Cisan menaiki kereta yang akan membawanya kesebuah desa yang berada dipertengahan pulau Jawa. Sejujurnya Cisan tidak pernah melakukan perjalanan jauh seorang diri, dan bisa dikatakan kalau perjalanan yang dia lakukan kali ini benar – benar perjalanan pertamanya, tanpa teman dan tanpa tujuan yang jelas.
Sebelumnya Cisan memiliki teman yang baik, meski hanya seorang, teman tersebut menjadi orang yang paling mengerti dirinya. Selain itu, temannya juga menjadi rekan perjalanannya setiap kali Cisan ingin pergi liburan. Namun sejak perkelahian yang tidak terelakan karena masalah uang, hubungan Cisan dengan temannya ini retak dengan cepat.
Cisan memilih untuk duduk dibangku paling belakang, dia memilih posisi tepat disebelah jendela sehingga dia bisa melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Dia bertubuh kecil dan bermata sedang. Rambutnya hitam dan dia suka mengenakan headset setiap kali dia merasa kesepian. Hanya musik yang mampu menghiburnya.
Ketika kereta akan berangkat, seorang wanita paruh baya sedikit berlari dan duduk disampingnya. Cisan sedikit terkejut, Cisan juga merasa kesal karena dia tidak benar – benar sendiri jadinya. Dari sekian banyak bangku kosong, kenapa wanita itu harus duduk disampingnya.
Wanita itu tidak berbicara dan tersenyum ketika menyadari Cisan sedang melihatnya, dengan berat hati, Cisan memaksakan senyum kecil dibibirnya.
Tidak lama kereta mulai berjalan. Cisan memutar musik dengan keras, berusaha mengabaikan wanita itu. Cisan mencoba memejamkan mata namun dia terlalu cemas jika barangnya hilang. Dia tidak mengenal wanita asing itu, dan sejak kedatangan wanita itu, Cisan merasakan perasaan yang sungguh tidak nyaman,
“Perjalanan ini akan terasa melelahkan.” wanita itu akhirnya berbicara. Meski tidak ditujukan pada Cisan, wanita itu berbicara sambil melihat pemandangan keluar jendela, otomatis Cisan merasa kalau wanita itu berusaha membuka pembicaraan dengannya.
“Tidak juga.” jawab Cisan dingin. Meski musik diputar dengan jelas, Cisan bisa mendengarkan suara wanita itu. Pasti wanita itu berbicara dengan keras. Cisan menghela nafas, lalu melepaskan headsetnya. Suara laju kereta terdengar kencang dan wanita disampingnya mulai tersenyum.
“Sendirian ?” wanita itu menatapnya lurus – lurus.
Menjawab atau mengabaikan ? Jika dia berdiam diri sepanjang perjalanan, wanita ini pasti akan tersinggung. Lagipula, menghabiskan 4 jam dikereta yang sama tanpa berbicara bukanlah hal yang menguntungkan. Cisan akhirnya menjawab.
“Ya, ibu ?” Cisan merapikan posisi duduknya, bersiap jika wanita itu melanjutkan ceritanya. Setidaknya, wanita itu bisa membantunya melupakan masalah yang ada.
“Aku tidak sendirian karena ada kamu.” kembali tersenyum, kali ini Cisan merasa aneh dengan jawaban wanita itu.
“Kita bahkan tidak saling mengenal.” Cisan berusaha menjawab dengan dingin, ingin membuat wanita itu berhenti berbicara.
“Suatu kebetulan yang luar biasa karena kita menuju desa yang sama dan merupakan 2 orang asing. Setidaknya ketika sampai tujuan, kita bukan orang asing lagi.” wanita itu terlihat santai menjawab ucapan Cisan.
Cisan kini merasa keheranan. Entah wanita ini yang PD mati atau wanita ini punya semacam kekuatan gaib.
Merasa semakin tidak nyaman, Cisan memutuskan untuk mengabaikan wanita itu dan kembali melanjutkan alunan musik yang tadi dia berhentikan.
Sebelum Cisan sempat memasang kembali headsetnya, wanita itu menatapnya kembali dan berbicara.
“Kita tidak akan sadar bahwa seseorang itu berharga sampai orang itu hilang. Ketika kita diberikan kesempatan untuk mengenalnya, kita malah memilih untuk diam. Ketika kita memiliki kesempatan untuk berbaikan, kita malah diam. Semua permusuhan terjadi karena diam. Dan semua kehilangan hadir diawali dari diam.” wanita itu menatap Cisan lekat – lekat, membuat jantung Cisan berdetak cepat, siapa wanita itu.
Masih terpaku ditempatnya, wanita itu bangkit berdiri dan memberikan code pada Cisan bahwa dia ingin ketoilet. Wanita itu bertubuh tinggi dengan kaos putih. Rambutnya ikal dan diikat kuda. Dia hanya membawa tas tangan sehingga ketika dia meninggalkan kursi disebelah Cisan, tidak ada tanda apapun akan kehadiran wanita itu disana.
Beberapa menit berlalu dan wanita itu tidak kunjung kembali. Cisan merasa tidak enak sekaligus penasaran, apakah wanita itu meninggalkannya karena dia hanya diam ?
Berpikir sejenak, dia akhirnya meletakkan headsetnya dan berjalan melewati lorong ketoilet.
Pintu toilet terbuka dan tidak ada orang disana. Cisan memandangi sepanjang lorong dan tidak menemukan wanita dengan ciri – ciri yang sama seperti wanita itu.
Tidak mungkin wanita itu berganti gerbong. Satu tiket hanya untuk 1 gerbong, boleh berganti tempat duduk namun tidak boleh berganti gerbong.
Dengan perasaan semakin tidak enak, Cisan memutuskan untuk kembali ketempat duduknya.
Cisan menghabiskan waktu perjalanannya dalam keheningan.