Kursi kayu dihalaman belakang rumah megah itu bergoyang pelan sedari tadi. Sudah hampir 30 menit dia duduk disana. Tidak sedikitpun dia mengalihkan pandangannya dari layar hp yang berada ditangannya. Dia sedang berpikir untuk mengirimkan undangan kepada Mikasa. Gadis yang dia cari selama bertahun – tahun.
Ada perasaan rindu yang begitu besar darinya untuk gadis tersebut namun dia tidak tahu bagaimana untuk diungkapkan. Apakah dia masih berada dalam ingatan Mikasa, ataukah dia sudah menjadi orang asing bagi Mikasa saat perjumpaan mereka nanti ?
Luka itu tertancap begitu dalam dihatinya, dia begitu ingin memutar kembali waktu, seandainya malam itu dia bisa membawa Mikasa bersamanya. Pasti dia tidak akan menderita seperti saat ini.
Seandainya saat itu dia berani mengatakan pada Mikasa bahwa mama mereka telah meninggal, pasti tangan dingin itu tidak akan merebut Mikasa dari dirinya.
Namun, karena semua ketidakberdayaannya saat itu, Wanita itu menjelma menjadi pelindung bagi Mikasa, bukan dirinya ! Masa lalu tersebut hadir menjadi mimpi buruk disetiap malam dia memejamkan matanya, dan hal tersebut mulai menyiksanya secara perlahan.
Dia tidak membiarkan pengorbanan perasaannya sia – sia. Disaat dia sudah kehilangan Mikasa, dia bertekat untuk menjadi seorang pria yang kuat lalu membalas perlakuan semua orang yang telah menyakiti mereka berpuluh tahun lalu. Dia bertumbuh menjadi pria kuat dan tidak sedetikpun dia berhenti mencari keberadaan Mikasa.
Pencarian bertahun – tahun yang dia lakukan akhirnya membuahkan hasil. Lewat beberapa informasi yang dia peroleh dari berbagai sumber, dia berhasil menemukan kembali gadis tersebut. Gadis itu sudah tumbuh menjadi gadis yang kuat dan mandiri.
Kini dia berada diantara pilihan untuk hadir kembali dalam kehidupan gadis tersebut atau melihatnya dari kejauhan. Dia menarik nafas yang sangat dalam dan memutuskan untuk mengirim undangan tersebut kepada Mikasa.
Dia akhirnya beranjak dari kursi tersebut sesaat setelah dia mengirimkan undangan tersebut. Dipakainya mantel yang terletak tidak jauh dari kursi tersebut. Para pelayan yang berada disana satu persatu mulai menundukkan kepala mereka ketika dia lewat.
Dengan sebuah tongkat berkepala singa ditangannya, dia masuk kemobil yang sudah menunggunya didepan sedari tadi. Tidak ada hal yang lebih penting kali ini selain pertemuannya kembali dengan Mikasa. Dia akan merebut kembali hati gadis tersebut.
Kasih sayang yang sudah dia pendam selama bertahun – tahun, rasa bersalah yang menghantui hidupnya selama ini, semua akan berakhir sebentar lagi.