Sudah hampir 2 jam Mario duduk sambil melamun diatas kursi goyangnya didepan kolam kecil itu. Dia memperhatikan tiket yang sedari tadi berada ditangannya. Orangtua Mario telah pergi terlebih dahulu kekota. Kini hanya dirinya sendiri yang berada didalam rumah yang bisa dikatakan paling besar diperdesaan itu.
Mario merupakan anak dari keluarga terpandang. Kedua orangtuanya ditugaskan pindah kedesa itu untuk mengembangkan teknologi dan juga peradaban disana. Meskipun kaya raya, hidupnya sangatlah kesepian. Memiliki orangtua yang sibuk dengan pekerjaan mereka dan juga sekaligus merupakan anak satu – satunya membuat dia sungguh tertekan.
Dia memilih untuk tidak pergi bersama orangtuanya karena ingin bersama Andrew didesa itu untuk melewati musim salju bersama. Namun sayangnya kini dia mulai menyesali pilihannya.
Ya, semua berubah ketika dia melihat bagaimana cara Andrew memperlakukan Nana.
Sebenarnya dia tidak suka dengan cara Andrew mengungkapkan kekesalannya, tetapi dia tidak berani memberikan komentar karena takut Andrew menjauhinya. Dia tidak memiliki teman lain selain Andrew dan juga Dave. Hidupnya pasti akan seperti neraka jika Andrew dan Dave membencinya.
Setelah berpikir agak lama, dia akhirnya bangkit dari kursi goyangnya dan melemparkan tiket tersebut kedalam perapian. Dia lalu melepaskan pakaiannya dan menyalakan steambath yang berada dikamar mandinya. Hanya rumahnya saja yang memiliki kecanggihan teknologi tersebut.
Setelah steambath tersebut ready, dia meninggalkan pesan kepada Andrew dan Dave untuk mampir kerumahnya. Dia lalu masuk kedalam steambath itu dengan bertemankan sehelai handuk dipinggangnya.

Ketika dia hampir terlelap didalam steambath itu, samar – samar dia mendengar suara tangisan seorang anak perempuan dari luar ruang steambathnya. Dia membuka matanya dengan susah payah dan berusaha memandang dengan jelas dari balik asap dan keringat yang memenuhi seluruh tubuhnya. Perempuan itu berkacamata dan memiliki rambut yang gimbal.
Dia terkejut dan sosok itu tampak semakin jelas, gadis itu berjalan mendekati pintu steambath transparannya. Nana ! bagaimana dia bisa masuk kedalam rumahnya ! Meskipun perempuan itu menunduk, dari ciri – cirinya dia bisa menembak bahwa itu pasti Nana.
“Nana ?” Mario memanggilnya dan mulai berjalan kepintu tersebut.
Nana tidak menjawabnya dan hanya menunduk sambil sesekali mengusap matanya.
“Nana…?”
Dia kini berada didepan pintu steambath dan berusaha tetap tenang.
“Bagaimana ..”
Perempuan itu lalu menegakkan kepalanya, membuat dia terkejut lalu terjatuh kelantai. Sosok itu bukanlah Nana ! Sosok itu berjalan mendekatinya dan dia semakin masuk kedalam steambath itu.
“Please…”
Sosok itu tersenyum dan menghilang dari hadapannya. Dia melihat sekelilingnya dengan ketakutan yang mengisi seluruh tubuhnya. Sosok itu tidak ada ! Mata yang bolong dan juga rahang yang tersenyum itu. tidak mungkin dia berhalusinasi !
Dia segera bangkit berdiri dan ketika ingin berlari keluar, dia menyadari bahwa pintu room steambathnya telah terkunci dari luar. Dia mendobrak – dobrak pintu tersebut tetapi tidak terbuka. Suhu didalam steambath itu mulai berubah secara perlahan. Semakin lama terasa semakin panas.
Dia mulai berteriak dan berusaha mendobrak pintu tersebut tetapi tidak bisa. Kulitnya mulai memerah dan seluruh ruangan itu terasa seperti neraka baginya. Nafasnya mulai tidak bersahabat dengannya. Dia mulai kehilangan asupan oksigen dan cairan didalam tubuhnya karena panas yang semakin tidak tertahankan.

Ketika dia ingin melepaskan handuk yang berada dipinggangnya, kulitnya ikut terkelupas bersama dengan handuk itu. Dia menjerit kesakitan dan mulai tersungkur tidak berdaya. Sebelum dia benar – benar kehilangan seluruh kesadarannya, pintu tersebut terbuka. Secerca harapan tersirat dari balik matanya. Perlahan tapi pasti, dia mulai merangkak keluar dari steambath itu.
Meskipun setiap gesekan yang dilakukan membuat dia harus kehilangan sedikit demi sedikit dagingnya, dia tetap berusaha mencapai pintu keluar. Tangannya berhasil menyentuh batas luar steambath yang terasa dingin dan menenangkan. Mario sedikit tersenyum dengan rahangnya yang sudah meleleh. Sedikit lagi dia akan keluar dari siksaan itu.
Ketika dia berusaha memaksakan kakinya untuk bergerak keluar, sesuatu yang lebih dingin menginjak tangannya. Sontak dia melihat keatas dan suaranya tertahan ditenggorokannya. Nana berada disana. Memandangnya dengan senyuman yang lebar. Ditangannya ada sebuah kapak yang sudah berkarat, bukan berkarat, itu seperti bekas darah yang sudah membeku.
Dia berusaha menarik tangannya dari pijakan Nana. Ketika dia berhasil melepaskan tangannya, dia melihat kedua jarinya telah ikut terlepas. Jari itu berada tepat dibawah telapak kaki Nana.
Suara telepon yang terletak tidak jauh dari steambathnya mulai berdering. Beberapa kali deringan dan sebuah pesan suara masuk dan terplay secara otomatis.
“Mario, jangan berada diluar ataupun dirumah sendirian ! Sesuatu yang aneh terjadi ! Aku baru mendengar dari ayahku bahwa Andrew menghilang begitu saja dan hanya ditemukan 1 jarinya ditengah hutan ! Setelah kamu mendengar pesan ini, tolong telepon aku segera ! ada yang ingin aku beritahukan padamu !”
(tut… tut…)
Dengan sisa tenaganya dia melihat kearah sosok yang berada didepannya.
“Sia.pa… ka.. mu ?”
Mulut sosok itu terbuka dan mengeluarkan suara jeritan yang mampu meremukan pendengarannya. Kapak ditangan sosok itu terangkat tinggi dan sebelum menghantam tubuh Mario, sosok itu berbisik lembut padanya.
“I am…. Your friend.”
Sahut sosok itu dengan nada riang. Kapak itu lalu terayung dan menghunus tubuh Mario dengan kuat. Pintu steambath itu tertutup kembali dari dalam dan aliran darah yang segar mengalir keluar dari ruang steambath itu, memenuhi seisi kamar mandi dirumah tersebut.
Dan bel dirumah itu mulai berbunyi.
(continue…)
- Copyright by Dewi Shanti