CHAPTER SEVENTEEN : THE SUICIDES

0

“Kursi itu terjatuh, membuat leher Max tergantung ditali tersebut. Dia meronta keras, berusaha melepaskan dirinya dari sana namun tidak berdaya. Ikatan tali itu terlalu kuat. Dan dia mendengarkan suara tawa pelan Audrey………”

Spread the love

Dia masuk kedalam rumahnya setelah polisi itu pergi. Polisi itu mendatanginya karena laporan kebakaran yang dia laporkan. Dengan berdalih pura – pura lewat dan melihat asap, dia lolos dari tuduhan sebagai tersangka dengan mudahnya. Ditambah minimnya bukti, dia hanyalah seorang warga biasa yang panik ketika kebakaran melanda dimusim dingin.

Dia menutup pintu depan rumahnya dan menambahkannya dengan beberapa lapisan kayu dari dalam. Dia lalu mengambil koran – koran bekas dan menempelkannya disemua kaca didalam rumahnya. Musim dingin akan segera berakhir. Hal yang ingin dia lakukan adalah mengasingkan dirinya hingga musim dingin tahun berikutnya.

Dia tidak membutuhkan persediaan makanan dan dia juga mematikan semua aliran listrik dirumahnya. Dia lalu masuk kedalam ruangan rahasianya. Dia tidak menutup lorong tersebut dan hanya terus berjalan ketempat Audrey berada.

Ruangan itu terasa begitu lembab, begitu gelap dan aromanya sungguh menusuk hidung. Dia menyalakan lilin – lilin disana dan memandangi tengkorak Audrey diatas altar itu dengan tatapan kosong.

Dia lalu duduk disana, meringkuk seperti anak kecil lalu menangis. Dia begitu sedih karena salah satu jalan untuk bertemu kembali dengan Audrey telah hilang. Seandainya dia tidak menjadikan bible itu sebagai pancingan buat Jonny. Pasti dia tidak akan menderita seperti saat ini.

Kobaran api diatas lilin ruangan itu mulai menari – nari indah. Dia dapat merasakan bahwa seseorang sedang memandanginya dari belakang. Dia membalikkan badannya dan melihat Audrey berdiri tepat dibelakangnya. Wajahnya pucat, syal merah itu masih terpasang dilehernya, dan jari anaknya menunjuk keatas,

Max lalu melihat keatas. Kantong – kantong mayat disana sudah mulai membusuk dan dipenuhi belatung. Dia melihat kembali wajah Audrey yang kini menatap kosong kearahnya.

“Pop, please join me.. I’m scare..”
“How sayang ?”

Audrey menunjuk lagi keatas, tempat dimana mayat – mayat itu tergantung. Max lalu berdiri dan berjalan keluar dapur. Dia mengambil tali tambang yang berada dibawah kolom dapur dan juga sebuah kursi kayu yang tidak jauh dari sana lalu kembali kealtar.

Max lalu melemparkan tali tersebut ketiang didekat mayat Dave. Dia membuat sampul lingkaran dan meletakkan kursi kayu tersebut tepat dibawah tali tersebut. Dia melepaskan alas kakinya dan tersenyum sambil berdiri diatas kursi tersebut.

“Seperti ini ?”

Audrey mengangguk lalu memberikan isyarat agar Max memasukan kepalanya ketali tersebut. Max melakukannya tanpa berpikir panjang. Dia melihat anaknya tersenyum manis dan dia sungguh bahagia. Dia rela melakukan apa saja asalkan bisa melihat kembali Audrey yang tersenyum.

Lilin diruangan itu mulai bergoyang lebih cepat. Satu persatu lilin disana mulai padam. Max panik dan melihat kembali kearah Audrey. Sosok itu menghilang dari hadapannya. Dia mencari kesegala arah dan ketika dia akan mengeluarkan kepalanya dari tali tersebut, sesuatu mendorong kursi kayu itu dengan kuat.

Kursi itu terjatuh, membuat leher Max tergantung ditali tersebut. Dia meronta keras, berusaha melepaskan dirinya dari sana namun tidak berdaya. Ikatan tali itu terlalu kuat. Dan dia mendengarkan suara tawa pelan Audrey.

“Audrey.. help..”

Tangan Max berusaha meminta pertolongan namun Audrey hanya berdiri disana, DIa tertawa keras dan wajahnya mulai meleleh. Max, untuk pertama kalinya menyadari bahwa sosok yang berusaha dia bangkitkan bukanlah putrinya, melainkan sesuatu yang lain.

Semua lilin diruangan itu mati. Pintu rahasia itu terhempas kuat dan tertutup kuat. Gerangan Max semakin lama semakin pelan. Hari itu menjadi hari dimana Max ikut bergabung bersama Audrey tanpa diketahui oleh siapapun didalam ruangan rahasianya.

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights