Hangatnya air dikolam itu akhirnya membasahi sekujur badannya sore itu.
Dia berbaring disalah satu pinggiran kolam renang sambil menunggu temannya datang membawa dua kurcaci kesayangannya.
Tidak terasa Anna sudah melewati 30th kehidupannya dan kini dia sedang merenungkan kembali masa mudanya sambil menatap kosong keatas langit.
Masa muda yang seharusnya dia habiskan bersenang – senang dengan temannya dan merintih careernya malah dia habiskan dengan pernikahan yang tidak berakhir bahagia.
Sesekali tangannya bergerak memainkan air yang ada dan pandangannya tetap tertuju keatas langit.
Kolam yang ramai itu serasa dunianya sendiri, terasa begitu tenang dan damai baginya. Pikirannya melayang sibuk mengenang kembali masa mudanya dulu.
Seandainya dia tidak melawan mamanya, seandainya dia mendengarkan perkataan semua orang. Namun apa bisa dikatakan, cinta terasa begitu membutakan.
Anna mengorbankan semuanya demi sang pujaan hatinya. Berpindah keyakinan sampai menikah meskipun tanpa mendapatkan restu orangtuanya.
Semua demi satu kata yang disebut CINTA.
Hancurnya kehidupan rumah tangganya tentu menyisakan luka yang begitu mendalam dihati Anna.
Dia tidak peduli akan pandangan orang – orang yang berada disekitarnya, namun yang dia sayangkan adalah masa depan anak – anaknya.
Bukan karena dia tidak mampu membesarkan mereka sendirian. Namun memberikan didikan dan kasih sayang yang setara dengan seorang ayah tentunya bukanlah hal mudah bagi Anna. Menjadi ibu dan ayah disaat yang bersamaan membuat Anna kini menjadi sosok yang tampak kuat, namun disaat kesendiriannya, terkadang dia meneteskan airmatanya tanpa diketahui oleh seorangpun.
Keluarga menjadi tempatnya mengadu, tempatnya berbagi dan tempatnya berlindung. Dia belajar bahwa tidak peduli seberapa dalam dia telah menyakiti perasaan orang – orang yang sayang padanya, mereka selalu dan akan tetap ada buat Anna.
Mereka tetap menerima Anna kembali tanpa mengingat – ingat kembali semua kesalahan yang telah dibuat Anna.
Keluarga menjadi priotitas terpenting didalam hidup Anna saat ini.
“Mama…”
Sebuah teriakkan membuat dia kaget.
“Kenapa mama sudah disini ?”
Suara satu lagi ikut menibrung dari belakang.
Dia bangkit dari tidurannya dan mengusapkan air diwajahnya, tidak ingin airmatanya terlihat oleh anak – anaknya yang kini sudah berada dikolam yang sama dengannya. Dipandanginya aku yang berjalan masuk kekolam dari loker dan tanpa aba – aba aku langsung masuk kedalam kolam yang sama dengan Anna.
“Makasih ya Lin uda bawain mereka kesini.” kata Anna.
“Tidak apa – apa kok An, kan kita sudah janji juga mau mengajak mereka berenang. Kebetulan mereka lesnya cepat selesai hari ini.” kataku.
Kedua anak itu berenang dengan semangatnya dan menjauh dari kami.
Kupandangi Anna yang yang kembali tiduran dipinggir kolam, aku menemaninya tiduran disamping sambil memandangi anak – anak yang bermain tidak jauh dari tempat kami.
“Lin, minggu depan anak – anak sudah ujian.” Anna membuka percakapan pelan.
“Iya, semangat ya ngajarinnya. Mereka pasti bisa kok karena mamanya luar biasa.” aku berusaha menyemangatinya.
“Tidak terasa anakku sudah sebesar sekarang. Makasih yah Lin sudah selalu bantuin aku.” Suara Anna terdengar parau.
“Mereka bisa karena punya mama yang luar biasa kayak kamu lho. Being single mom isn’t easy but you’re the amazing one lho An.” Kutatap dia yang selalu tersenyum setiap kali mendengarkan kalimat tersebut dari bibirku.
Dia menghabiskan sore itu bermain bersama anak – anaknya.
Canda tawa bahagia bisa kulihat terpancar dari wajahnya.
Dia adalah sosok single mother yang begitu kuat yang pernah kukenal.
Semua kesedihannya tersimpan dengan rapi didalam hatinya.
Dia bekerja demi bisa menyekolahkan anak – anaknya, bekerja extra demi bisa memberikan makan dan sekaligus berjuang menjadi ibu yang baik.
Bukan tugas yang ringan dan tidak semua orang mampu melakukannya.
Namun Anna, melakukannya seorang diri.
Terseok namun terus merangkak sampai bisa berdiri sendiri.
Dia tidak bisa memutar kembali waktu, namun dia belajar seiring berjalannya waktu. Tidak bisa diputar kembali, namun terkenang didalam hati.
Setiap kali aku bersamanya, selalu memberikan pelajaran dan rasa syukur tersendiri bagiku.