Dia terlihat gelisah didalam ruangan itu. Tanpa tungku pemanas yang menyala, bisa dikatakan berada didalam rumah setara dengan dinginnya berjalan diluar rumah. Sekian lama dia menunggu Andrew kembali, kesabarannya perlahan mulai habis.
“Andrew ! Tidak bisakah cepat mengambil kayu bakar ! Aku bisa mati kedinginan disini !” teriak Cowel.
Hening, tidak ada sahutan apapun dari luar. Dia kembali memanggil anaknya dengan suara yang lebih keras lagi. Tetap saja tidak ada jawaban apapun.
Tidak tahan dengan suhu yang semakin dingin, dengan malas akhirnya dia bangkit berdiri dari sofa besarnya dan berjalan keluar rumah sambil meneriaki anaknya. Tidak biasanya Andrew mengabaikan panggilannya. Ketika dia sampai dibelakang perkarangan rumahnya, dia melihat beberapa kayu bakar yang sudah siap dipotong namun tidak dengan sosok Andrew.
Mungkin dia sedang mengambil kayu dipohon terdekat, pikirnya.
Dia mengambil serpihan kayu disana dan berjalan kembali masuk kedalam rumahnya. Dengan sedikit usaha, dia akhirnya berhasil menghidupkan kembali tungku pemanas itu. Perlahan ruangan itu kembali terasa hangat.
Beberapa menit berlalu dan dia kembali merasa gelisah didalam rumahnya. Ada perasaan lain yang menganggunya. Dia memutuskan untuk membantu Andrew namun tidak dijumpainya anak tersebut. Dia memperhatikan sekelilingnya dan memanggil Andrew berkali – kali, tetap tidak ada jawaban.
Dia mulai merasa panik. Dia masuk kembali kedalam rumahnya dan segera menelepon uncle Jonny, kepala RT didesa itu dan memberitahukan bahwa Andrew telah menghilang dengan kepanikan yang luar biasa.
Tidak dibutuhkan waktu lama, uncle Jon dan beberapa polisi setempat sampai dirumahnya. Dengan kepanikan yang semakin tinggi, dia memberitahu Jonny bahwa anaknya tidak kembali ketika disuruh membawakan kayu bakar.
“Cowel, kenapa bukan kamu yang menyiapkan kayu tersebut ?”
Pertanyaan salah satu polisi membuat dia terduduk dikursi sofanya. Dia meringkuk seperti anak kecil. Melihat keadaan Cowel membuat Jonny prihatin. Pria itu terlihat seperti kehilangan tujuan hidupnya sejak kepergian istrinya. Jonny tidak bisa membayangkan jika Cowel harus kehilangan Andrew juga. Pria itu pasti akan mengakhiri hidupnya.

Jonny lalu duduk disamping Cowel dan menepuk pundaknya. Dia berusaha menenangkan Cowel dan mengatakan bahwa dia akan mengerahkan semua yang dia miliki untuk menemukan Andrew. Jauh dibenak Jonny, dia memiliki ketakutan yang sama seperti ketika Max telah kehilangan Audrey. Tapi dia tidak pernah memperlihatkan sisi tersebut kepada siapapun.
Jonny dan polisi setempat memulai pencarian mereka dari perkarangan rumah Cowel. Mereka menemukan jejak kaki yang dipercaya milik Andrew dan mengikuti jejak tersebut kedalam hutan sementara Cowel menunggu didalam rumahnya dengan penuh kegelisahan.
Berjam – jam berlalu hingga akhirnya Jonny kembali kerumah. Cowel segera menghampiri Jonny dan melihat kebelakangnya, tidak ada Andrew disana. Jonny tidak memberikan jawaban apapun, membuat Cowel mulai terisak menangis.
“Jon, aku tidak bisa kehilangan Andrew ! Aku akan hancur ! Jon, kumohon padamu..!”
Jonny merangkul Cowel didalam dekapan dadanya. Dinginnya cuaca sudah tidak terasa lagi bagi mereka. Polisi itu kembali dengan membawa anjing borzoi mereka.
Cowel lalu memberikan salah satu pakaian kesukaan Andrew. Setelah para anjing itu mencium bau itu dengan baik, mereka segera berlari dengan cepat kedalam hutan. Para polisi dan Jonny langsung mengikuti anjing – anjing itu, sementara Cowel diminta untuk menunggu didalam rumah karena kondisi tubuhnya yang sungguh tidak baik untuk berada diluar.

Sekian lama dia menunggu, Anjing – anjing itu kembali beserta polisi tapi tidak dengan sosok Andrew. Dia mengabaikan dinginnya salju dan segera berlari keluar rumahnya.
“Dimana Andrew !”
Jonny tidak berani menatap wajahnya. Dia mulai berteriak dan mendorong Jonny dengan kuat. Matanya liar. Dia berteriak dengan keras dan berusaha mencari sosok Andrew disekelilingnya. Dia lalu melihat seorang polisi keluar tidak lama setelah team pertama keluar.
Ditangannya terdapat sebuah plastic yang dihiasi warna merah. Kakinya terasa begitu lemas. Meski dia tidak bisa melihat dengan jelas isi plastic tersebut, dia tahu sesuatu yang buruk telah terjadi.
Polisi itu berjalan semakin dekat padanya. Dia menutup mulutnya seketika, berusaha menahan mual yang memenuhi seluruh dadanya. Sebuah jari telunjuk berada diplastik itu. dia tahu ! dia tahu itu adalah jari Andrew ! dimana anaknya !
“Dimana dia ? Dimana Andrew !!!”
Jonny berusaha menenangkan Cowel dan memeluknya dengan kuat agar dia tidak berlari kedalam hutan sendirian. Dia meraung sejadi – jadinya. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada Andrew. Mereka tidak menemukan tubuhnya sama sekali.
“Jari ini terlepas karena Andrew mengalami frostbite dicuaca yang sungguh buruk ini. Kami akan kembali mencari tubuhnya ketika musim dingin berakhir.” Ungkap polisi yang memegang jari tersebut.
“Apa ! Apa kalian gila ! anakku masih hidup diluar sana ! dia membutuhkan pertolongan !”
“Cowel, tenanglah !”
“Diam !”
Cowel mendorong Jonny dengan kuat dan berlari sekencangnya menuju hutan untuk mencari Andrew. Tidak jauh dia berlari, sebuah tembakan yang berisikan obat tidur mengenai lehernya. Pandangannya mulai pudar, dan dia terjatuh tidak lama kemudian.
“Maafkan aku, Cowel.”
Gumam Jonny pelan sembari melihat para polisi itu mengotong tubuhnya kembali kedalam rumah. Dia harus menenangkan Cowel. Membiarkan dirinya sendiri pergi mencari Andrew yang mereka percayai sudah meninggal hanya akan membuat Cowel ikut terbunuh oleh buruknya cuaca.
Dan jauh didalam lubuk hatinya, dia bersumpah akan menemukan Andrew. Ini bukan frostbite. Seseorang telah menjadi pembunuh didesa kecil itu ! dia akan membuktikannya !
(continue…)
- Copyright by Dewi Shanti