Chapter One : Pars [03]

0

Bangunan ini adalah bangunan penuh misteri bagiku karena aku hanya diperbolehkan mengunakan perpustakaan yang berada didalamnya untuk belajar.

Spread the love

Kutelusuri lapangan hijau yang bisa dikatakan lumayan luas. Rumah keluargaku terdiri dari 2 bangunan. Satu bangunan modern yang biasa kusebut rumah. Disanalah aku dan ibu selalu menghabiskan hari kami bersama. Rumah kami bisa dikatakan tergolong besar dan berada dikawasan tersendiri diatas bukit yang jauh dari perkotaan.

Rumah ini berwarna putih dan hanya berisikan 4 kamar didalamnya. Satu adalah kamar ibu dan ayahku, satu kamarku, satu untuk Toma dan satu lagi akan diberikan kepada Mika saat dia sudah besar nanti. Rumah ini adalah tempat yang ramai karena hampir semua pelayan yang kami miliki berada dibangunan utama ini. Meskipun terbilang besar, aku selalu bertanda tanya kenapa rumah sebesar ini hanya dibuatkan 4 kamar saja.

Untuk kamar tamu sendiri, kami memiliki contage yang berbeda dari bangunan utama. Aku pernah bertanya kepada ibu kenapa ada pemisahan yang khusus, alasannya adalah keluarga Pars selalu menjunjung tinggi privasi setiap tamunya, dan tidak semua tamu boleh menginap dalam kediaman kami. Contage itu hanya diberikan kepada tamu penting.

Kamar pelayan sendiri berada dibagunan belakang contage tamu. Yah, keluarga kami menampung anak – anak yang sudah ditinggalkan sejak kecil dan orang – orang buangan masyarakat. Kami memberikan mereka tempat tinggal, memberikan pendidikan yang layak dan menjadikan mereka sebagai manusia yang kembali berguna. Kami juga memberikan mereka upah atas kerja keras dan prestasi mereka.

Saat posisi pelayan yang dibutuhkan sudah mencukupi kebutuhan, sebagian orang tampungan biasanya kami ahlikan untuk bekerja dipabrik kepunyaan keluarga Pars. Mereka akan diberikan keterampilan dan ilmu yang berbeda sesuai dengan kemampuannya.

Kami menampung begitu banyak orang dan memelihara mereka dengan begitu baik namun sayangnya sebagian dari mereka sangat tidak tahu diri, begitu mereka sudah mampu berpijak dengan kaki mereka sendiri, mereka terkadang pergi meninggalkan kediaman kami tanpa sepatah katapun yang terucap.

Mereka pergi untuk memulai kehidupan baru mereka dengan berbekal pengetahuan dan uang yang sudah mereka hasilkan sendiri disini. Apa yang membuatku tidak suka adalah kepergian mereka yang bisa dikatakan sesuka hati. Jika sebelumnya aku bisa melihat mereka, keesokan harinya mereka sudah tidak ada. Kamar mereka kosong beserta barang mereka.

Aku sering bertanya apakah tidak ada tindakan tegas untuk mereka yang pergi tanpa pamit, namun ibuku hanya diam saja, begitu juga dengan ayahku yang tidak memperlihatkan tanda – tanda kemarahannya ataupun usahanya untuk mencari mereka. Aku ingat kata ibu pada saat itu,

((Kita sudah memberikan yang terbaik. Dan mereka sudah memberikan jasa yang besar, biarkanlah mereka pergi dan memulai kehidupan baru mereka jika hal tersebut lebih baik untuk mereka.))

Begitu kata – kata ibu setiap kali ada laporan pelayan yang meninggalkan kami. Aku menjadi terbiasa setiap kali ada yang pergi, karena dengan cepat keluargaku dapat menemukan orang baru lagi untuk tinggal dan bekerja pada kami.

Kupandangi sebuah bangunan tua yang berada tidak jauh dariku. Bangunan terbesar kedua didalam kawasan keluargaku. Bangunan ini adalah bangunan penuh misteri bagiku karena aku hanya diperbolehkan mengunakan perpustakaan yang berada didalamnya untuk belajar. Hampir semua kamar dalam bangunan ini ditutup dan dipasang dengan kunci khusus. Toma sendiri tidak pernah masuk kedalam kamar manapun dalam bangunan ini, sekalipun dengan dalih ingin membersihkan.

Rumahku berada lumayan jauh dari bangunan ini namun masih pada satu lahan yang sama. Aku menyebut bangunan kuno ini dengan sebutan menara baca. Karena aku hanya memiliki akses kedalam perpustakaan. Tidak boleh kemanapun sesuka hatiku karena menara ini memiliki penjaga kepercayaan ayah. Ya, tidak ada yang boleh masuk kedalam menara ini selain ayah dan pelayan tersebut.

Ibuku sendiri tidak pernah menginjakkan kakinya kedalam menara ini. Terkadang aku bisa melihat ibu berjalan mendekat namun segera berbalik arah kembali kerumah. Ibuku adalah orang yang patuh kepada setiap perkataan ayah. Jika ayah berkata tidak padanya, ibu tidak pernah bertanya dan selalu menuruti apapun keputusan ayahku. Terkadang aku merasa kesal pada ibu, dan sekarang aku hanya bisa merindukannya.

Menara ini tidak pernah direnovasi sama sekali. Bangunannya tetap berdiri kokoh sejak aku kecil hingga saat ini. Mimpiku selalu membawaku berjalan – jalan didalam menara ini. Terowongannya yang panjang dan suhunya yang lembab terasa begitu nyata bagiku. Dan lalu ruangan itu, akhir dari mimpi burukku. Aku tidak pernah berusaha mencari tahu arti mimpiku. Bagiku hal tersebut hanyalah imajinasiku karena aku tidak pernah benar – benar mendapatkan kesempatan untuk menjelajahi menara ini. Mungkin jika saatnya tiba, saat dimana aku mengantikan posisi ayah, aku bisa menjelajahi setiap sudutnya dengan bebas.


(to be continue….)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights