CHAPTER THREE : FIRST

0

Saat kamu menulis namanya dengan kebencian, Maka harapanmu akan terkabulkan.

Spread the love

Dinginnya udara mulai memasuki ruangan itu. Andrew melihat tungku pemanas didepannya mulai padam. Hidup berdua dengan ayahnya bukanlah keinginan Andrew. Kepergian ibunya yang tidak terduga telah mengubah drastic seluruh hidup mereka. Bukan hanya Andrew, ayahnya yang dulu begitu ceria dan sayang padanya, kini telah berubah menjadi pria yang tertutup dan kasar.

Ayahnya juga sudah tidak bekerja sejak kepergian ibunya. Hal yang dia lakukan hanyalah mengurung diri dirumah dan mengunakan uang asuransi kematian istrinya sebagai penunjang kebutuhan sehari – hari.

Andrew tidak hanya mengantikan pekerjaan ibunya dirumah. Dia bahkan mulai mengerjakan segala pekerjaan yang seharusnya dilakukan ayahnya. Dia membersihkan rumah lalu pergi mencari uang tambahan. Terkadang dia juga harus mengurus ayahnya ketika bermabuk – mabukkan.

“Apa yang kamu lihat ! Pergi sana ambil kayu bakar diluar !”

Bentakan ayahnya yang keras membuat Andrew terkejut dan segera bergegas keluar rumahnya bertemankan sebuah mantel lama yang sudah mulai pudar warnanya. Dia mengangkat kapak yang terletak dibelakang rumahnya dan mulai memotong kayu yang ada disana menjadi ukuran yang lebih kecil agar muat ditungku perapian mereka.

Dia berusaha menahan segala kesedihannya. Dia melampiaskan kemarahannya kepada teman sekelasnya dan dia merasa menang. Jauh didalam hatinya, dia begitu membenci dirinya sendiri. Seandainya saja kecelakaan itu tidak terjadi, pasti hidupnya akan baik – baik saja.

“Loser..”

Dengan cepat dia menghadap kearah datangnya suara tersebut. Didekat pepohonan yang tidak terlalu jauh dari perkarangan rumahnya, dia bisa melihat dengan jelas Nana berdiri disana, sambil tersenyum dan meledek padanya.

“Who is loser you’re bitch !”

Dia mengeram marah. Dia akan memberikan pelajaran pada gadis itu ! Dia melihat Nana berlari kedalam hutan. Tanpa berpikir panjang, Andrew mulai mengejar gadis itu kedalam hutan bertemankan kapak kecil ditangannya.

Tidak sadar sudah berapa lama dia berlari mengejar Nana, langkahnya terhenti mendadak. Nafasnya mulai terengah – engah. Dia kehilangan sosok Nana yang sedari tadi dikejar. Kini dia berada sendirian ditengah hutan dengan salju yang mulai menumpuk tinggi, Andrew mulai bergidik sendiri.

“Nana, dimana kau !”

Hanya ada keheningan disana. Ketika Andrew memutuskan untuk kembali kerumahnya, dia melihat bayangan Nana yang berlari kearah kanannya. Andrew tersenyum kecil dan segera mengikuti Nana.

Bayangan itu lalu hilang, Andrew memusatkan perhatiannya disegala arah didalam hutan itu. Bayangan itu berpindah – pindah. Sebentar dikirinya, sebentar dikanannya. Kakinya mulai terasa lemas, antara ingin mengejar atau berlari secepatnya keluar dari hutan itu.

Dia memutuskan untuk meninggalkan Nana dan berjalan kembali kerumahnya, Ketika dia membalikkan badannya dan mulai berjalan dari arah dimana dia datang, dia menghentikan kakinya seketika ketika sebuah suara mulai berbisik padanya, tapi bukan suara Nana lagi yang dia dengar. Suara itu begitu asing ditelinganya, seluruh badannya merinding seketika.

“Loser…”

Suara itu bersenandung pelan tepat dibelakangnya. Andrew langsung berlari sekencang mungkin untuk keluar dari hutan itu. Dia terus berlari sambil meloncati sisa – sisa dahan kering yang jatuh akibat salju. Dia terus berlari lalu berhenti. Nafasnya mulai terasa berat, dia memperhatikan kembali sekelilingnya, dia kembali lagi ketempat awal dimana dia berhenti sesaat ketika kehilangan sosok Nana.

Andrew lalu melihat seorang gadis kecil dengan syal merah berdiri seorang diri diantara pepohonan tinggi tidak jauh dari tempatnya. Antara keraguan bahwa itu hanyalah halusinasinya dan juga harapan akan mendapatkan bantuan, dia memutuskan untuk berjalan kearah gadis itu. Kapaknya tetap tergenggam erat, meskipun nafasnya kini sungguh berat, dia tetap siaga dalam hal pertahanan diri dari binatang buas yang mungkin berkeliaran dihutan itu.

Ketika jaraknya semakin dekat dengan gadis itu, Andrew dapat melihat dengan jelas rambut hitam panjangnya dan gadis itu juga memijak salju. Jelas dia manusia. Pikirannya mulai memberikan tanggapan positif. Andrew lalu memberanikan dirinya untuk memegang bahu anak gadis tersebut.

“Hallo..”

Sapanya dengan sedikit keraguan. Tangannya sedikit bergetar ketika menyentuh bahu gadis itu. terasa begitu dingin.

“Apakah kamu tersesat ?”

Andrew bertanya kembali, kali ini dengan suara yang lebih percaya diri. Gadis itu tidak menjawab sama sekali. Ketika Andrew ingin melepaskan pegangan tangannya dari bahu anak tersebut, tangannya dipegang dengan kuat oleh jari jemari anak gadis itu. terasa begitu dingin. Andrew terkejut dan berusaha menarik kembali tangannya namun tidak bisa.

Gadis itu mulai membalikkan kepalanya. Badannya tetap berada didepan dan hanya kepalanya saja yang memutar kebelakang. Bibirnya tersenyum, matanya bolong dan rahangnya berlubang. Seluruh tubuh Andrew kini sungguh lemas. Dia berusaha mengangkat kapak yang berada ditangan kanannya.

Sebelum dia sempat memotong makhluk itu, tangan Andrew terlepas dan dia terjatuh seketika diatas tumpukan salju, muncratan merah darah mewarnai seluruh salju disekitarnya. Dia mengangkat tangannya dan menyadari bahwa jari telunjuknya sudah tidak berada lagi pada tempatnya. Andrew menjerit kesakitan dan juga ketakutan.

Kapak itu terlepas dari tangannya, dia tidak memperdulikan lagi hal tersebut. Ketika dia sudah memiliki tenaga untuk berdiri, dia berlari sekencang yang dia bisa dari tempat itu. dia terus berlari sambil menjerit meminta pertolongan. Dan sesuatu menariknya dari bawah tumpukan salju, Andrew terjatuh.

Pandangannya mulai pudar tapi dia bisa melihat gadis yang tadi berada dibelakangnya kini sudah berada didepannya. Dengan matanya yang berlubang besar dan senyumnya yang lebar, gadis itu membuka mulutnya. Andrew melihat deretan giginya yang hitam dan tajam, lalu semuanya gelap.

(continue…)

Copyright by : Dewi Shanti

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights