CHAPTER THIRTEEN : SATAN BIBLE

0

Dia berusaha move-on dengan menghilangkan semua kenangan anaknya. Namun ada 1 hal yang dia lupakan, syal tersebut terpajang dengan rapi ditempatnya.

Aku akan menangkapmu, Max !
Berapapun harga yang harus kubayar !

Spread the love

Dia memutari sekeliling rumah itu terlebih dahulu, memastikan bahwa memang tidak ada orang lain yang melihatnya berada disana.
Sebuah pistol dengan peluru yang sudah terpasang tersimpan dibalik mantelnya.
Pandangannya terpusat pada bangunan yang merupakan tempatnya mencari nafkah 10th lalu. Dan ditengah lapangan itu, sebuah tiang terpasang dengan kuatnya.
Ya, lapangan itu adalah tempat dimana Audrey kehilangan nyawanya secara misterius 10th lalu.

Setelah dia yakin sekelilingnya aman, dia berjalan kepintu depan dan melihat kaca yang tidak terurus.
Perkarangan rumah Max ditumbuhi tanaman liar yang kini telah tertutup oleh salju.
Dinding rumahnya juga sudah berlumut. Sebuah gerobak merah berada disamping pintu masuk, Max pasti berada didalam rumah.

Dia memperhatikan pintu rumah Max yang berlubang dan baru ditutupi dengan kayu baru.
Rasa curiganya membesar dan dia segera mengetuk pintu rumah Max. Beberapa kali ketukan dan suara langkah kaki terdengar dari dalam.

“Siapa ?”

“Ini aku, Jon.”

Pintu rumah itu terbuka dan Max berdiri didepannya.
Wajahnya kusam, jenggotnya mulai memanjang. Rambutnya mulai dipenuhi uban dan tatapan matanya sayu.
Jon melirik kedalam rumah dengan sigap dan syal merah Audrey terpajang disana. Dia tersenyum hangat pada Max.

“Apa kabarmu, Max ? Bolehkah aku masuk ?”

“Oh, iya silakan.”

Max berjalan kedalam rumahnya dengan pelan dan sedikit pincang lalu mempersilakan Jonny mengikutinya.
Jonny  menutup pintu rumah itu dan memperhatikan dengan lebih baik isi rumah itu.
Sarang laba – laba berada disetiap sudut rumahnya dan perapian ditengah ruangan sudah hampir redup.
Sungguh aneh jika Max tidak merasa kedinginan.

Dia mengosok – gosok tangannya kemantel.
Suhu dirumah itu terasa dingin baginya.
Dia memperhatikan foto – foto yang berada didinding rumah Max.
Tidak ada wajah Audrey disana. Max menutup foto Audrey dengan cat merah.
Jika Max ingin menghilangkan kenangan Audrey, seharusnya syal itu tidak berada digantungan itu.
Jon mulai merasa aneh berada didalam rumah Max.

“Jon, coffee or tea ?”

Jonny terkejut dan segera menoleh kebelakang.
Max berdiri dibelakangnya dengan 2 gelas minuman yang sudah berada ditangannya. Jonny memaksakan senyuman diwajahnya. Tidak ingin Max merasa curiga padanya.

“Kenapa kamu tegang sekali, Jon ?”

“Ah tidak, perasaan kamu aja.”

Dia lalu mengambil asal gelas yang berada ditangan Max dan duduk didepan sofa dekat perapian. Max menyusul duduk disampingnya.

“Aku tidak tahu kamu akan menjadi pecinta tea !”

“Oh.. iya..”

Jonny tertawa gugup, tidak sadar bahwa yang diambil dari tangan Max adalah tea. Minuman yang paling dia benci.

“Yakin tidak mau bertukar ?”

“Oh tidak, aku menyukai tea.”

“Jangan berbohong Jon. Aku tahu kamu akan alergi !”

Max lalu meletakan gelas kopinya dimeja dan mengesernya tepat didepan Jonny, Dia lalu meminta tea yang berada ditangan Jonny. Tangan Jon sedikit bergetar ketika memberikan tea itu kepada Max.

Tanpa basa basi, Max langsung meminum tea tersebut dan memperhatikan Jon yang hanya duduk disana tanpa menyentuh kopinya.

“Kamu tidak minum ? Aku tidak akan meracunimu.”

