Chapter Twelve : Dark Side

0

Dia terus menangis sampai sebuah uluran tangan mungil berada didepan matanya.

Spread the love

Aku menusuk – nusuk hidangan yang berada didepanku tanpa selera sedikitpun. Masih teringat begitu jelas wajah Toma saat dimana Monte dipukuli oleh ayahku, dia tidak melakukan apapun dan tidak menceritakan apapun padaku. Bagaimana bisa seseorang yang kuanggap seperti saudaraku sendiri tega tidak memberitahukanku apapun.

Aku juga kepikiran akan Dagon yang tidak bersuara sama sekali didalam kepalaku sejak kejadian itu. Kuletakkan pisau yang berada ditanganku dan berjalan pergi dari ruang makan.

Kurebahkan badanku sesaat setelah aku sampai dikamar dan kini pikiranku dipenuhi oleh setiap perkataan Theo. Ayahku menyimpan rahasia tersebut dariku selama ini ! Ibuku juga begitu ! seharusnya sejak pertunjukan pentas sekolah tersebut aku bisa merasakannya.

Kekuatan aneh ayahku. Dan perkataan Luke ! aku bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya saat ini ! bisa jadi dia mengetahui sesuatu selama ini, tidak mungkin dia ingin membunuhku begitu saja dan mengatakan bahwa kami adalah penyihir ! pikiranku kini sibuk memikirkan beberapa kebetulan yang terjadi dimasa laluku !

Kupejamkan mataku dan ingatanku berputar kembali pada pentas malam itu, dimana Luke menatapku dengan liarnya dan wajahnya yang berubah seketika penuh ketakutan ketika melihat sosok ayahku. Ejekan teman – temanku yang berkata bahwa tempat tinggal kami adalah rumah tawanan serta tempat menjalankan ilmu hitam. Jika kukaitkan dengan apa yang kulihat dan cerita Theo atas keluargaku, mereka benar sekali. Lalu, kenapa aku masih diperbolehkan untuk terus bersekolah bersama anak – anak normal lainnya. Dan kenapa Luke begitu ingin membunuhku saat itu !

Semua yang terjadi pastilah bukan sebuah kebetulan. Ayahku yang menghentikan sekelilingnya dan menyelamatkanku malam itu membuktikan bahwa dia adalah seorang penyihir ! Aku harus mencari tahu apa yang terjadi pada Luke ! Aku akan kembali kesekolah itu, dan aku akan mencari tahu keadaan Luke setelah pentas berdarah itu !


Nafasnya begitu tidak beraturan dan seluruh dirinya kini dipenuhi oleh ketakutan. Tidak bisa dibayangkan sudah berapa jauh dia melangkahkan kakinya, dia terus berlari sambil sesekali melihat anaknya yang berada didekapan dadanya. Dia tidak ingin menyerahkan anak tersebut padanya. Ya, dia terus berlari dari orang tersebut. Orang yang dilayani sepenuhi hati sejak masa nenek moyangnya, namun ternyata merupakan keturunan penyihir. Dia tidak ingin membiarkan anaknya mengalami penderitaan yang sama dengannya.

Saat dia sudah berada cukup jauh dari kebakaran tersebut, perlahan dia mulai menghentikan langkahnya dan menurunkan anaknya. Nafasnya tersenggal – senggal dan matanya tidak terlepas dari wajah anaknya. Sebuah belaian lembut disandarkan oleh anaknya pada pipinya.

“Ayah, aku tidak masalah jika harus melayani orang tersebut. asal ayah bisa meneruskan hidup ayah.”

Dia tidak menjawab perkataan anaknya, matanya mulai lembab dan airmata yang sejak tadi dia tahan mulai mengalir jatuh membasahi pipinya.

“Apapun yang terjadi, kamu harus hidup ! Temukan anak itu karena dialah orang yang bisa membantumu membangun kembali keluarga kita !”

“Aku ingin bersama ayah !”

“Tidak nak, dia akan datang padaku dan membunuhku dengan cepat. Kamu akan menjadi pelayan kepercayaannya seperti yang ayah lakukan selama ini. Layanilah dia sepenuh hati dan balaskan dendam keluarga kita padanya ! Kamu tidak boleh gagal !”

“Aku tidak mau ayah !”

“Pergi !”

“Tidak !”

“Pergi dan jangan gagal !”

Dia mendorong anaknya dengan kuat hingga terjatuh dan meninggalkannya. Saat anak tersebut berusaha untuk bangkit berdiri, dia dapat melihat dengan jelas sebuah tongkat menancap kuat menembus tubuh ayahnya. Tubuh ayahnya terbaring lemah ketanah dan tongkat tersebut dicabut dari dada ayahnya. Membiarkan ayahnya mati perlahan didepan matanya. Seluruh tubuhnya kini bergetar hebat namun tidak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulutnya.

Sosok tersebut mendekatinya dan kini berdiri didepannya. Dia hanya menutup matanya dan berharap bahwa hidupnya dapat segera berakhir malam itu.

Hembusan angin malam itu terasa begitu menusuk kulitnya, dia membuka matanya perlahan dan sosok tersebut telah berjalan pergi meninggalkannya. Dia tidak menerima kenyataan bahwa dia masih diberikan kesempatan hidup karena dia tidak mampu menanggung semua penderitaannya malam itu. Dia lalu mengambil batu yang berada didekatnya dan dikepal dengan erat dan dia bangkit lalu melesat dengan cepat. Sosok tersebut terlihat semakin dekat dari jaraknya, kebenciannya membuat dia ingin membunuh sosok tersebut tanpa berpikir apapun lagi.

Saat dia mengayunkan tangannya, sebuah sandungan membuatnya terjatuh dan batu tersebut menghantam dahinya sendiri. Perihnya segera menjalar keseluruh tubuhnya. Dia berusaha bangkit dan dari bawah dia dapat melihat jelas ujung tongkat yang masih berbecak merah darah ayahnya kini berada didepannya. Dia tidak takut ! dia mengumpulkan tenaganya untuk bangkit dan menatap terus sosok tersebut. tatapannya penuh kebencian.

“Kamu seperti ayahmu, nak.”

“Diam !”

Dia mengeram dan saat berusaha bangkit, sebuah tendangan kuat membuatnya kembali tersungkur ditanah. Kaki itu berada diatas tubuhnya dan tidak ada satupun hal yang dapat dia lakukan lagi selain menangis. Dia terisak begitu kencang dan tidak memperdulikan apapun lagi kali ini.

“Bawa dia kerumah, aku ingin dia melayani anakku seperti saat ayahnya melayaniku. Dan jangan lupa untuk menghapus seluruh ingatannya.”

“Baik tuan.”

Sosok tersebut lalu melangkah pergi dari pandangannya. Dia terus menangis sampai sebuah uluran tangan mungil berada didepan matanya. Memberikannya sebuah permen dan tersenyum padanya. Seorang anak gadis yang tidak pernah dilihatnya namun seketika dapat menenangkan hatinya. Gaun putihnya kotor dan wajahnya kotor. Rambutnya tidak terurus namun gadis tersebut dapat tersenyum dengan tulus padanya.

Dia terduduk dan kini dapat memandang dengan jelas anak gadis tersebut dan seorang lelaki dewasa berada didepannya.

“Apakah kamu akan menghilangkan ingatanku ?”

Sosok tersebut hanya tersenyum padanya.

“Bunuh saja aku !”

“Tidak sekarang, anak muda.”

Dia tertegun mendengar perkataan tersebut dan sosok tersebut lalu bangkit berdiri diikuti anak gadis tersebut. Tangan lelaki tersebut terulur dan menanti untuk disambut. Awalnya dia sangat ragu namun akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti apa yang dilakukan anak gadis itu. Ada rasa yang berbeda mengalir seketika memenuhi seluruh tubuhnya.

“Kamu ingin balas dendam atas kematian ayahmu ?”

“Iya !” dia menjawab tanpa keraguan.

“Kamu harus mengikuti setiap permainan yang kubuat jika kita semua ingin membalaskan dendam dan selamat. Apakah kamu bisa ?”

“Aku bisa ! apa yang harus aku lakukan ?”

Dia mulai dipenuhi harapan, membalaskan dendam ayahnya. Dia tidak akan gagal meskipun dia tidak sempat berjanji pada ayahnya.

“Kamu harus menjadi pelayan yang hebat dan mulai hari ini, kamu harus menjadi orang yang baru seolah seluruh ingatanmu telah kuhapus. Apa kamu bisa ?”

 “Bisa, tuan !”

“Tidak. Kamu cukup panggil aku Theo, dan tugas pertamamu setelah sampai rumah adalah menjadi anak yang tidak tahu apapun dan berusaha akrab dengan anak disana. kamu bisa ?”

“Bisa, Theo !”

Matanya kini dipenuhi bala api untuk membalaskan dendam. Dia bahkan tidak mempertanyakan alasan orang tersebut memulai permainan tersebut. Dia tidak peduli terhadap apapun kali ini. Hanya ada api kebencian yang menghinggapi dirinya saat itu !

(to be continue…)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights