Chapter One : Pars [02]

0

Sebagai penerus keluarga, aku dilatih untuk menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri.

Spread the love

“Tidak !!!”

Aku terbangun dengan keringat yang sudah membasahi seluruh tubuhku. Aku melihat pantulan diriku dari cermin yang berada disalah satu sisi kamarku. Kupandangi wajahku yang tampak begitu kusam dan berantakan. Sudah beberapa minggu berlalu sejak pemakaman ibuku, dan aku tetap belum bisa menjadi diriku seperti sebelumnya.

Aku meraih gelas air minum yang selalu disediakan Toma didalam kamarku setiap hari. Kuhabiskan air tersebut dengan cepat agar pikiranku bisa tenang. Air tersebut diambil oleh Toma dari salah satu gereja tempat dimana keluargaku memberikan kontribusi terbesar, baik itu pembangunan dan beberapa aspek lainnya. Jadi bisa dikatakan air yang kuminum ini termasuk air suci.

Aku tidak mengerti kenapa Toma memintaku untuk meminum air ini, Sejak kepergian ibuku, hubunganku dan Toma menjadi lebih dekat karena dia selalu setia mendengarkan ceritaku. Dia menjabat sebagai kepala pelayan keluarga Pars.

Ada perasaan tidak tenang yang selalu kurasakan sebenarnya. Berada antara ingin bercerita kepada Toma atau menyimpannya sendiri. Mimpi aneh itu mulai sering muncul. Aku hanya mengatakan pada Toma bahwa aku susah tidur serta sering terbangun setiap malam. Saat itu dia hanya menatapku dan menyarankanku untuk meminum air suci karena dipercaya dapat membersihkan hal – hal jahat yang menganggu pikiranku.

Toma Oan, merupakan generasi ke-14 dari keluarga Oan yang sudah melayani keluargaku secara turun temurun. Mereka terlatih untuk menjadi kepala pelayan yang bisa diandalkan dalam berbagai hal. Sejarah keluarga Oan dan Pars sendiri tidak pernah kuketahui dengan pasti. Aku hanya mengenal Toma Oan saja dengan baik karena dialah orang yang akan menjadi pendampingku sebagai penerus keluarga Pars generasi ke – 20. Perbedaan umur kami tidak terlalu jauh, pembawaannya terlihat tenang dan dewasa. Dia juga merupakan kepala pelayan termuda daripada generasi sebelumnya dan cerdas.

Toma memiliki rambut sebahu yang disisir dengan rapi kebelakang dan berwarna sedikit kecoklatan. Dia terbilang lumayan tinggi, sekitaran 170cm dan selalu mengunakan jas. Hanya sesekali aku bisa melihatnya mengunakan kaos, yaitu ketika aku mengajaknya lari bersama ataupun berolahraga, lebih dari itu, dia tidak pernah melepaskan jasnya.

Sebagai penerus keluarga, aku dilatih untuk menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri. Meskipun ayahku masih memegang kendali keluarga sebagai generasi ke – 19, dia menyerahkan sepenuhnya Toma padaku. Ayah Toma sendiri sudah meninggal saat Toma masih kecil. Aku tidak pernah bertanya pada Toma ataupun ayahku soal kematian kepala keluarga Oan generasi ke – 13 tersebut. Yang aku ingat adalah malam itu ayah pulang dengan membawa 2 orang anak yang masih kecil, salah satunya adalah Toma Oan. Dan seorang anak perempuan lainnya yang tidak begitu jelas kuketahui asal usulnya, namun bisa kupastikan bahwa Jean telah menjadi teman terbaikku sejak malam itu hingga saat ini. Dia selalu diam dan menjauh dariku setiap kali aku bertanya tentang keluarganya.

Kubuka jendela kamar dan membiarkan dinginnya angin pagi masuk dengan bebas. Kuputuskan untuk mandi lebih cepat dan mencari udara segar pagi ditaman kesukaanku.

Josh Pars, begitulah namaku. Singkat dengan 1 kata. Begitu juga dengan adikku, Mikasa Pars. Sudah hampir sebulan usianya kini. Ada kesedihan yang begitu mendalam bagiku setiap kali kulihat wajah mugil Mika. Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya tentang kepergian Ibu. Dia akan sangat terpukul jika mengetahui bahwa Ibu telah mengorbankan dirinya demi kelahiran Mika.

“Tuan, sedang apa berada disini ?”

Khayalanku buyar ketika kudengar suara Toma dibelakangku. Aku menoleh dan menyadari bahwa dia sudah rapi dengan jas hitamnya seperti biasa. Tangannya memegang tea yang biasa diantarkan kedalam kamarku. Aku mempersilakannya duduk disalah satu kursi sebelahku dan dia segera mensajikan tea hangat dan beberapa kue ringan diatas meja.

“Tidak bisa tidur tuan ?” tanya Toma lembut sambil menuangkan tea kedalam cangkir.

“Iya.” Jawabku singkat.

Aku memperhatikan wajah Toma dan menyadari betapa tampannya dia. Apa yang membuat keluarga Oan mengabdikan diri mereka untuk kami. Bagaimana kisah ayah yang membawa Toma dan Jean malam itu. Aku begitu ingin tahu namun terlalu takut bertanya langsung pada Toma.

“Silakan diminum teanya, tuan.”

“Iya.”

Sejak pertama Toma menginjakkan kakinya kerumah kami, dia sudah memiliki bakat menjadi kepala pelayan. Hampir setiap hal bisa diselesaikan olehnya. Keahliannya tersebut dia dapatkan dari pengalamannya mengikuti ayahnya dulu. Dia tidak ingat bagaimana ayahnya meninggal.

“Kemana Jean ?”

Toma berpikir dan tidak memberi jawaban.

Ya, Toma memang bisa melakukan segalanya, namun tidak dengan mengatur Jean.

“Sudah berapa hari dia tidak pulang kesini ?”

“Sampai hari ini sudah seminggu tuan.” Jawabnya cepat.

Aku menghabiskan teaku dan beranjak dari tempatku. Entah kenapa aku tidak ingin banyak bercerita dengan Toma hari ini.

“Tuan, mau kemana ? jam 10 nanti ada jadwal latihan bahasa latin.” Toma berjalan cepat mengikuti langkahku.

“Aku mau berkeliling sendiri sebentar.”

Toma menghentikan langkahnya dan aku terus berjalan pergi meninggalkannya sendiri ditaman.


(to be continue…)

Spread the love

Leave a Reply

Verified by MonsterInsights