“Tidak Max, kenapa kamu berkata begitu ?”

Max tidak menjawab pertanyaan Jonny.
Dia lalu mengambil kopi didepan Jon dan meminumnya 2 teguk lalu meletakkan kembali gelas itu didepan Jonny.

“See, tidak ada racun !”

“Aku bahkan tidak berkata apapun, Max.”

“Semua orang didesa ini menganggap aku gila ! Mereka menganggap aku akan membunuh mereka or meracuni mereka ! Aku pikir kamu berbeda tapi kurasa sama saja !”

Max langsung meledak penuh amarah.
Jon berusaha menenangkannya. Dia tetap waspada dengan pistol yang sudah dia siapkan. Dia merangkul Max dan terus berusaha menenangkannya.

“Semua menganggap aku gila sejak kepergian Audrey, Jonny !”

“Kamu tidak gila Max. Aku disini ! Kamu tidak sendirian.”

Jonny lalu mengambil gelas kopi itu dan meminumnya. Dia tidak ingin Max curiga padanya. Dia berusaha keras menyakinkan Max bahwa dia mempercayai teman lamanya itu. Dia harus mengumpulkan bukti yang cukup.

“Bagaimana kabar Lisa ?”

“Um, dia baik. Dia bahkan menjadi guru ! Aku tidak pernah menduga dia akan berahli profesi secepat itu. Awalnya aku mengira dia akan menjadi bartender seperti diriku.”

“Hmm.. Waktu memang mengubah manusia.”

Jawaban Max membuat Jon terdiam. Dia merasa bahwa sahabat lamanya itu sudah bukan seperti dirinya sendiri. Tetapi dia tidak mengatakannya.

“Bagaimana dengan kamu, Max ?”

“Me ? Well.. follow me. Aku akan memperlihatkannya padamu.”

Jon awalnya ragu.
Tangannya meraba bagian mantelnya. Memastikan bahwa pistolnya masih ada disana.
Max lalu bangkit berdiri dan berjalan kedalam, Jon mengikutinya. Rumahnya gelap. Dia melihat beberapa tempat lampu yang sudah pecah dan tidak diganti. Mereka melewati dapur yang terlihat berantakan.

Max berhenti disebuah ruangan dan membukanya. Sebuah kasur besar dengan beberapa bantal yang berserakan disana. Dipojok ruangan itu ada sebuah meja dan kursi kerja. Max berjalan kesana dan Jon terus mengikutinya dengan waspada.

Max lalu mengambil beberapa lembar kertas yang berada diatas meja itu dan memperlihatkannya dengan bangga pada Jonny.

“Lihat Jon ! Naskah baruku akan segera selesai. Sudah 10th aku tidak menyelesaikan apapun dan akhirnya aku bisa membuat buku lagi !”

“Wah, aku ikut senang mendengarkannya. Tentang apa itu ?”

Jon meraih kertas tersebut dan matanya membaca dengan cepat. Berusaha mencari petunjuk apakah Max sedang membuat naskah menghilangnya anak – anak didesa itu. Max adalah seorang penulis terkenal dikota dan sekarang menetap didesa Aleska.

Awalnya Max dan keluarga kecilnya berlibur didesa itu untuk waktu yang lama. Mereka ingin menikmati musim salju disana. bersama Audrey kecil yang baru berusia sekitar 3th. Ketika Max ingin kembali kekota untuk menyelesaikan beberapa urusan, mobilnya mengalami kecelakaan tragis. Marie, istri Max merupakan salah satu korban dari kecelakaan naas itu.

Istrinya sendiri dimakamkan didesa itu. Perasaan cinta Max yang besar kepada Marie membuat Max memutuskan untuk menjual semua assetnya dikota dan memulai kembali hidupnya didesa itu. Dia ingin tetap dekat bersama istrinya.

Max merupakan pribadi yang ramah dan tergolong tampan. Tubuhnya tinggi dan kulitnya putih. Dia juga sangat menyukai berbagai cerita unik dari warga sekitar.

Dia selalu bisa mengubah semua hal yang dilihatnya menjadi sebuah cerita baru.
Anak – anak sangat menyukai sosoknya. Namun tidak dengan sosoknya kini. Dia telah berubah drastis sejak kepergian Audrey.

