[Ch. 03] Friend (?)

0

Dipegangnya kerupuk tersebut ditangan kiri, sementara tangan kanannya kokoh mengandengku memasuki sekolah.

Spread the love

Badanku terguncang pelan – pelan dan dengan berat aku membuka mataku perlahan. Jam dikamar sudah mengarah pada angka 6 pagi. Kulihat mama duduk disampingku dan menungguku hingga terbangun. Ini adalah hari pertama aku akan masuk SD.

Kulihat Willy yang masih tidur dan mama tidak membangunkannya. Jam masuk sekolah adalah 7.30. Jarak rumahku kesekolah tidaklah terlalu jauh, hanya sekitar 20 menit jika berjalan kaki. Aku tahu kenapa mama selalu membangunkanku lebih awal daripada Willy.

Hal ini karena aku harus menemani dia mengantarkan kerupuk untuk dititipkan kekantin. Jika melewati jam 7 pagi, biasanya kakak yang berjaga disana akan merepet kepada mama.

Kucuci mukaku dan kupandangi dengan bangga seragam baruku dikursi. Mama sudah mencucinya kembali dengan wangi sejak hari pertama aku diterima di SD. Aku tidak mendapatkan sepatu hitam baru, tidak masalah. Tasku juga masihlah tas sekolah TK. Aku tidak mempermasalahkan apapun yang akan aku pakai dihari pertama sekolahku.

Suasana baruku hanya sebatas mendapatkan seragam baru. Untuk buku pelajaran sendiri, aku tidak pernah membelinya. Aku selalu memakai buku pelajaran bekas Willy. Meskipun kami berbeda 2 tahun, isi pelajaran tidak pernah sepenuhnya berubah, dan terkadang hanya ada beberapa halaman yang berbeda, tetapi dasar pelajarannya tetaplah sama. Ada sedikit keinginanku untuk mendapatkan buku pelajaran baru, namun baik papa ataupun mama tidak pernah membelikannya untukku.

Aku keluar kamar mandi dengan rok merah yang panjangnya melebihi lututku, dipadukan dengan baju putih yang kelonggoran, aku menghampiri mamaku, dia melihatku sejenak lalu tersenyum sembari mengelus kepalaku.

“Jangan berkelahi disekolah ya. Kita orang susah. Mengalah saja kalau ada yang jahatin.” Kata mama sambil mulai memasangkan dasi merahku dileher.

Kulihat keriput kecil dipojokan mata mama saat dia berjongkok didepanku. Aku tidak mengetahui apa maksud kerutan tersebut, hal yang aku tahu pada saat itu adalah mungkin mama kelelahan dan butuh istirahat lebih banyak.

Mama menaikkan dua plastik besar kerupuknya didepan sepeda lalu mengikatnya dengan kuat. Dia menyuruhku naik keatas sepeda dan mulai mengayuh sepedanya. Membawaku kesekolah pagi ini.

Aku hanya bisa melihat bahunya dari belakang, dia mengayuh sepeda tersebut sekuat tenaga, terutama dijalan tanjakan. Berbeda dengan ibu – ibu lainnya yang kuperhatikan sepanjang perjalananku. Ada yang naik kendaraan besar, ada juga yang tidak perlu mengayuh seperti mama. Dia hanya duduk dan memainkan tangannya. Aku tidak tahu apa namanya, namun kendaraan tersebut mirip dengan kepunyaan papaku dirumah. Mama tidak pernah mengunakannya karena memang tidak pandai.

Kami sampai disekolah dan aku turun dari sepeda tersebut. Kulihat mama penuh dengan keringat. Kucari tissue yang ada disalah satu kantong tasku dan kuberikan padanya. Ingin rasanya aku menghapus keringat tersebut, namun aku tidak berani melakukannya.

Aku hanya menyodorkan tissue tersebut tanpa berkata apapun padanya. Dia terseyum melihat kelakuanku dan mulai melepaskan ikatan kerupuknya. Dipegangnya kerupuk tersebut ditangan kiri, sementara tangan kanannya kokoh mengandengku memasuki sekolah.

Aku mengikuti mama berjalan kedaerah kantin dan mulai menyerahkan kerupuk tersebut kepada salah satu penjaga disana. Kakak tersebut memandangiku sesaat lalu tidak banyak berkomentar. Aku melihat berbagai jenis kue yang ada disana, dan kembali aku tidak berani meminta kepada mama. Aku hanya memandanginya saja sambil menelan ludahku.

Setelah mama selesai menyerahkan kerupuk tersebut, dia mengandengku kedalam sekolah dan membantuku mencari kelasku. Hari pertama SD tentunya merupakan hal baru bagiku, ditambah ini akan menjadi pengalaman pertama kami belajar mandiri dan mulai mengenali lingkungan sekitar, hampir rata – rata orangtua murid disini menemani anak mereka mencari kelas mereka. Ada yang menangis karena tidak mau sekolah, ada juga yang sudah mandiri dan aku tidak yakin bahwa aku bisa berteman dengan baik dikelas baruku.

Aku masuk kelas 1C. Biasanya kelas category C adalah kelas untuk anak – anak yang memiliki kemampuan sedikit kurang, ataupun cukup. Sementara Willy, aku ingat dia selalu berada dikelas A. hingga kelas 3 juga dia berada di 3A. Sungguh perbedaan kemampuan yang tergolong jauh.

Aku duduk 2 baris dari belakang dan memilih kursi dipojokan kelas. Mama memberikanku selembaran uang 500 rupiah dan berbisik ditelingaku untuk memberikan pesan yang sama seperti tadi pagi lalu mencium keningku sebelum berlalu.

Kupandangi mama menghilang dari kerumunan ibu – ibu yang sudah mulai ramai. Aku tidak menangis seperti pertama kali aku masuk TK. Aku duduk sendirian dan menunggu dengan sabar sampai bel masuk kelas berbunyi.

“ENGGA MAU !! ENGGA MAU !!” suara teriakan keras seorang anak laki – laki dipintu masuk membuatku kaget dan melihatnya.

Anak tersebut memegang tangan mamanya sekuat tenaga. Dia pasti tidak mau sekolah. Ibu tersebut mulai kewalahan dengan sikap anaknya sampai salah seorang guru datang dan membantu memisahkan anak tersebut dari ibunya.

Anak itu mulai berteriak sekeras mungkin dan beberapa ibu disekitar memandangi anak tersebut sambil berbisik – bisik. Bisa kuketahui pasti mamanya merasa sangat malu karena sifat anaknya tersebut.

Ibu itu segera pergi meninggalkan anaknya setelah guru tersebut memberikan code. Ibu lainnya mulai meninggalkan anak mereka masing – masing didalam kelas. Aku bisa melihat anak yang tadi berteriak sekeras tenaga kini duduk dimeja paling depan dan hanya diam sambil menundukkan kepalanya diatas meja.

Sebagian ibu – ibu masih menunggu didepan kelas, seolah tidak rela melepaskan anak mereka berada sendirian didalam kelas. Mamaku sudah tidak kelihatan, pasti dia sudah pulang.

Guru yang berada didalam kelas berdeham kecil lalu berjalan kepintu kelas dan menutupnya, menandakan bahwa orangtua murid sudah bisa pulang dan meninggalkan anak mereka didalam kelas.

Suasana kelas sempat kacau karena sebagian anak mulai menangis kembali, dan dengan satu hentakan kuat diatas meja, guru tersebut berhasil menghentikan tangisan anak – anak. Aku kembali mendapatkan guru kejam seperti bu Hati sepertinya.

Setelah keadaan mulai tenang, guru tersebut mulai memperkenalkan dirinya. Namanya Bu Sumi, dia sudah mengajar selama 8th dan dia juga menjadi wali kelas kami selama kami berada dikelas 1C.

Dia tidak suka melihat anak – anak yang menangis didalam kelas. Setiap menemukan anak yang menangis nantinya, maka dia akan memberikan hukuman, entah itu membersihkan papan tulis ataupun berdiri didepan kelas hingga pelajaran selesai.

Setelah perkenalan dirinya selesai, dia mulai membagi – bagi tempat duduk kami. Dia memasangkan anak perempuan dengan laki – laki agar selama pelajaran kami tidak sibuk bercerita satu sama lain.

Bu sumi akhirnya melihat kearahku, dari wajahnya aku sadar dia pasti merasa heran dengan penampilanku. Mataku tidaklah sebesar mata anak lainnya dan aku termasuk anak yang kurus didalam kelasku. Bukan karena aku tidak makan banyak, melainkan badanku yang tidak mau membesar.

Dia menunjuk kearahku dan mulai memberikanku isyarat agar pindah dari tempatku. Semua mata tertuju padaku. Dengan perasaan ragu, aku mulai mengangkat tasku dan berjalan kedepan. Aku berdiri disebelahnya sambil menunggu keputusan bu Sumi. Dia memperhatikanku dan mulai memberikan pertanyaan kepadaku.

“Siapa nama kamu ?” tanyanya lembut.

Aku awalnya tidak begitu mengerti maksud pertanyaannya, namun karena bu Hati telah membekaliku dengan penjelasan bahwa sebutlah namaku sesering mungkin, maka tanpa keraguan aku mulai menyebutkan namaku.

“Karen.” Jawabku singkat.

Bu sumi tampak terkejut dengan responku dan tersenyum seketika. Dia melihat sekeliling kelas dan akhirnya menuju kesalah satu kursi yang berada dibarisan paling depan.

Aku berpasangan dengan anak lelaki yang tadi pagi berteriak sekuat tenaga. Perasaan cemas menghampiriku. Sudah pasti aku tidak akan membicarakan apapun dengannya.

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights