Aku melihat poster Taylor Swift yang terpampang dengan cantiknya diatasku. Poster yang aku dapat dari temanku 2 tahun lalu. Mimpi !
Kulihat mama yang masih tidur disebelahku, sungguh mimpi yang aneh jika Taylor Swift menjadi seorang driver, dan siapakah wanita menawan tersebut, berada dimanakah aku sebenarnya dalam mimpi tersebut. Mimpiku sungguh aneh ! ditambah dengan dress aneh yang kukenakan dalam mimpi tersebut. aku seperti orang yang melarikan diri pada zaman penjajahan.
Kulihat jam kecil diatas kasurku yang saat ini sudah menunjukan pukul 5 subuh. Kuputuskan untuk tidak melanjutkan tidurku karena takut tertidur lama. Aku turun pelan – pelan dari agar mamaku tidak terbangun. Kuraih tasku dan mengambil ponsel didalamnya, tidak mau menyala karena batreynya sudah habis.
Aku sebenarnya tidak suka mengcharger ponsel dirumah karena akan membuat tagihan listrik kami besar, namun melihat kondisi ponsel yang sudah tidak mau menyala lagi akhirnya membuatku mengisi batrey ponsel ini sebentar dirumah.
Layar ponselku menyala dan beberapa pesan masuk muncul dilayar ponselku. Pesan yang sama dari tempat kerjaku dan sebuah pesan dari nomor yang tidak kukenal. Pesan tersebut sudah dikirim dari malam lalu, aku memutuskan untuk membacanya.
Isinya adalah sebuah undangan acara dansa yang akan dilaksanakan pada hari sabtu. Kulihat kalender yang terletak tidak jauh dari meja. Masih ada waktu 2 minggu dari tanggal undangan tersebut. Acara ini berlokasi disalah satu bangunan elite yang sangat jauh dari tempat tinggalku.
Kubaca kembali pesan tersebut dengan teliti, disana juga ada tertulis dengan jelas dresscode acara. Mataku terpana pada nama pengirim pesan diujung pesan, J.P.
Aku tidak memiliki teman dengan inisial aneh begitu. Ini pasti adalah pesan iseng yang dikirimkan asal – asal oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kututup pesan tersebut.
Saat akan menghapus pesan iseng itu, aku sadar bahwa kata – kata pertama pada undangan tersebut jelas tertuju padaku. “Dear, Mikasa Pars.”
Jika ini hanya pesan yang dikirimkan secara iseng, bagaimana dia bisa mengetahui namaku secara jelas. Aku mulai berpikir siapa kira – kira orang ini.
Kumatikan handphoneku dan pergi mandi.
Mandiku selesai lebih cepat dari biasanya karena aku terus memikirkan pesan yang kubaca beberapa saat lalu. Aku membuka kembali pesan tersebut. Membayangkan panggilan Mikasa. Sudah lama sekali tidak pernah ada yang memangilku dengan nama Mikasa.
Aku berusaha mengingat orang yang pernah memanggil namaku secara detail dan seseorang terlintas dipikiranku. Aku berusaha mengingat nama dan wajahnya namun yang aku ingat hanyalah bayangan gelap. Bayangan gelap yang memiliki arti penting dalam hidupku. Siapa dia ! apakah dia orang yang mengirimkan undangan ini.
Aku memukul kepalaku sendiri agar bayangan tersebut hilang. Itu pasti salah satu imajinasiku. Bayangan yang ada dipikiranku adalah imajinasiku sendiri.
Aku selalu teringat perkataan salah seorang temanku ketika aku masih kecil dan mulai suka bercerita tentang orang – orang yang tidak pernah ada. Mikasa sang pembual, begitu julukan yang diberikan mereka saat aku mulai bercerita tentang bayangan – bayangan misterius.
Hal itu menjadi alasan kuat bagiku untuk tidak pernah terbuka terhadap orang lain dan aku menjadi tidak mudah bersosialisasi dengan baik. Karena aku tidak bisa menemukan orang yang mengerti jalan pikiranku. Semua yang kukatakan hanya dianggap sebagai bualan semata.
Jam mengarah pada angka 6 pagi. Kuputuskan untuk menyiapkan sarapan pagi ini sebelum berangkat kerja. Aku bekerja mulai jam 9 pagi namun aku selalu berangkat lebih cepat agar tidak terburu – buru dijalanan. Prinsip hidup yang aku pegang adalah better early daripada telat karena akan memotong gajiku.
Terkadang aku ingin mengunakan bus umum yang hanya membutuhkan waktu 10 menit ketempat kerja, tapi perhitungan 2x pengunaan bus setiap hari sudah sama nilainya dengan segelas kopi ataupun tea susuku setiap sore. Hemat ! sudah menjadi kata – kata motivasiku setiap kali aku ingin mengunakan uang yang kupunya.
Kubuka rak yang terpajang dengan sok gagahnya dipojokan rumah ini, telur didalam rak tersebut hanya tersisa 2 butir, disana juga terdapat sedikit mentega dan beberapa bungkus tepung. Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk membuat martabak tepung pagi ini.
Meskipun rasa masakanku bisa dikatakan dibawah rata – rata, setidaknya aku bisa memasak dengan bermodalkan imajinasiku. Kubayangkan martabak yang dibuat dengan tepung dan telur, dan tidak dibutuhkan waktu lama aku sudah menyelesaikannya.
Kuicipi martabak selagi panas, tidak buruk ! aku makan beberapa potong martabak tersebut dan kuberikan 1 potong untuk reno yang sudah menungguku dengan setia sedari tadi. Kusisihkan 2 potong martabak yang lumayan besar dan kubuatkan segelas tea hangat untuk sarapan mamaku saat dia bangun.
Aku tidak pernah membuatkan mama kopi karena meminum kopi dipagi hari sungguh tidak baik. Selain itu, kopi juga akan kehilangan rasanya saat dia berubah menjadi dingin, dan itu hanya akan membuat kopi tersebut terbuang dengan sia – sia, berbeda dengan tea yang masih enak diminum saat dingin.
Kuhentikan pengisian daya ponselku saat kurasa sudah cukup untuk menemaniku disepanjang perjalanan menuju tempat kerja. Kuraih jaket merah dan ranselku yang terletak tidak jauh dari pintu kamar dan memakai headfreeku dengan baik.
Lagu karya Taylor Swift mulai berputar mengisi gendang telingaku. Tidak lupa kucium kening mama dikamar dan membelai kepala reno sebelum pergi. Kukeluarkan sepeda tua dan bersiap untuk memulai pencarian rejekiku hari ini. Aku harus bisa melewati hari ini dengan baik meskipun tanpa membawa bekal, batinku keras dalam hati.
(To be continue….)