CHAPTER TWENTY SEVEN : SIX

0

Ucapan Leo terhenti ketika sentuhan bibir Lisa menempel dibibirnya. Awalnya dia terkejut karena Lisa tidak pernah menciumnya duluan.

Spread the love

Leo terbangun tengah malam karena dinginnya cuaca. Dia memperhatikan Lisa yang tertidur pulas disampingnya. Dia lalu keluar dari tendanya dan berjalan kedalam pepohonan yang tidak jauh dari tenda mereka.

Setelah memastikan sekelilingnya tidak ada orang, dia membuka seleting celananya dan pipis disalah satu pohon disana. Dia tidak pernah menduga suhu malam hari disana akan terasa begitu menusuk. Pipisnya sendiri mengeluarkan uap ketika mengenai batang pohon.

Ketika dia akan kembali kedalam tenda, dia melihat Lisa sedang berdiri dibelakangnya. Dengan wajah tersipu, dia bertanya kepada Lisa sejak kapan berada dibelakangnya. Lisa tidak menjawab pertanyaannya. Lisa hanya tersenyum dan segera mengandengnya. Tangan Lisa terasa begitu dingin dikulitnya namun dia mengabaikan hal tersebut.

Lisa lalu mengajak Leo bermain kedalam hutan. Awalnya Leo sempat ragu, namun karena godaan Lisa, dia akhirnya ikut dengan Lisa. Mereka berlari sambil tertawa – tawa kedalam hutan.

Sesampainya ditengah hutan, Lisa melepas gandengannya lalu berbaring disana. Leo yang masih tidak mengerti hanya mengikuti Lisa dan ikut berbaring disampingnya. Mereka menatapi bintang malam bersama. Sesekali Leo mengosok – gosok tangannya. Cuaca disana sungguh dingin.

“Apakah kamu kedin….”

Ucapan Leo terhenti ketika sentuhan bibir Lisa menempel dibibirnya. Awalnya dia terkejut karena Lisa tidak pernah menciumnya duluan. Mungkin ini adalah alasan kenapa Lisa membawanya jauh dari tenda mereka. Sentuhan Lisa membuatnya pasrah, dia mulai membalas ciuman Lisa.

Ciuman itu semakin panas, Lisa lalu mulai mencium setiap bagian tubuh Leo. Leo mulai tidak bisa berpikir jernih. Dia takluk oleh Lisa malam itu.

Ketika Lisa mulai membuka seletingnya, dia membuka matanya dan melihat Lisa sudah berada tepat dibawah pusakanya. Dia berhenti sejenak dan mengatur nafasnya.

“Lisa, kamu yakin ingin melakukan hal itu disini ?”

Perempuan itu tidak menjawabnya. Dia tidak memperdulikan jawaban Lisa lagi ketika sesuatu menyentuh pusakanya. Dia menutup matanya, nafasnya berat dan dia mulai menikmati setiap sentuhan itu.

“Ahh.. Lisa, kamu terlalu kuat….”

Leo menjerit pelan. Awalnya terasa biasa, namun tiba – tiba Leo merasa bahwa ada sesuatu yang aneh mulai mengendum dibawah pusakanya. Dia menurunkan tangan kanannya untuk menyentuh pusakanya dan memastikan Lisa masih berada disana. Tapi sayangnya sesuatu yang tajam langsung mengigit tangannya.

“AGHHHHHHH !”

Dia menjerit sangat keras. Dia mengangkat tangannya, seluruh telapak tangan beserta jarinya sudah hilang. Darahnya bercucuran. Dia ketakutan, kepala Lisa berpindah kesalah satu jempol ditangan kiri Leo. Dia panik dan segera menendang Lisa. Sosok itu terbang bersamaan dengan jempolnya yang ikut tertarik oleh mulut itu.

Dia segera menarik celananya dan dengan sisa jari yang ada, dia menarik seletingnya dengan gemetaran. Sosok itu bangkit berdiri dan tertawa. Wajah Lisa mulai luntur dan berubah menjadi sesuatu yang lain.

Sosok itu tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang tajam. Sambil menahan kesakitannya, Leo mulai berlari, dia berlari tanpa arah dan tanpa menoleh sedikitpun. Dia berusaha memasukkan tangannya kedalam saku jaketnya agar darahnya tidak memberikan jejak bagi sosok itu.

Secerca harapan tampak diwajahnya. Dia melihat sebuah rumah tua dengan batasan polisi disekelilingnya. Tanpa berpikir panjang dia menerobos batasan tersebut dan dengan beberapa dobrakan keras, dia membuka pintu rumah itu. Dengan cepat dia berlari masuk kedalam dan menutup pintu itu. dia terus berlari menyusuri lorong – lorong dirumah itu dan melewati sebuah rak besar.

Lorong itu gelap dan lembab. Dia berhenti didalam sebuah ruangan, jalan buntu ! Dengan penuh usaha dia mengeluarkan mancis yang berada disaku celananya. Dia menyalakan mancis itu dengan 4 jarinya. Nyala pertama dia tidak melihat apapun disana, mancis itu lalu mati.

Dia berusaha menyalakannya lagi dan dengan cahaya api seadanya, dia melihat 2 bayangan didinding, terkejut, mancis itu terjatuh dari tangannya dan ruangan itu kembali gelap.

Dengan penuh ketakutan, dia mencari mancis yang terjatuh dan menyalakan kembali mancis itu. Kaki seseorang tepat berada didepannya. Dia tidak berani melihat keatas. Dia mulai menangis ketakutan. Kaki itu lalu berjongkok didepannya.

Ketika dia ingin melemparkan mancis itu pada sosok didepannya, dia melihat wajah itu. Mata yang berlubang, kulit yang melepuh dan bibirnya yang lebar dengan gigi tajamnya.

Mancis itu terlepas kembali dari tangannya. Suara tawa sosok itu memenuhi telinganya. Dan dia kehilangan kesadarannya.

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights