harus menjelaskan apa kepada polisi – polisi itu.
“Apa yang akan kita katakan ?”
Pintu ruang bedah itu terbuka sebelum polisi itu sampai. Dokter berjalan keluar dan melepaskan maskernya. Mereka semua sontak berdiri dan memandangi dokter tersebut. Dengan dehaman kecil, dokter itu mulai memberikan penjelasan.
“Pendarahannya sudah berhasil kami hentikan. Jarinya bisa dibentuk kembali namun tidak bisa didesa ini. Sementara untuk lidahnya, saya minta maaf, mungkin Weisu akan bisu selamanya.”
“Apakah dia akan sadar ?” Neo bertanya dengan cemas.
“Aku tidak yakin karena dia terlihat sangat shock. Tapi kita akan berusaha memberikan yang terbaik. Dan saya sangat berharap bisa bertemu dengan orangtuanya. Keadaan Weisu setelah tersadar tidak akan stabil, apalagi menerima kondisinya setelah itu.”
Dokter itu lalu meninggalkan mereka. Tidak lama 2 orang suster keluar dari ruang bedah sambil mendorong Weisu. Mereka berjalan menyusuri lorong panjang dan berhenti disalah satu kamar diujung kanan lalu masuk kedalam. Dani dan Lisa mengikuti suster – suster itu sementara Neo menunggu Mora didepan rumah sakit.
Ruang rawat itu memiliki aroma aneh. Dari penciuman Dani, dia menyimpulkan itu adalah bau jejamuran. Ruangan itu sudah lama tidak digunakan. Dengan infus seadanya dan monitor yang buram, mereka meletakan Weisu disana lalu meninggalkan mereka.
Dani mengambil kursi kayu tua yang berada didekat meja dan meletakkannya disamping Weisu. Dia lalu duduk disana sementara Lisa duduk disisi lain kasur Weisu.
“Seandainya aku tidak mengajak kalian kesini…” Lisa mulai menangis.
“Tsu…. Jangan menyalahkan diri sendiri sampai kita tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Dani berusaha keras terlihat tegar.
Pintu kamar mereka terbuka, Mora dan Neo masuk kedalam kamar itu sambil membawa tas – tas mereka. Neo duduk diujung kasur Weisu sementara Mora berdiri disamping Dani.
“Apakah kalian melihat polisi diluar sana ?” Mora membuka pembicaraan.
“Yes, aku akan menghadapinya.” Jawab Dani.
Mereka berdiam diri didalam kamar itu ditemani suara beep monitor Weisu sampai pintu kamar mereka diketuk. Dari bayangan diluar, Neo tahu bahwa polisi itu sudah berada didepan kamar mereka. Dengan tenang Mora membuka pintu kamar dan mempersilakan mereka masuk.
“Dari hasil penyelidikan, sementara kita simpulkan Weisu berniat untuk bunuh diri.” Kata salah satu polisi yang agak pendek.
“What ?!” Mora keberatan. Neo langsung menarik Mora agar tetap tenang.
“Dan satu lagi, Lisa. Bisakah ikut kekantor polisi ? Kami sudah selesai menyelidiki mayat Leo dan Cowel. Dan kami berharap anda ikut dengan kami untuk tindakan lebih lanjut,” lanjut polisi itu.
“Maksudnya ?” Dani menjawab terlebih dahulu.
Polisi itu tidak menanggapi jawaban Dani. Mereka menatap Lisa. Dengan binggung, Lisa mengikuti perkataan Dani.
“Maksudnya Pak ?”
“Kami ingin kamu ikut dengan kami kekantor polisi. Kami tidak bisa membicarakannya disini.”
Ruangan itu hening seketika. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Dani akhirnya bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Lisa.
“Aku akan menemanimu kesana. Neo, Mora, apakah kalian bisa menjaga Weisu ?”
Mora mengangguk, disusul oleh Neo. Polisi itu saling berbisik lalu akhirnya menyetujui permintaan Dani. Dengan berat hati Lisa melangkahkan kakinya bersama Dani dan mereka pergi bersama ketiga polisi itu.
Setelah mereka berlalu, Neo mendekati Mora. Dia meminta Mora untuk menjaga Weisu sebentar karena dia ingin mencari informasi disekitar rumah sakit itu.
Mereka memiliki perasaan yang sama. Mereka menaruh kecurigaan yang besar pada Lisa namun tidak memiliki bukti apapun. Setelah mendapatkan kesepakatan, Neo pergi dari kamar itu dan meninggalkan Mora sendiri bersama Weisu.
Neo menghampiri beberapa pasien yang berada disepanjang lorong sambil membawa sebuah buku kecil dan pena. Disana ada yang sedang menunggu obat, ada juga yang sedang suntuk menjaga keluarga mereka yang berada didalam kamar inap. Dia bertanya berbagai kabar dan kejadian – kejadian yang aneh didesa itu. beberapa diantaranya tidak memberikan jawaban.
Salah satu suster disana melihat kegigihan Neo dalam mencari informasi. Dia lalu mendatangi Neo dan berbisik pelan. Dia memberitahu Neo bahwa 4th lalu ada seorang anak perempuan yang mengalami kecelakaan ketika akan pergi dari desa itu.
Ayahnya dan juga seorang teman ayahnya meninggal didalam kecelakaan itu, sementara sang anak menjadi gila dan selalu berkata Audrey datang. Anak kecil bernama Audrey sendiri telah meninggal saat masih kecil.
“Siapa nama anak itu sus ?”
“Nana. Kamu bisa mengunjunginya dirumah sakit jiwa yang berada 10 km dari sini.”
“Apakah ada kejadian lainnya lagi, sus ?”
Suster itu tampak berpikir keras dan enggan memberitahu apapun pada Neo.
“Kumohon sus. Aku telah kehilangan 1 teman dan 1 lagi koma. Weisu, pasien yang baru masuk tadi tidak akan mungkin mencoba membunuh dirinya.” Neo berusaha menjelaskan.
“Baiklah, kamu tidak mendengarkan ini dari aku. Beberapa minggu lalu mereka menemukan lingkaran setan dirumah keluarga Max. Disana ada 3 anak yang menghilang berpuluh tahun lalu. Max sendiri adalah ayah Audrey yang akhirnya diketahui bunuh diri. Kami memutuskan untuk tidak memberitahu orang asing bahwa didesa ini ada pemuja iblis. Aku harus pergi sekarang !”
Neo terdiam kaku. Suster itu segera pergi meninggalkannya dalam ketakutan. Setelah dia berhasil mencerna cerita suster itu, dia menghubungkannya dengan lingkaran setan dimana Leo dan Cowel ditemukan meninggal. Dari keterangan polisi. Cowel dianggap bunuh diri setelah menyiksa Leo.
Sungguh aneh rasanya jika semua pemuja setan mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri. Dia menutup bukunya dan segera kembali kekamarnya untuk membagikan informasi tersebut dengan Mora.
“So, kita akan memberitahukannya pada Dani ?” Mora menatap tajam Neo.
“Tidak, kita akan mencari Nana terlebih dahulu. Kita akan pergi besok pagi. Untuk saat ini, kita akan beristirahat dan pretend nothing happen.”
Mereka sepakat akan keputusan mereka. Neo membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa helai kain besar lalu dia rebahkan dilantai kamar itu.
Dia berbaring disana dan kepalanya bersandar pada tasnya. Mereka berdua menghabiskan malam itu didalam keheningan sampai Dani dan Lisa pulang. Mereka lalu tidur bergantian karena salah satu dari mereka akan tetap terbangun untuk menjaga Weisu.