“So, bagaimana menurutmu ?”

Jon menurunkan lembaran kertas itu kembali kemeja dan menatap Max dengan serius. Dia tidak menemukan kisah anak hilang dalam naskah itu.

“Kamu tau kalau anak – anak didesa ini menghilang ?”

Jon memberitahu apa yang terjadi pada Max dan menunggu reaksinya. Max diam dan menatap Jonny dengan serius juga.

“Aku tidak tahu Jon. Dan kurasa itu akan menjadi ide yang bagus buat kelanjutan bukuku. Thanks Jonny.”

Max lalu berjalan kembali keruang tamu diikuti oleh Jonny dan mengeluh seketika.

“Ahh, apinya akan segera padam. Aku membutuhkan kayu bakar diluar.”

“Aku akan membantumu. Bolehkah aku pinjam toiletmu sebentar ?”

“Ya, lurus dan belok kekanan Jon. Aku akan menunggumu diluar.”

Max mengambil kapak yang berada tidak jauh dari tungku dan berjalan keluar rumahnya. Ketika Max menghilang dari balik pintu keluar, Jon segera berlari menyusuri lorong rumah max dan memulai mencari apa saja yang bisa dijadikan bukti atas kasus menghilangnya anak – anak didesa itu. Respon Max menunjukan padanya bahwa Max mengetahui sesuatu dan berusaha menutupinya.

Dia memasuki ruangan – ruangan dirumah itu dan tidak ada satupun hal yang mencurigakan. Dia lalu berjalan keujung rumah dan tetap saja dia tidak menemukan apapun. Hanya ada sebuah rak buku besar disana.

Dia memeriksa dengan teliti dan matanya tertuju pada satu buku hitam diujung kanan baris rak itu. Buku tersebut sedikit terdorong keluar seperti habis dibaca. Dia mengambil buku itu dan terdiam disana.

“Satan Bible… I got you, Max.”

Tanpa berpikir lebih lama dia segera mengambil buku itu dan memasukannya kedalam lapisan terdalam bajunya. Dia lalu memindahkan pistolnya kebelakang bajunya dan berjalan keruang tamu. Dia meletakkan mantelnya diatas sofa lalu keluar untuk membantu Max menyiapkan kayu bakarnya agar dia tidak curiga.

Setelah kayu bakar yang dipotong cukup banyak, Max dan Jonny kembali kedalam rumah dan Max melemparkan kayu – kayu itu kedalam perapian. Mereka menghangatkan badan mereka didepan tungku itu sejenak lalu Jon mengambil mantelnya dan memasangnya dengan rapi.

“Baiklah Max. Aku rasa sudah saatnya aku untuk pulang.”

“Cepat sekali…”

“Aku akan sering mengunjungimu, Max.”

Jon lalu berjalan kepintu keluar sambil diikuti oleh Max. sebelum Jonny benar – benar pergi, dia bertanya kepada Max kenapa semua foto Audrey didalam rumah itu dicat warna merah. Awalnya Max ragu untuk menjawab, namun melihat Jonny yang tulus, dia akhirnya memberitahu Jonny isi hatinya.

“Aku hanya berusaha move-on.”

Jonny tersenyum dan menepuk pundak Max beberapa kali. Dia tahu bahwa Max sudah berbohong besar. Dia tidak mempertanyakan syal yang berada disana dan juga kenapa pintu rumahnya rusak. Max akan menjadi curiga.

Sebelum Jonny benar – benar pergi, Max memeluknya dengan erat dan salah satu tangannya meronggoh kantong mantelnya. Max mengambil ponsel Jonny lalu segera menyelipkannya disaku celananya. Max lalu melepaskan pelukannya dan mereka saling bertukar senyum. Jonny berlalu tidak lama kemudian.

Max menutup pintu rumahnya dan tertawa keras setelah bayangan Jonny menghilang dari sana. Dia berjalan keujung rumahnya dan melihat pojokan rak tersebut. Kitabnya telah hilang. Dia sudah menduga bahwa Jonny merencanakan sesuatu dari kunjungannya. Dia tertawa dan terus tertawa didepan rak itu.

“Jonny oh Jonny.. Now I got the reason to kill you..”

Max lalu membuka lorong rahasia dibalik rak itu dan masuk kedalam.

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights