Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan

0

Ketika tidak ada yang mendukungmu, jangan mudah putus asa.
Masa depan kamu yang jalani, jadi kamu yang tentukan !

Spread the love

“Mau jadi apa aku nanti ya ?”

Pertanyaan tersebut begitu sering muncul didalam pemikiran kita saat kita berada dijenjang SMA dan semakin sering muncul saat kita berada dikelas XII.
Jujur, sebagai anak yang bisa dikatakan sedang mencari jati diri diusia yang semakin menanjak dewasa, pertanyaan tersebut datang dan pergi tiada henti didalam pikiran kita setiap hari.

Bagiku, pertanyaan itu sendiri telah menghantuiku selama aku berada di SMA.
Masa yang seharusnya menjadi masa terindah dalam hidupku, dimana aku bisa dengan senang mencoba berbagai penawaran, kesempatan dan mendapatkan apa yang aku inginkan, terpaksa aku pendam dalam – dalam.

Hanya ada satu keinginanku sejak aku kecil, aku ingin sekolah setinggi yang aku bisa, karena aku tidak ingin berakhir seperti orangtuaku. Dimana mamaku hanya bisa bersekolah hingga 2 SD dan papaku yang hanya mampu bersekolah hingga kelas 5 SD.
Yah, kebahagiaan mereka terenggut begitu saja karena mamaku sudah kehilangan ayah (kakekku) saat usianya masih sekitar 5th dan papaku yang juga kehilangan papanya diusia belia.

Tidak memiliki ayah membuat mereka tidak mampu menikmati masa kecil mereka dengan baik, termaksud bersekolah. Karena mereka harus bekerja demi bisa bertahan hidup.

Kurangnya pendidikan yang mereka dapatkan berdampak secara tidak langsung terhadap diriku.
Papa yang kerja serambutan, dan mama yang menjual kerupuk disekolah tempatku belajar, bisa bersekolah hingga masuk ke SMA sungguh merupakan keajaiban bagiku, berharap untuk bisa berkuliah ?
Aku sama sekali tidak berani memikirkannya, apalagi mengatakan keinginanku tersebut kepada kedua orangtuaku pada saat itu.

Aku membenci diriku setiap kali ada kunjungan dari universitas yang datang kesekolah dan menawarkan berbagai program mereka.
Dan aku begitu membenci sekelilingku ketika aku mendengarkan mereka sibuk membahas akan pergi berkuliah kemana dan jurusan apa yang akan mereka ambil.

Yah, aku membenci bukan karena aku tidak suka, namun karena rasa iri yang ada didalam diriku begitu besar kepada mereka yang mendapatkan kesempatan lebih baik daripada aku. 
Mereka bisa berkuliah, masuk kejurusan yang mereka inginkan, dan menikmati masa muda mereka.
Mereka mendapatkan pendidikan yang baik, dan masa depan mereka pasti akan baik. Sementara orang – orang seperti aku ?
Hanya akan terus berada dibawah garis standart karena minimnya pendidikan.

Sebagai anak bungsu, mungkin sudah seharusnya aku menjadi anak yang sangat dimanja dan bisa mendapatkan segala hal yang aku impikan.
Namun, karena aku adalah seorang wanita, orangtuaku selalu berkata bahwa tidak ada gunanya aku berkuliah, karena pada akhirnya aku juga akan berakhir didapur, menjadi ibu rumah tangga dan menjaga anak – anak. Daripada menghabiskan begitu banyak uang untuk berkuliah, lebih baik uang tersebut aku gunakan untuk kebutuhan rumah tangga atau investasi masa depan seperti membeli rumah dan tanah.

Kenapa hidupku begini, kenapa aku tidak bisa mendapatkan apa yang aku inginkan, dan kenapa aku lahir didalam kemiskinan ?
Miskin akan materi, dan miskin akan pengetahuan.
Aku sungguh membenci teman – temanku yang selalu ogah – ogahan saat belajar, mereka tidak memperdulikan masa depan mereka karena mereka memiliki orangtua yang kaya, dan mereka mendapatkan segala yang mereka inginkan tanpa berusaha, hanya cukup memanjangkan tangan mereka.

Sementara aku, tidak peduli seberapa keras aku berusaha, aku tetap berada pada kenyataan tidak bisa kuliah karena tidak memiliki uang, dan .. karena mereka menganggap bahwa anak gadis tidaklah perlu belajar terlalu tinggi.

Melawan sila dan nilai yang sudah tertanam begitu kuat didalam suatu keluarga bukanlah hal mudah, terutama saat orangtuamu sendiri menganggap bahwa sekolah tinggi bukanlah hal yang penting.
Terkadang sebagian dari kita ada yang begitu ingin berkuliah, namun karena pandangan orangtua yang menganggap bahwa itu tidak perlu, serta keterbatasan ekonomi yang ada pada akhirnya membawa kita jatuh kedalam kemiskinan yang berlarut.
Yah, miskin akan pengetahuan.

Aku tidak memilih kampus manapun pada saat aku menyelesaikan masa SMA’ku.
Dan aku mulai bekerja tepat 1 minggu setelah aku dinyatakan lulus SMA.
Bekerja disebuah toko kecil dan mendapatkan upah seadanya, apakah aku akan mengikuti alur ini dan terus terjerat oleh rantai kemiskinan, atau aku yang harus menentukan masa depanku sendiri ?

Saat aku terus mengikuti keinginan orangtuaku dan membuang semua keinginanku sendiri, aku sadar bahwa aku tidak akan pernah mendapatkan masa depan yang lebih baik dari saat ini, dan bahkan aku bisa terus dan menjadi lebih buruk dari apa yang sudah ada saat ini. bekerja, menabung dan membayar tagihan.
Hidupku akan berjalan seperti sebuah rantai yang kuat dan tidak terputuskan.

Aku mencoba melamar kesebuah perusahaan dan diterima disana karena kebetulan. Meskipun harus menjadi seorang ‘pembantu’ adm saat itu, bisa mendapatkan upah sesuai UMR sungguh sudah merupakan keberuntungan didalam hidupku.

Seiring berjalannya waktu, tidak peduli seberapa rajin aku bekerja disana, aku selalu kalah dengan mereka yang mendapatkan posisi lebih baik daripada aku, tidak hanya posisi, melainkan gaji mereka lebih baik daripadaku saat itu.
Padahal hal yang mereka kerjakan tidaklah seberat aku. 

Karena apa ?
Karena aku hanyalah tamatan SMA, berbeda dengan mereka yang sudah lulusan sarjana.
Tidak peduli seberapa rajin dan kuat aku berusaha, aku selalu kalah karena perusahaan juga melihat status pegawainya.

Kupendam keinginanku untuk berkuliah dan aku terus bekerja.
Meskipun aku berada diposisi terendah, aku mulai menabung secara diam – diam.
Aku tidak membelanjakan gajiku dan hal itu terus aku lakukan hingga 1 tahun lamanya aku bekerja.
Dan, aku mengatakan dengan keras didepan kedua orangtuaku bahwa aku akan berkuliah dengan biayaku sendiri.
Meskipun aku tidak bisa masuk kedalam kampus yang terkenal, setidaknya aku bisa berkuliah dan menjadi sarjana.

Berkuliah dengan uang sendiri tidak serta merta membuatku mendapatkan apa yang aku inginkan. Papaku sungguh menentang keinginanku. Tidak peduli apakah aku membayar sendiri.
Berurai air mata, aku mendatangi mamaku dan hal sama terucap dari bibirnya,
“Buat apa wanita bersekolah tinggi ?”

Putus asa, sedih dan kecewa semua begitu lengkap didalam benakku.
Aku tidak ingin jatuh dan terus terseret didalam kemiskinan. Aku ingin menentukan sendiri kehidupanku dan masa depanku, dan meskipun aku harus menentang mereka, aku akan melakukannya, dan aku akan membuktikan bahwa berkuliah tidak hanya membuang uang, melainkan merupakan investasi untuk diriku dimasa yang akan datang.

Aku akhirnya mendaftar pada salah satu universitas dan mengambil kelas malam.
Bekerja lalu berkuliah. Aku menyembunyikannya selama 1 semester dan akhirnya jujur pada orangtuaku. Mereka sangat marah dan tidak berbicara padaku. Mereka hanya berkata bahwa jika aku putus kuliah, mereka tidak akan membantuku.
Sedih ? sudah pasti !

Apakah aku menyerah saja dan menerima nasib ? Oh tidak !
Aku akan membuktikan bahwa aku bisa. Meskipun aku harus menyicil biaya kuliahku, terkadang aku menunggaknya, aku menjalani kehidupanku hingga hari dimana aku bisa mengangkat derajatku sendiri.

Aku menyelesaikan kuliahku, dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Orangtua yang begitu menentangku, secara perlahan mulai sadar bahwa pendidikan memang menghabiskan uang banyak, namun secara tidak langsung hal tersebut adalah investasi dimasa depan bagi sang anak.

Lesson :
Terkadang kita memilih menyerah pada keadaan karena berpikir bahwa ada benarnya perkataan orangtua. Tidak perlu kuliah tinggi untuk mendapatkan uang, tidak perlu kuliah tinggi karena akhirnya hanya berada didapur.

Memilih untuk meneruskan rantai kemiskinan ataupun mulai merangkai masa depan sendiri sepenuhnya memang berada ditangan kita.
Bagiku, kebahagiaan sesungguhnya bukan saat aku bisa mendapatkan hal yang aku inginkan. Kebahagiaan sesungguhnya adalah saat kita memiliki kemampuan dan keberanian untuk memutuskan rantai kemiskinan yang menjerat kita dan membuktikan bahwa pendidikan bukanlah sebatas membuang uang, melainkan merupakan investasi masa depan bagi diri kita.

Jika aku terus menabung dibank dan menganggap bahwa itu adalah investasiku, mungkin hidupku tidak akan pernah berubah. Namun saat aku berani menghabiskan semua hasil jerit payahku demi menduduki tempat yang dinamakan perkuliahan, aku sadar bahwa aku telah mendapatkan lebih dari ilmu dan investasi, melainkan masa depan.
Who you want to be is UP TO YOU.

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights