[Ch. 04] Better Alone PART III

0

Dengan perasaan binggung, aku mengiyakan semua perkataan mama karena tidak ingin ditinggalkan.

Spread the love

Kulewatkan sepanjang hari didalam kamar dan tidak ikut pergi bersama mama saat dia mengajakku jalan sore seperti biasa. Merajuk !

Kuhabiskan waktu yang ada untuk mengerjakan tugas sekolah dan menonton tivi sendirian. Tidak ada seorangpun yang berada dirumah sore ini. Willy berada diwarnet. Biasanya papa mengantarnya pergi dan membawanya pulang saat malam. Sementara papa sendiri tidak jelas pergi kemana dan mama menjalankan aktifitas seperti biasa.

Hanya aku yang berada dirumah sendirian hari ini. Kuhabiskan waktuku untuk menonton dan membaca kisah kancil sambil menunggu mama pulang.

Mama pulang lebih cepat dari biasanya dan membawakanku sate untuk makan malam. Aku tidak bisa merajuk terlalu lama dengan mama karena hanya dialah orang yang bisa kuajak bercerita didalam rumah. Aku duduk dimeja makan dan menunggu mama membukakan satenya. Satu bungkus untuk berdua seperti biasa.

“Karen, mama bukannya marah tadi. Cuma kan kamu cewek, tidak boleh berdua saja bersama laki – laki.” Mama mulai membuka pembicaraan.

“Tapi.. Teman Karen cuma Dave. Tidak ada yang mau berteman sama Karen.” Jelasku dengan mulut penuh ketupat.

Mama tidak menjawabku lagi saat mengetahui kenyataan bahwa aku tidak memiliki teman. Dielusnya kepalaku dan kami habiskan sisa hari kami seperti biasa. Willy pulang dan sudah makan dengan papa, sementara aku dan mama sudah makan sate berdua. Seolah kami adalah keluarga yang terpisah namun berada dirumah yang sama. Aku kembali menunggu mama hingga terlelap.

Papa akan pergi lagi dalam beberapa minggu. Saat dia berada dirumah, aku mulai berangkat kesekolah bersama papa, tidak lupa membawa kerupuk jualan mama bersama kami. Papa juga mulai memberikanku jajan 2.000 rupiah. Kutinggalkan papa dan segera masuk kedalam kelas pagi itu karena yang ada dipikiranku hanyalah Dave.

Dave muncul tidak lama kemudian dan aku segera menghampirinya. Dia tidak banyak berbicara padaku pagi ini. Hanya sekedar membalas pertanyaanku saja. Sungguh tidak seperti Dave yang kukenal. Apa yang terjadi padanya !

Sepanjang pelajaran berlangsung aku hanya fokus pada Dave. Sibuk berpikir kenapa dia menjadi aneh. Apakah karena aku tidak pamit padanya ataukah ada alasan lainnya. Kuputuskan untuk berbicara padanya saat jam istirahat. Bel pertama berbunyi dan aku segera datang ketempatnya setelah guru keluar dari kelas.

“Dave. Kamu kenapa ?” tanyaku pelan

“Tidak ada kok. Cuma lagi ga enak badan saja.” jawabnya dingin.

Matanya tidak berani menatapku, ada yang aneh pada Dave.

“Kamu yakin Dave ?” tanyaku dengan cemas.

“Iya Karen. Aku hanya butuh tidur aja.” Nadanya seperti marah lalu segera tidur diatas mejanya, tidak melihatku sama sekali.

Ingin aku bertanya lagi namun segera kuurungkan karena tidak ingin dia marah. Mungkin benar dia lelah, aku akan berbicara dengannya lagi saat jam istirahat kedua. Aku kembali ketempat dudukku dan mulai menulis berbagai cerita dikertas.

Pelajaran hari ini terlewati begitu saja, bahkan dijam istirahat keduapun aku tidak memiliki kesempatan untuk bisa berbicara dengan Dave seperti biasa. Bagaimana tidak, Dave terlihat sekali sedang menghindari diriku.

Dia tampak sibuk bersama temannya yang lain. Aku mulai memikirkan apakah aku sudah sangat salah tidak berpamitan dengannya kemarin. Kuputuskan untuk berhenti bertanya dan datang kerumahnya sore nanti. Aku akan minta papa untuk mengantarkanku.

Sejak papaku jarang dinas keluar kota, kegiatan antar jemput selalu dilakukan oleh papa. Meskipun satu motor bertiga, setidaknya aku tidak merepotkan mama lagi. Willy selalu duduk dibelakang dan aku menyelip didepan motor.

Aku segera mandi begitu sampai dirumah. Kuselesaikan PR besok dengan cepat dan makan seadanya. Kuperhatikan mood papa diruang depan yang tampak baik. Sejak aku kecil, aku tidak pernah benar – benar berbicara dengannya. Apapun yang aku inginkan selalu kuutarakan pada mamaku.

Sudah tugas mama untuk menyampaikan keinginanku pada papa. Meskipun kadang mama sendiri yang berusaha memenuhinya. Aku menghampiri mama yang sedang sibuk didapur dan mulai menyampaikan keinginanku.

Mama tampak sedikit terkejut mengetahui aku ingin kerumah teman. Awalnya dia sempat ragu, namun melihat keinginanku yang kuat untuk bertemu Dave, akhirnya mama berjalan keruang tamu dan memberitahu papa. Awalnya papa tampak terkejut. Tidak lama dia kemudian mengambil bajunya dan berbicara padaku untuk pertama kalinya.

“Kamu mau kemana ?” tany papa.

Kutelan ludahku dan kuberanikan diriku untuk menyebut nama Dave.

“Kerumah semalam pa.” jawabku pelan.

Wajah papa berubah seketika. Kupikir dia akan marah padaku namun ternyata tidak. Dia berjalan kebelakang dan menyalakan kendaraannya. Kuikuti papa dan kuberikan senyum manis kepada mama.

“Cepat pulang ya !” pesan mama seraya melihatku pergi.

Aku merasa sangat gelisah sepanjang perjalananku kerumah Dave. Papa tidak berbicara denganku sama sekali sepanjang perjalanan. Aku sampai dirumah Dave dan turun dari motor. Papa melihatku sebentar lalu berkata bahwa dia akan menjemput sekitar jam 5 sore nanti.

Kuanggukan kepalaku lalu kutunggu hingga papa berlalu. Dengan perasaan ragu, kuketuk pintu besi rumah Dave beberapa kali. Tidak ada jawaban. Aku mulai memanggil namanya berulang kali sambil mengetuk pintu rumahnya. Tidak ada jawaban juga.

Aku merasa putus asa. Sudah hampir 10 menit aku mencoba memanggil namanya dan mengetuk pintu rumah tersebut namun tidak ada jawaban. Aku akan terus mengetuk hingga dia membuka pintunya. Kerasku dalam hati. Kukuatkan ketukanku dan kupanggil nama Dave dengan lebih keras.

Tanganku kuat memukul pintu tersebut sehingga beberapa orang yang berada tidak jauh dari sana mulai menoleh kearahku. Kuabaikan semua pandangan orang dan tanganku terus mengetuk pintu tersebut hingga akhirnya terdengar bunyi dari balik pintu tersebut.

Pintu terbuka kecil dan kulihat papa Dave berdiri disana. Dia tidak mempersilakanku masuk dan wajahnya sungguh tidak bersahabat.

“Pak, Davenya ada ?” tanyaku pelan.

“TIDAK ADA !” bentaknya seketika.

“Pak, saya mau minta maaf…” belum sempat kuselesaikan perkataanku, papa Dave langsung memotong pembicaraanku.

“Dave tidak ada ! kamu jangan ganggu hidup anak saya lagi ! PERGI KAMU !” tangannya melayang diudara pertanda dia mengusirku dan suaranya keras.

Aku hanya terdiam didepan pintu tersebut dan melihat papa Dave menutup kembali pintu tersebut dengan kasar. Kakiku bergetar dan kugigit bibirku agar tidak ikut bergetar. Kutahan airmataku yang siap terjatuh kapan saja dan kukumpulkan tenagaku kembali.

Didalam hatiku tersimpan kesedihan yang aku sendiri tidak mengerti kenapa. Ini adalah pertama kalinya aku diusir secara langsung tanpa kuketahui dimana letak kesalahanku.

Kuputuskan untuk berjalan kaki kerumah karena tidak mungkin menunggu hingga papaku datang menjemput. Baru berjalan beberapa langkah, suara motor papa berada dibelakangku. Dia berhenti disampingku dan memberikanku isyarat untuk berhenti.

“Karen ! kenapa ? Kamu diusir ??” tanya papa.

Kupandangi papa lalu kukatakan bahwa Dave tidak ada dirumah. Pertama kalinya aku mulai berbohong pada papa. Hal ini aku lakukan karena takut kena marah. Papaku bukanlah orang yang akan berkelahi dengan oranglain demi membela anaknya. Yang ada dia malah memarahiku dan menyalahkanku. Itu akan terjadi karena aku selalu melihat dia memarahi mama meskipun bukan kesalahan mama. Mungkin berbohong ini aku pelajari dari mama juga.

Aku sampai dirumah dan langsung masuk kedalam kamar. Aku tidak pernah menceritakan apapun pada mama juga karena yang akan dilakukan mama pastilah memandang semua masalah adalah kesalahanku juga. Dia pasti akan menyuruhku untuk tidak berkelahi dengan orang dan mengalah saja karena kami adalah orang susah.

Aku tidak akan berteman dengan siapapun lagi karena mereka selalu meninggalkanku tanpa sebab. Lebih baik aku sendirian saja !

Sore itu menjadi sore pertama bagiku melihat papa pergi bekerja dan dia membelikanku sebatang es krim pertama kalinya. Tidak lama setelah papa pergi, mama segera menganti pakaiannya dan bersiap membawaku pergi ketempat bu Hati.

Aku selalu ditinggal disana hingga jam 6 sore ataupun jam 7 malam setiap hari ketika papa sudah tidak berada dirumah. Aku tidak tahu kemana mama pergi karena kami selalu mengantar kerupuk terlebih dahulu, pergi makan dan aku ketempat bu Hati setelahnya.

“Ma, aku tidak mau les sama bu Hati hari ini.” kataku saat kami sudah siap untuk berangkat.

“Lho, kenapa Karen ?” tanya mama heran.

“Iya, aku ingin bareng mama saja seharian ini.” jawabku dengan wajah memelas.

Sedikit keraguan diwajah mama, namun karena dia tidak bisa meninggalkanku sendirian dirumah juga akhirnya membuat mama membawaku bersamanya. Sementara Willy berada disalah satu warnet, dia tidak akan kemanapun karena asik dengan gamenya sendiri.

Sepanjang perjalanan, mama mulai bercerita banyak hal denganku. Dan dia berpesan agar aku tidak merenggek minta pulang saat sampai kerumah temannya nanti. Mama juga tidak ingin aku memberitahukan kegiatannya pada papa karena hanya akan menyulutkan perkelahian diantara mereka.

Dengan perasaan binggung, aku mengiyakan semua perkataan mama karena tidak ingin ditinggalkan. Dan pertama kali dalam kehidupanku aku mulai mengenal tempat perjudian.

Rumah itu tidak terlalu besar namun didalamnya sudah berisi banyak orang. Kuperhatikan mama yang menyapa mereka dan aku hanya tersenyum saat ada yang menanyakan namaku.

Mama menjelaskan bahwa aku adalah anaknya yang paling kecil dan baru berkelas 4SD. Sangat jarang dibawa selama ini karena sibuk dengan kegiatan sekolah, begitu alasan mama. Aku hanya diam mendengarkan dan mengikuti mama saat dia mulai duduk disalah satu kursi kosong yang sudah tersedia disana. Mamaku adalah seorang penjudi.

Ini pasti alasan kenapa papa tidak memberikan uang sama sekali untuk mama !!

(to be continue…)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights