Chapter Two : Intro [Part 02]

0

Kami hampir tidak pernah memiliki tamu yang datang meskipun pada hari perayaan, terkadang hanya beberapa teman mamaku yang datang dan duduk sebentar karena mereka ingin mengambil pesanan baju.

Spread the love

Aku selalu memilih jalan pintas setiap kali bersepeda. Ditemani pemandangan rumah petak yang berjejer disepanjang jalan selalu membuat perjalanan pulangku terasa menyenangkan.

Aku bisa melihat begitu banyak raron yang berkumpul disetiap lampu jalan, apakah mereka sedang makan malam bersama ? pikirku bodoh.
Kupercepat kayuhan sepedaku menuju rumah dan berharap bisa menikmati sepiring nasi hangat dirumah hari ini.

Sebuah rumah dengan sebuah lampu kecil sebagai penerang mulai terlihat diujung gang ini. Aku menghentikan sepedaku tepat dipintu belakang rumah ini.

Kuatur nafasku terlebih dahulu dan kukeluarkan sebuah kunci kecil dari ranselku. Tidak lama terdengar gongongan bahagia Reno dari dalam rumah. Kuparkirkan sepedaku dan kukunci pintu belakang dengan gembok ganda.

Reno, adalah anjing peliharaanku yang sudah berusia hampir dua tahun dan selalu setia menyambut kepulanganku setiap hari. Aku ingat ketika pertama kali aku bertemu dengannya, dia masih sangat kecil dan berada ditempat pembuangan.

Awalnya mama sempat marah saat aku membawanya pulang, namun karena keinginanku yang besar untuk memeliharanya, akhirnya Reno bertahan disini. Kini dia sudah tumbuh besar. Kuusap kepalanya sebentar lalu aku masuk kedalam rumah mungilku.

Kukatakan rumah ini mungil karena hanya memiliki 2 buah kamar didalamnya, dapur dan kamar mandi digabung menjadi satu bagian, sedikit halaman belakang yang mungkin muat untuk 2 buah sepeda motor jika aku punya, dan sedikit space untuk ruang tamu yang dijadikan sebagai tempat mamaku menjahit saat ini.

Kami hampir tidak pernah memiliki tamu yang datang meskipun pada hari perayaan, terkadang hanya beberapa teman mamaku yang datang dan duduk sebentar karena mereka ingin mengambil pesanan baju. Dan aku sendiri juga tidak pernah membawa temanku kerumah.

Hal ini membuat kami memutuskan untuk menjadikan ruang tamu sebagai tempat menjahitnya mama. 1 kamar sebagai kamar tidur utama dan 1 kamar lagi sebagai tempat menyimpan baju – baju kami. Aku selalu tidur berdua dengan mama sejak aku kecil.

Didalam rumah ini juga terdapat sebuah meja bulat dan beberapa kursi tua yang sekarang terletak didekat dapur, spot itu menjadi tempat kesukaanku untuk menikmati masakan mamaku dan terkadang aku juga suka membaca disana. Lalu ada sebuah rak tua yang masih setia berdiri dipinggir kamar tidur kami sejak aku kecil.

Kamar tidur kami juga memiliki sebuah ranjang yang cukup besar. Meskipun sudah tua, dia selalu menjadi tempat terakhir aku dan mama menutup hari kami.

Atap rumah yang sudah tua ini terkadang meneteskan air dikala hujan turun dengan derasnya, dan dinginnya lantai semen terkadang membuat aku dan mama bisa tidur dengan lelapnya dilantai setiap kali kipas angin kami mulai bertingkah.

Berbagai coretan didinding juga ikut menghiasi rumah ini, coretan ketika aku masih kecil dan mulai belajar mengambar, coretan tinggi badanku dan beberapa bekas congkelan kecil dipintu karena kekesalanku setiap kali aku tidak bisa membeli permen.

Bukan karena tidak mau diperbaiki dan dicat kembali, melainkan karena faktor ekonomi kami yang bisa dikatakan hanya pas – pasan saja. Daripada menghabiskan uang yang lumayan besar untuk memperbaikinya, lebih baik uang tersebut disimpan untuk keperluan lainnya.

Ditambah kami hanya menyewa disini dan bisa diusir kapan saja saat pemilik rumah membutuhkannya, kami jelas membutuhkan tabungan darurat.

(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights